Monday, February 29, 2016

Kendala Budidaya Nata De Coco


Sekitar tahun 2013 saya sempat memproduksi nata de coco. Adapun kendala-kendala yang saya rasakan:
1.       Suplai bahan baku air kelapa yang tidak kontinyu. Terutama pada musim kemarau saat buah kelapa langka dan parahnya di tempat saya kemarau minimal berlangsung 6 bulan/tahun sehingga terpaksa harus mencari pasokan dari tempat lain yang jauh yang otomatis menambah biaya produksi. Selain itu pedagang kelapa juga banyak yang jual mahal air kelapanya. Bahkan ada yang lebih suka membuang air kelapanya ke got ketimbang dibeli. Capede... Ditambah lagi sekarang keberadaan kebun kelapa semakin berkurang karena menanam kelapa memang sudah tidak begitu menguntungkan lagi beda dengan jaman dulu dimana minyak sawit masih belum meraja. 
2.       Rendemen rendah. Saya tidak ingat ingat pasti rendemen yang saya dapatkan (karena sudah lama sekali) tetapi rendemen rendah memang menjadi masalah. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi rendemen termasuk formulasi media, kualitas bahan baku, dll. Jika kualitas bahan baku tidak konsisten maka rendemen nata juga fluktuatif.
3.       Serangan jamur. Ternyata tidak hanya budidaya jamur yang mendapat serangan jamur liar namun budidaya nata de coco ini juga sama. Salah satu tandanya lembaran nata berlubang-lubang. Dampak lain serangan jamur ini rendemen rendah. Sanitasi memegang peranan penting tapi sayang kadang sulit mendisiplinkan tenaga kerja.
4.       Limbah. Limbah cair dari proses budidaya nata de coco ini berbau tajam karena masih mengandung asam asetat. Sebenarnya masih bisa diolah menjadi cuka atau diberi kapur untuk menetralkan keasamannya tetapi jelas akan menambah biaya.
5.    Peralatan yang harganya cukup mahal. Tergantung skala usaha tapi bagi orang seperti saya yang kemampuan ekonomi pas-pasan cukup berat untuk membeli peralatan nata de coco (kecuali kalau mau hutang bank) semisal pemotong lembaran nata. Saya pernah tanya kesana kemari harga paling murah 10 jutaan. Bisa dipotong-potong manual tapi butuh tenaga kerja lumayan banyak dan ukuran potongan sering tidak seragam.

     Akhirnya jelang kebangkrutan usaha saya itu, saya ajak anak-anak di sekitar saya untuk mengolah nata de coco. Saya ajarkan mereka membuat aneka minuman dari nata de coco. Semua bahan bakunya saya kasih. Hasil produk olahan mereka saya suruh mereka menjualnya sendiri kemudian uangnya saya bagi hasil dengan mereka. Selain mengajarkan mereka ketrampilan baru, paling tidak mereka mendapatkan uang saku tambahan. Sayangnya ini pun juga tidak bisa berjalan lama. 

Pengalaman Membudidayakan Aneka Jamur Konsumsi dan Obat


Selain tiram putih dan merang, ada beberapa spesies jamur konsumsi dan obat yang sempat saya budidayakan rentang 2001-2005.

1.       Tiram Cokelat (P. cystidiosus)
Awal saya tertarik dengan spesies ini karena secara kualitas jamur ini di atas tiram putih yang sudah lama kondang. Waktu itu kebetulan saya dikasih oleh teman. Tubuh buahnya yang tebal dan empuk membuat jamur ini sangat ideal untuk dijadikan hidangan sup atau oseng-oseng. Bahkan gagangnya juga empuk. Beda dengan gagang tiram putih yang ulet. Budidayanya sedikit lebih sulit dari tiram putih karena ternyata jamur ini memiliki masa inkubasi yang agak panjang sekitar 2 bulan. Bandingkan dengan tiram putih yang hanya sebulan. Karena masa inkubasi yang panjang itu membuat tiram cokelat mudah terserang jamur liar sehingga persentase kontaminasi tinggi. Kelebihan lain jamur ini relatif tahan panas sehingga lebih cocok bila dibudidayakan di dataran rendah. Daya tahan pasca panennya juga OK. Sayangnya jamur ini kurang disukai pasar karena warnanya yang kurang menarik (kusam). Selain itu produktivitas rendah. Dalam 1 baglog saya cuma bisa panen 2x sementara tiram putih bisa 6x. Yang membedakan spesies ini dengan tiram abu-abu (P. pulmonaris) adalah adanya bintik-bintik kehitaman di miselium (coremia) yang pada tiram abu-abu tidak ada.
Tiram cokelat (foto: pribadi)

2.       Tiram abu-abu (P. pulmonaris)
Tiram abu-abu juga sedikit lebih sulit dibudidayakan dibandingkan tiram putih. Spesies ini memerlukan suhu lebih sejuk (lebih rendah dari tiram putih) untuk memunculkan primordia. Pada dataran rendah jamur ini memiliki produktivitas rendah. Pengalaman saya bobot tubuh buahnya ringan sehingga kurang menguntungkan untuk skala komersial terkecuali jika bisa mendapatkan harga sangat bagus. Selain itu kekurangan yang mencolok dari jamur ini adalah daya tahan pasca panen yang sangat rendah sehingga susah dikirim jauh. Daya tahannya lebih rendah dari tiram putih. Warnanya juga kurang menarik. Yang aneh dari jamur ini adalah jika tubuh buahnya membusuk maka akan terbentuk banyak primordia di atasnya. Stamets mengatakan hal itu sebagai “biologically uncontrolled”.
3.       Tiram pink (P. djamor)
Untuk spesies ini saya tidak pernah membudidayakannya langsung. Saya hanya melihatnya tumbuh liar di tumpukan zak berisi serbuk kayu. Yang paling mengesankan dari spesies ini adalah warnanya yang menawan bagi siapapun yang melihatnya. Sayangnya warna pink-nya akan semakin memudar seiring bertambahnya usia tubuh buah jamur. Saya pernah baca di Trubus jika spesies ini sangat populer di Malaysia karena selain warnanya cantik juga memiliki tekstur yang lebih lembek yang mungkin sesuai dengan lidah orang-orang sana.

4.       Kuping (Auricularia sp)
Kendala utama di dataran rendah adalah kelembaban yang rendah sehingga harus rajin menyiram karena tubuh buah jamur kuping tidak tahan dengan kelembaban rendah. Tubuh buah dengan mudah mengering begitu kelembaban turun. Selain itu serapan pasar relatif kecil. Jauh lebih kecil dibandingkan tiram putih. Dalam 1 bulan rata-rata dulu saya hanya menjual maksimal 3 kg kering di pasar dekat rumah. Saya pernah juga mengirimnya ke Surabaya tapi di sana harga dihancurkan oleh jamur kuping impor dari Cina. Kata beberapa orang kuping Cina lebih gurih, enak, dan tipis dibanding produk lokal.

5.       Shiitake (L. edodes)
Ini termasuk spesies jamur yang susah dibudidayakan di dataran rendah. Di tempat saya hanya Juli-Agustus mampu memunculkan tubuh buah. Itupun saya pakai strain koshin, kalau pakai dongko mungkin malah gak bakalan bisa memunculkan tubuh buah sama sekali padahal kualitas dongko lebih bagus. Tubuh buahnya kurus dan kecil-kecil. Masa Inkubasi dan dormansi sangat panjang mencapai 3 bulan. Akibatnya sangat rawan kontaminasi baik pada masa inkubasi ataupun growing. Saya pernah melihat sendiri di Batu (Jatim) banyak baglog shiitake pekebun terserang green mold saat growing. Padahal kalau tiram putih bisa dibilang aman serangan jamur jika sudah masuk tahap growing. Serapan pasar jamur ini juga rendah karena selain banyak orang yang belum mengenal jamur ini juga harganya yang aduhai. Sekilo jamur shiitake kering bisa mencapai ratusan ribu rupiah kualitas bagus. Aromanya mirip jengkol jadi buat para penggemar jengkol jamur ini bakalan pasti jadi favorit. Pasar bagi pekebun lokal masih berat karena gempuran shiitake dari Cina. Dulu saya pernah baca ada seorang importir shiitake bisa mendatangkan shiitake kering hanya Rp 70 rb padahal pekebun kita harus menjualnya di atas Rp 100 ribu supaya dapat laba. Bahkan para pekebun di Jepang dan Korea sudah lama banyak yang bertumbangan karena banjir shiitake dari Cina.

6.       Lingzhi (G. lucidum)
Jamur ini termasuk jamur berkhasiat obat. Jamur ini mengandung germanium organik. Germanium mampu mengikat oksigen lebih banyak dalam darah. Jika direbus, air rebusan berasa agak pahit dengan aroma seperti kayu. Saya pernah membudidayakan 1 ruangan dengan tiram dan walhasil sporanya mencemari tiram putih. Tudung tiram yang berwarna putih berubah menjadi merah kecokelatan. Memang waktu itu strain yang saya budidayakan termasuk strain berspora. Belakangan sesudah tidak membudidayakan Lingzhi baru tahu saya kalau ada strain non spora. Strain non spora ini lebih tebal tudungnya. Limbah baglog jamur ini termasuk sulit ditangani karena seolah tidak akan pernah membusuk. Mulai pinhead sampai dengan siap panen jamur ini memerlukan waktu lebih kurang 3 bulan. Untuk pasar masih sangat kecil. Jadi buat yang membudidayakan sebaiknya lihat pasarnya dengan jeli. Ada baiknya anda memiliki kontrak dengan perusahaan farmasi atau jamu atau diolah sendiri. Jamur ini jika anda jual segar di pasar dekat rumah tentu tidak akan ada yang beli. Beda dengan tiram putih. Pengalaman buruk saya yang hanya asal memproduksi jamur tapi tidak memiliki pasar yang jelas akhirnya 2 zak jamur lingzhi kering saya kasihkan gratis ke seorang teman di Surabaya. Saya suruh dia menjualnya dan mengambil semua uangnya.

7.       Himematsutake (A. braziliensis)
Dulu dikenal A. blazei murril. Jamur ini selain bisa dikonsumsi juga bisa berguna sebagai obat. Aroma miseliumnya seperti almond. Saya mendapatkan kultur ini dari lab ITB. Pertama saya buat bibitnya kemudian saya inokulasikan ke kompos. Kompos ini saya buat dari kotoran sapi yang sudah agak lama.  Jamur ini sebenarnya bisa dibudidayakan di serbuk kayu (Stamets) cuma saya belum pernah mencobanya. Propagasi miselumnya cukup lama. Spesies ini termasuk sulit dibudidayakan. Sudah 2x saya membeli kultur dari ITB yang berarti 2x ujicoba budidaya semuanya gagal. Tidak ada tubuh buah yang muncul. Miselium entah kenapa mati sendiri. Masih penasaran sih ingin membudidayakannya lagi lain kali.


Berhubung sebelum 2005 saya belum memiliki kamera baik digicam atau kamera ponsel maka saya tidak bisa menghadirkan gambar-gambarnya di sini. Gambar-gambar di atas sebagian saya copy dari buku Paul Stamets.

Pustaka
Stamets, Paul, “Growing Gourmet and Medicinal Mushrooms”, Ten Speed Press, 2000.

Sunday, February 28, 2016

Adat Istiadat Jawa Dalam Mendirikan Rumah



    Saya tinggal di desa di Jawa yang sebenarnya tidak jauh dari kota. Cuma kalau dalam soal mendirikan rumah sebagian besar orang masih memegang tradisi Jawa. Jadi mendirikan rumah tidak bisa asal. Disini saya lebih tertarik membahas tentang prosesi bagaimana hingga sebuah rumah menjadi tinggal daripada membahas rumah secara fisik. Prosesi yang dilakukan sejak awal harus sesuai dengan adat Jawa yang masih berlaku. Mungkin kalau di kota-kota besar meski di Jawa hal semacam itu mungkin sudah tidak berlaku lagi. 

     Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah hari kapan rumah akan didirikan. Dalam hal ini orang harus mencari hari baik. Dari buku Horoscope Jawa perhitungannya adalah jumlah neptu dikurangi kelipatan lima. Misal rumah akan didirikan Minggu Pon maka jumlah nilai hari dan neptunya = 7 + 5 = 12. Dikurangi 5 sisa 7 dan dikurangi 5 lagi sisa 2 yang dinamakan Yasa atau akan mendapatkan kejayaan buat penghuninya. Ini saya sertakan gambar cara perhitungan beserta nilai hari dan neptunya.

Begitu juga jika akan pindah rumah ada perhitungannya seperti dalam gambar berikut

Ada juga hitungan tentang bagaimana sebaiknya rumah menghadap. Kalau yang ini sudah kurang begitu diikuti karena agak sulit kalau harus menghadap dengan membelakangi jalan misalnya. Oleh sebab itu rumah selalu menghadap jalan besar untuk kemudahan akses keluar masuk penghuninya.


Kepercayaan lain yang masih cukup kuat dipegang adalah menghindari mendirikan rumah di lahan yang berbentuk ngejen atau segitiga. Diyakini penghuninya akan sering bertengkar atau tidak tentram hidupnya. Mungkin kepercayaan-kepercayaan ini mirip dengan Hongsui Cina.


Yang ke-2 bahan material untuk mendirikan bangunan khususnya kayu atau bambu juga ada saat terbaik untuk menebangnya. Contoh bambu paling baik jika ditebang pada waktu yang baik akan memiliki daya tahan yang lama namun jika ditebang di luar saat itu bambu akan mudah diserang hama perusak bambu yang membuat bambu cepat rusak.



     Namun dari semuanya itu yang paling berkesan bagi saya adalah saat mendirikan rumah.  Disinilah terlihat semangat gotong royong yang luar biasa dari warga desa. Di desa saya dikenal dengan istilah saya. Yang pasti lebih dari sekedar slogan kosong. Para tetangga dan kerabat semuanya datang tanpa diminta tidak peduli yang sedang memiliki hajat termasuk kategori orang kaya atau miskin. Begitu pula yang datang membantu tidak peduli dari beragam status sosial semua dengan penuh semangat, tanpa rasa sungkan, dan ikhlas membantu sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tidak ada yang merasa pekerjaannya lebih berat atau lebih ringan dibandingkan dengan yang lain. Sementara tuan rumah menyediakan hidangan sesuai dengan kemampuan. Bagi yang berada mungkin bisa menghidangkan opor ayam tapi bagi yang kurang mampu cukuplah tahu atau tempe kuah santan. Sebagai penyegar biasanya ada teh atau kopi manis dengan rokok. Jika kerangka atap rumah sudah terpasang, biasanya hari sudah menjelang siang. Saat itulah diadakan selamatan dengan menghadirkan sesepuh untuk membacakan doa. Usai selamatan semuanya kembali ke rumah masing-masing sambil membawa berkat dibungkus daun pisang.

Sumber gambar

     Adat lain dalam membangun rumah adalah biasanya si sulung berada pada posisi tanah paling barat diikuti adiknya di sisi timur. Begitu juga rumah biasanya diiwariskan untuk si bungsu karena logikanya si bungsulah yang nantinya akan merawat orang tuanya di akhir sisa hidup nanti. Mungkin semuanya masih terkesan berbau klenik tapi tradisi itulah yang masih hidup hingga sekarang yang boleh dikatakan masih belum tergerus modernisasi jaman di desa saya. Yang terpenting kita lihat sisi manfaat positifnya.

Glossary
Neptu: jumlah angka dari nilai hari dan pasaran. Di dalam penanggalan Jawa dalam 1 pekan ada 5 hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).

Pustaka
Doyodipuro, Hudoyo, Occ, "Horoskop Jawa: Misteri Pranata Mangsa", Dahara Prize, 1998.

Thursday, February 25, 2016

Dampak El Nino 2015-2016 Bagi Dunia Pertanian (part I)

Bunga kol yang terserang ulat Plutella xylostela



     Sepanjang 2015 kemarau panjang dan keras menerjang desa saya. Kronologisnya dimulai pada April 2015. Saat itu sedang musim panen padi. Cuaca April yang tahun-tahun sebelumnya cerah panas mendadak tahun 2015 hujan deras setiap hari. Bulir-bulir padi yang sudah waktunya dipanen jadi terlambat dipanen. Akhirnya banyak yang rontok sementara yang masih di malai terkena paparan hujan terus menerus sebagian mulai berkecambah. Ada juga yang membusuk apalagi jika batang padinya roboh sehingga terendam air. Gabah yang dijemur meski belum kering benar terpaksa langsung dimasukkan karung. Hasilnya ketika diselep menghasilkan beras bermutu rendah karena banyak yang pecah. Usai panen padi jerami yang tersisa di sawah lambat mengering dan banyak yang membusuk. Selain itu tanah yang tertutup di bawah jerami juga ikutan lambat kering. Idealnya Mei sudah tanam tembakau jadi molor Juni 2015 meski lahan belum kering benar akibatnya tanaman tembakau gampang diserang penyakit tular tanah. Ditambah dengan guyuran abu gunung Raung membuat kualitas daun tembakau jelek dan berujung harga terjun bebas. Harga tembakau yang tahun-tahun sebelumnya bisa mencapai Rp 10 juta/kwt jatuh hingga hanya Rp 1 juta padahal BEP Rp 3-4 jutaan. Selain itu batang tembakau tidak bisa tinggi alias jumlah daunnya sedikit karena telat tanam. Jadi petani tembakau sudah jatuh tertimpa tangga.
Abu gunung Raung pada daun tembakau


Usai tembakau bagi lahan yang memiliki belik atau posisi dekat sungai maka mereka masih bisa bertanam jagung hibrida. Rupanya El Nino menyebabkan suplai air sungai menurun tajam. Lahan saya yang setiap tahun selalu mendapat jatah air sungai tahun 2015 tidak lagi. Air sungai sudah habis 1 km di utara saya. Terpaksa menggunakan belik tapi mata air belik sangat minim. Perhitungan saya untuk mengairi lahan jagung 1 ha butuh waktu hampir 2 minggu jika menggunakan pompa air diesel padahal tahun-tahun kemarin paling parah 4-5 hari sudah selesai. Biaya BBM untuk pompa juga membengkak karena pompa menyedot air jauh di bawah. Cuaca kering panas juga membuat budidaya sayuran seperti bunga kol, terong, dan tomat rawan diserang hama parah. Serangan ulat tritip (Plutella xylostella) pada bunga kol mengganas. Belasan insektisida dengan aneka bahan aktif berbeda tidak mempan. Begitu juga serangan kutu kebul pada terong membuat buahnya penuh dengan bercak cokelat. Sementara serangan aphid dan thrips pada tomat juga tidak kalah mengerikan. Hampir semua daunnya keriting dan menggulung. Orang tua saya tanam mentimun cuma dapat beberapa kali petik. Selebihnya tanaman cepat sekali mati karena kuwalahan leb. Mentimun ¼ ha aja leb bisa membutuhkan waktu berhari-hari. Leb dari timur ke barat. Belum sampai di bagian paling barat, yang bagian paling timur sudah kering duluan. Parahnya lagi mentimun tidak laku akhirnya cuma dibagikan ke tetangga-tetangga.



     Di lahan lain orang tua saya menanam cabai rawit. Sebenarnya sudah saya ingatkan agar tidak menanam rawit karena boros air tetapi mereka nekad. Benar ternyata 100% tanaman rawitnya mati kekeringan. Sebenarnya di situ ada belik tetapi airnya sangat kecil sekali. Dalam sehari penuh mungkin hanya bisa mengairi 5 baris. Sungai irigasi juga tidak mengalir. Uang ratusan ribu yang sudah diinvestasikan untuk membeli bibit cabai rawit pun amblas. Di bekas cabai rawit itu kemudian ditanami kacang tanah dengan asumsi tidak memerlukan banyak air tetapi ternyata salah timing. Begitu kacang tanah sudah masuk waktunya panen hujan turun terus menerus. Kacang tanah jadi susah dicabut. Saya membantu mencabut dan memang luar biasa sulit. Diperlukan tenaga besar dan kuat. Jadilah terpaksa harus menyewa tenaga laki-laki yang kuat. Lahan 1/4 bau (1 bau = 7000 m2) baru selesai 3 hari penuh mencabut. Masalah lain tanahnya lembek sehingga lengket pada kacangnya. Terpaksa membawa power sprayer untuk membersihkan kacang. Mulai pagi sampai sore power sprayer beroperasi tanpa henti dan menghabiskan banyak BBM. Selain itu masih membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memotong kacang dari tangkainya dan tenaga menyemprot bulir-bulir kacangnya. Di rumah pekerjaan masih belum selesai. Kacang harus dipetik dari tangkainya. Lagi-lagi harus memperkerjakan banyak tenaga. Karena uang sudah habis terpaksa menggunakan sistem bawon 1:10. Tiap mendapat 10 kg kacang pekerja dikasih 1 kg. Pekerjaan berlanjut menjemur kacang. Berhubung cuaca masih sering hujan, menjemur kacang memakan waktu 10 hari sendiri! Usai kacang kering dimasukkan ke dalam zak dan dicarikan pedagang. Sialnya harganya jatuh. Kata pedagangnya kalau musim hujan harga kacang tanah turun. Gak tau deh bener atau enggak. Lagipula saya juga sudah masa bodoh mau murah atau tidak laku. Kesimpulan akhir: budidaya kacang tanah rugi total.


     Akhir November sudah mulai turun hujan meski curah hujannya masih rendah dan banyak petani yang berpendapat mungkin musim hujan sudah tiba padahal biasanya awal November sudah masuk musim hujan. Mereka dengan tergesa-gesa membuat persemaian padi. Hasilnya awal Desember hingga akhir Januari cuaca malah kering kerontang. Persemaian padi banyak yang hangus kekurangan air. Yang selamat terserang blast. Ada sedikit petani yang nekad membajak lahan tengah Januari dan kemudian mengairinya mati-matian untuk bertanam padi.  Mengapa saya katakan mati-matian? Karena saking keringnya tanah dan cuaca seberapa banyak air yang digelontorkan ke lahan semuanya seperti lenyap ditelan bumi. Hanya menyisakan warna sedikit gelap dan lembab. Itupun biasanya cuma bertahan 2 hari. Sesudahnya tanah kembali kering dan terasa sangat panas jika diinjak dengan kaki telanjang. Untuk mengairi lahan ¼ ha aja bisa menghabiskan 20 lt premium/hari. Hitung sendiri biaya total BBM-nya. Untuk menanam padi 1 ha bisa menghabiskan waktu 3 hari penuh karena orang-orang yang tandur harus menunggu dibajak dulu karena pembajakan harus dilakukan mendadak. Begitu diairi harus langsung dibajak karena kalau tidak, air akan amblas terus ke dalam tanah yang lebih dalam. Awal Februari hujan mulai turun dengan lebat. Usia bibit padi yang sudah terlalu tua dan penuh dengan blast akhirnya terpaksa ditanam. Jelang tengah Februari cuaca mulai mengering kembali hingga artikel ini dibuat (jelang akhir Februari). Susah sekali menggenangi lahan. Lahan bisa tergenang tapi cuma sebentar. Esok kering kembali. Akibatnya gulma cepat sekali tumbuh meski sudah dikendalikan dengan herbisida. Kini masalah baru muncul. Karena bibit yang ditanam sudah terlalu tua maka banyak petani mencoba menggunakan pupuk urea berlebihan untuk memperbanyak anakan. Hasilnya malah padi rentan terserang penyakit. Serangan blast dan kresek (bakteri) luar biasa. Macam-macam pestisida sudah diaplikasikan tapi memang susah memulihkan tanaman yang sudah terlanjur terserang. Usia tanam padi para petani sekarang kebanyakan belum 40 HST tapi banyak padi yang sudah mulai mengeluarkan malai tapi malainya pendek. Pertanda produktivitas padi tahun ini (2016) akan merosot. (bersambung)



Padi 2016


Keindahan Pantai Tanjung Papuma


     Dulu waktu saya masih kecil obyek wisata ini kurang populer. Kalah tenar dengan pantai Watu Ulo di sebelahnya. Penyebabnya karena sulitnya akses ke pantai ini. Jadi kalau mau ke pantai ini harus melewati bibir pantai yang berbatasan langsung dengan bukit. Masalahnya kalau air sedang pasang maka bibir pantai ini menghilang. Selain itu bibir pantai penuh dengan batu-batu licin yang sangat berbahaya karene membuat orang gampang terpeleset. Jadi kalau mau ke pantai harus berangkat pagi-pagi saat air masih surut. Saat ini akses ke pantai sudah sangat mudah bahkan meski menggunakan kendaraan besar.  Biasanya pada hari raya ketupat seperti menjadi kewajiban tahunan kami sekeluarga mengunjungi pantai Tanjung Papuma ini. Meskipun sudah melihat pantai Watu Ulo Belum lengkap rasanya jika belum menyaksikan Tanjung Papuma ini. Kalau hari Minggu atau libur besar pantai ini ramai. Apalagi jika sedang datang liburan sekolah banyak bus dari luar kota berdatangan ke sini. 

     Jika dari arah Surabaya maka anda bisa naik pesawat Garuda jurusan Jember. Hingga sekarang masih melayani 1 rit/hari. Di bandara Notohadinegoro Jember anda bisa naik taxi langsung ke pantai Tanjung Papuma atau jika anda menggunakan angkutan umum anda bisa naik taxi dulu ke terminal Ajung. Dari Ajung anda bisa melanjutkan perjalanan ke kota Ambulu dengan menggunakan Angkudes. Sesampainya di Ambulu anda bisa menggunakan ojek untuk sampai ke pantai. Untuk jalur darat dari Surabaya, anda bisa menggunakan bus jurusan Jember. Di terminal Tawang Alun anda kemudian dapat memilih angkot untuk jurusan terminal Ajung dan selanjutnya anda bisa menggunakan angkot ke Ambulu. Jika menggunakan kendaraan pribadi dari arah perempatan besar Ambulu anda bisa terus ke selatan kira-kira 8 km. Jangan kuatir anda akan tersesat karena banyak penunjuk arah di sepanjang tepi jalan. Sesampainya di pintu masuk ke arah barat anda akan menemui jalan (kira-kira 4 km) di tepi hutan yang lumayan sempit sehingga anda harus berhati-hati. Pada musim hujan anda juga harus mewaspadai longsor dari bukit di sebelahnya.
Setelah itu anda akan menemukan tempat penjualan tiket. Dari sini anda akan melewati jembatan terus jalan menanjak tajam memasuki hutan jati. Beberapa saat kemudian jalan akan menurun tajam dan sampailah anda di lokasi parkir. Setelah memarkirkan kendaraan anda akan disambut hamparan pasir berwarna  putih bersih dan angin kencang. Pada bulan Juli-Agustus angin ini terasa sangat dingin dan kering karena membawa hawa musim dingin dari Australia. Tak jauh dari tempat parkir ada kelenteng Tri Darma yang menarik. Kalau melihat kelenteng ini serasa melihat film-film Shaolin di TV. O ya untuk penginapan anda bisa menyewa bungalow di sini atau anda juga bisa menginap di hotel di kota Ambulu. Atau jika anda lebih suka berkemah anda juga bisa membuat kemah karena lokasi yang sangat luas.

     Anda bisa beristirahat di gajebo-gajebo gratis yang sudah disediakan. Soal makan atau minum jangan kuatir ada banyak warung makan di situ. Anda bisa memesan aneka hidangan ikan bakar atau es degan. Fasilitas-fasilitas lain seperti toilet dan mushala juga tersedia. Meski ombak lumayan besar anda masih bisa mandi-mandi di pantai asalkan jangan ke tengah. Yang hobi menerbangkan layangan anda bisa melakukannya di tepi pantai sementara untuk yang hobi memancing anda bisa jalan agak masuk sedikit ke pantai Malikan (masih satu area dengan Tanjung Papuma). Bagi yang suka berjalan-jalan anda bisa menikmati pemandangan laut lepas dari atas bukit. Cukup anda mendaki tangga yang ada dan sampailah anda di atas bukit batu. Di atas bukit ada gajebo sehingga dijamin anda tidak akan kepanasan. Sementara jika masih penasaran dengan lautnya anda bisa menyewa perahu nelayan untuk melihat hingga ke tengah laut lepas. Di pantai Malikan saat surut anda bisa menyeberang untuk melihat bukit di tengah laut. Di kaki bukit anda akan melihat banyak landak laut dan binatang-binatang laut seperti bintang laut, kerang, semacam ular laut, dan juga rumput-rumput laut. Bagian ini akan terendam air jika pasang. Akan tetapi sebaiknya anda memakai sepatu karena landak laut dan kerang tajam dan bisa melukai kaki. Di tepi pantai Malikan ini banyak batu-batu besar sebagai tempat duduk dan juga pohon pandan besar-besar yang bisa digunakan untuk tempat berteduh. Semakin menjauhi pantai Malikan anda akan dibawa masuk ke dalam hutan jati yang sejuk. 

Berikut saya tuliskan sejumlah tips jika ingin berkunjung kesini:
1. Bawa snack ketika masih berada jauh di luar lokasi wisata karena jika anda membeli snack di dalam lokasi harganya akan sangat mahal (bisa 2-4x lipat).

2. Jika membawa kendaraan pribadi, isi tangki BBM penuh karena SPBU jauh jaraknya dari tempat wisata. (Update 19 September 2018: sekarang sudah banyak tersedia SPBU mini resmi di sepanjang jalan).
3. Siapkan air mineral yang banyak karena angin sangat kencang sehingga mudah sekali mengalami dehidrasi di tempat ini. Pada bulan-bulan sejuk (Juli-Agustus jangan lupa untuk membawa jaket).
4. Jika ingin membeli ikan bakar di warung dalam tempat wisata ini waspadalah karena menurut sebuah sumber ada yang menggunakan deterjen untuk mengawetkan ikannya. Selain itu harganya juga relatif mahal. 

5. Bawalah powerbank karena tidak ada colokan listrik di sini.
6. Sediakan tisu bawah sebanyak-banyaknya karena fasilitas MCK selalu rusak. 

Nah..., gimana pembaca? Tertarik kan buat mengunjungi lokasi wisata ini? Saya tunggu kedatangannya segera!

Sumber foto: pribadi.


Update: 19 September 2018
Saat ini sudah tersedia bus perintis dari terminal Tawang Alun yang langsung menuju ke arah tempat wisata Tanjung Papuma. Hanya saja jumlah ritnya sangat terbatas sehingga anda harus bersabar saat menunggu kedatangan bus ini. Selain itu anda bisa mamanfaatkan jasa OJOL (motor atau mobil) baik GOJEK atau GRAB jika tak ingin ribet.


Update: Juni 2019
Jadwal bus perintis dari terminal Ambulu.


Keluhan pantai Papuma yang sudah lama tersohor dengan harga tiketnya yang mahal.



Sunday, February 21, 2016

Predator Anak yang Harus Diwaspadai


Kemarin siang sewaktu menonton TV ada sebuah stasiun yang menayangkan kasus predator anak. Diberitakan berbagai macam kasus yang melibatkan anak sebagai korban sepanjang tahun 2015 hingga awal 2016 ini. Sebenarnya aneka kasus pelecehan seksual anak bukanlah berita baru tapi Saya tidak menyangka jika kasusnya bisa semasif itu.  Bahkan yang cukup mengagetkan beberapa hari lalu seorang selebritis SJ tersangkut kasus pencabulan padahal setahu saya lewat TV orang ini terkesan sangat agamis. Saya yakin sebenarnya sebelum kasus-kasus semacam itu marak sudah terjadi banyak kasus pelecehan seksual anak tetapi tidak pernah atau belum terungkap. Sudah saatnya ada darurat negara terhadap pelecehen seksual anak-anak.

Sebagai orang tua yang juga memiliki anak yang masih kecil tentu saja saya lumayan ngeri melihat kejadian-kejadian semacam itu terjadi di negara kita ini. Kalau dilihat kasus itu bisa menimpa siapa saja dengan aneka latar belakang ekonomi, sosial, dan pendidikan. Bahkan di negara maju sekelas Amerika pun meski hukumannya tidak ringan kasus seperti itu masih sering terjadi. Saya merasa pemahaman sebagian besar masyarakat kita terhadap perilaku pelaku pelecehan s*ksual anak masih sangat kurang. Dari berbagai sumber di internet di internet (terutama situs luar negeri) saya mendapatkan sejumlah informasi. Membahas predator anak selalu berkaitan dengan p*dofilia maka pertama kita perlu perjelas pemahaman mengenai definisi p*dofilia. P*dofilia adalah orang yang memiliki orientasi s*ksual kepada anak <= 12 tahun sementara h*befilia adalah orang yang memiliki orientasi seksual 13-17 tahun. Ada juga p*dohebefilia yaitu orang dengan orientasi seksual gabungan keduanya. Ada 2 kategori pelaku p*dofilia yaitu pasif dan aktif. P*dofilia pasif adalah orang-orang yang sebenarnya mereka menginginkan memiliki hubungan seksual dengan anak-anak tetapi mereka tahu resiko yang akan dihadapi seperti hukuman yang berat, norma agama, dan dampak negatif merusak serta menyakiti anak-anak sehingga mereka tidak ingin ambil resiko. Bagi mereka kenikmatan yang akan didapatkan tidak sebanding dengan resikonya. Terhadap kelompok ini kita bisa menganggap mereka relatif “aman”. Yang ke-2 adalah p*dofilia aktif yaitu mereka yang secara aktif mencari relasi seksual dengan anak-anak. Kalau kelompok ini kita sudah sering melihatnya di TV atau berita-berita di internet. Meski demikian mereka cenderung menghindari kekerasan. Prinsipnya kalau si anak tidak mau melakukan suatu aktivitas seksual maka mereka tidak akan memaksa meski mereka tetap manipulatif. Mereka melakukan aktivitas seksual sejauh si anak menginginkannya. Yang ke-3 adalah child mollester alias pemerkosa anak. Kelompok ini tidak ada bedanya dengan pemerkosa orang dewasa. Mereka bisa jadi p*dofilia tapi bisa juga bukan. Yang membedakan mereka dengan p*dofilia adalah kalau mereka bisa melakukan kekerasan seksual terhadap anak mereka juga senang melakukannya terhadap orang dewasa sementara kalau p*dofilia biasanya tidak terlalu berminat melakukan hubungan seksual dengan orang dewasa. Child mollester cenderung menggunakan kekerasan sebagai alat utama kepada obyeknya. Pelaku meski didominasi laki-laki tetapi juga kadang dilakukan oleh perempuan sementara korban tidak melulu anak-anak perempuan tetapi juga anak-anak laki-laki. 


Apa sebenarnya penyebab seseorang menjadi p*dofilia:
1.       Genetik. Ada bagian dari otak manusia dimana bagian ini korslet yang menyebabkan kelakuan menyimpang. 
2.       P*rn*grafi anak. Ini juga bisa membuat seseorang lama kelamaan berubah orientasi s*ksualnya.
3.       Dorongan s*ksual yang tak tersalurkan misal karena belum menikah, ditinggal lama oleh istri bekerja di luar negeri, dll. Anak-anak merupakan individu yang mudah dimanipulasi jadi wajar jika anak sangat mudah menjadi korban.

Penanganan terhadap p*dofilia
Di Amerika ada semacam bantuan konseling yang disediakan jika seseorang merasa dirinya ada tanda-tanda atau gejala telah menjadi p*dofilia. Saya pikir itu sangat bagus sebagai upaya langkah preventif. Sudah saatnya Indonesia memiliki lembaga bantuan seperti ini dan yang terpenting kerahasiaan pasien dijamin sepenuhnya sehingga orang tidak malu jika terpaksa harus berkonsultasi atau mendapatkan terapi. Di Indonesia seharusnya sudah ada lembaga bantuan konseling seperti ini tanpa perlu menunggu korban berjatuhan lebih banyak. Sementara untuk pelaku yang sudah melakukan perbuatan melanggar hukum saya pikir selain memperberat hukuman untuk menimbulkan efek jera juga kastrasi kimia juga bisa jadi solusi. Akan tetapi kastrasi kimia ini pun harus dipertimbangkan dengan masak-masak karena bagaimana pun bisa menimbulkan efek negatif bagi tubuh pelaku.


Siapa para pelaku pelecehan seksual anak?
Dari survey sebagian besar pelaku pelecehan adalah orang-orang terdekat anak. Bisa jadi mereka masih ada hubungan kerabat, saudara, tetangga, teman, dll. Saya punya tetangga perempuan yang sebut aja bu G yang beberapa waktu bercerita sambil berbisik-bisik kepada saya. Dia punya kerabat lelaki namanya pak K. Mereka tinggal tidak berjauhan dan cukup akrab. Bu G ini memiliki anak perempuan bernama T yang usianya waktu itu masih sekitar 15-an. Karena akrab maka sudah biasa pak K ini bertandang ke rumah bu G meskipun bu G tidak ada di rumah (yang ada hanya anak-anaknya). Rupanya suatu hari rumah sepi yang ada hanya si T dan kemudian datanglah pak K. Si T sama sekali tidak curiga dengan kedatangan pak K karena pak K sudah biasa keluar masuk rumah bu G. Entah setan apa kemudian pak K ini lalu meremas-remas p*y*d*r* si T sampai si T menangis. Sewaktu bu G pulang kerja, si T bercerita tapi bu G tidak mau melaporkan masalah ini ke polisi (mungkin karena malu atau takut). Setahu saya pak K ini memang memiliki pekerjaan sambilan memberi les kepada anak-anak tiap sore gratis. Saya tidak tahu pasti apakah usaha lesnya ini sebenarnya hanya sebagai kedok untuk mencari korban.


Bahkan yang cukup mengerikan banyak pula para pelakunya yang berprofesi sebagai guru dan ulama. Dulu sekali ada seorang ustad di desa tersandung kasus pencabulan santrinya dan terpaksa mendekam di penjara. Anehnya ketika pak ustadz ini pulang dari penjara dia malah disambut dengan meriah bak pahlawan.

Jarang sekali pelaku pelecehan anak adalah orang asing yang tidak mereka kenal. Jadi sudah saatnya para orang tua mewaspadai pergaulan anak-anak mereka. Jangan pernah berpikiran para pelaku adalah orang-orang yang galak, berpenampilan lusuh, dll. Malah bisa jadi mereka orang-orang yang berpenampilan ramah, supel, necis, dan sudah pasti dengan mudah bisa bergaul dekat dengan anak-anak.

Teknik para pelaku untuk memanipulasi korban
Hal pertama yang dilakukan para pelaku untuk memikat korban adalah sudah pasti dengan iming-iming atau manipulasi. Entah itu mulai berupa makanan, uang, sampai ponsel. Bisa juga dengan memperlihatkan anak-anak video p*rn* karena kita tahu anak-anak memiliki sifat ingin tahu yang besar. Lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau pesantren termasuk tempat penitipin anak serta panti asuhan juga tak jarang menjadi kedok beberapa orang untuk mendapatkan korban. Perkembangan internet dengan medsosnya juga menjadi umpan para pelaku memperoleh korban-korbannya dengan jauh lebih mudah. Usai memanipulasi korban biasanya diikuti dengan ancaman supaya tidak menceritakan perbuatan pelaku. Pada beberapa pelaku bahkan ada yang sampai menghabisi nyawa korban supaya korban tutup mulut.


Tips mendidik anak menghindari dan saat menghadapi pelecehan s*ksual
1.       Ajarkan anak-anak untuk mengenal bagian tubuhnya yang termasuk wilayah pribadi. Mudahnya bagian tubuh yang tertutup baju renang adalah wilayah pribadi yang orang lain tidak boleh menyentuhnya tanpa ijin selain orang tua.
2.       Jalin komunikasi terbuka dengan anak. Ajarkan anak-anak untuk mau bercerita secara terbuka kepada orang tuanya terhadap kejadian yang baru saja mereka alami. Anak-anak sebenarnya bukanlah individu yang bisa menyimpan rahasia dengan baik karena mereka kadang belum bisa membedakan rahasia atau bukan seperti halnya orang dewasa. Kalau kita sebagai orang tua cukup terbuka dengan anak sebenarnya mudah saja untuk mengorek keterangan jika anak mengalami sesuatu atau ada kecurigaan tertentu (misal kesulitan buang air).
3.       Amati dengan teliti dengan siapa saja anak bergaul. Bergaul dalam hal ini bukan saja dengan teman-teman riilnya tapi lihat juga teman-teman virtualnya di medsos. Sudah saya sering melihat seorang anak terlihat kalem dan pendiam di rumahnya tapi di beranda FB-nya ternyata dia suka mengumpat dan mencaci maki orang serta kelakuan tidak terpuji lainnya.
4.       Jangan berikan smartphone kepada anak tanpa pengawasan penuh atau aktifkan child lock jika memang terpaksa anak harus menggunakannya. Untuk komputer bisa menggunakan DNS internet sehat. Meski tidak 100% aman tapi cara ini lebih baik daripada tidak pakai sama sekali. Banyak orang tua sekarang merasa anaknya ketinggalan jaman jika tidak memiliki smartphone. Saya sudah sering bertemu anak-anak perempuan SD dan SMP mengobrol tentang koleksi film b*k*p di ponsel mereka tanpa rasa malu di depan saya seolah-olah itu hal biasa.
5.       Ajarkan anak untuk mendapatkan bantuan atau pertolongan dari orang-orang sekitar jika mereka mengalami pelecehan s*ksual.

Dampak pelecehan s*ksual buat anak-anak:
1.       Trauma psikologis berupa rasa takut, malu, dan depresi. Banyak anak yang mengalami pelecehan s*ksual kemudian memilih untuk tidak melanjutkan sekolah karena malu.
2.       Trauma fisik. Kesakitan dan luka pada bagian tubuh atau organ s*ksual.
3.       Rasa malu yang diderita keluarganya.
4.       Resiko Penyakit menular seksual jika si pelaku memilikinya.
5.     Resiko kehamilan dini (pada anak-anak perempuan yang sudah memasuki pubertas).

Demikianlah tulisan super singkat saya tentang predator anak yang saya kumpulkan dari berbagai sumber. Sebenarnya ingin menulis lebih panjang lagi tetapi mungkin di lain waktu.

Sumber gambar: pamongreader

Kendala Budidaya Jamur Tiram Putih

Jamur Tiram Putih

1.  Lebih optimal dibudidayakan di dataran tinggi. Kebetulan lokasi budidaya saya di dataran rendah. Meski budidaya jamur tiram bisa dilakukan di dataran rendah, tetapi produktivitasnya juga rendah. Jadi kalau di dataran tinggi 1 baglog bisa menghasilkan produksi misal total 2 ons maka di dataran rendah hanya sekitar 1 ons. Di dataran rendah yang hawanya selalu hangat membuat masa pemunculan pinhead dari full miselium molor. Ini membuat siklus produksi jadi lebih lambat. Di dataran rendah hanya pada bulan-bulan dingin (Juli-Agustus) jamur bisa berproduksi dengan baik (lintang selatan). Meskipun demikian ada yang bilang jika jamur tiram dari dataran rendah memiliki kelembaban yang lebih rendah sehingga lebih tahan lama saat disimpan. Saya masih belum membuktikannya sendiri. 
2. Biaya produksi terus melambung. Contoh Sebelum tahun 2005 satu rit serbuk kayu total saya cuma harus mengeluarkan Rp 300 ribu sudah termasuk ongkos kirim, tenaga kerja yang mengangkut serbuk ke atas truk dan menurunkan, mewadahi serbuk, beli zak, dan termasuk serbuknya. Sekarang saya harus mengeluarkan Rp 1 juta per truknya. Begitu pula dengan plastik PP terus naik. Tiap kali saya beli harganya selalu tidak pernah sama alias naik terus menerus. Yang juga cukup mencekik adalah biaya tenaga kerja semakin tahun semakin mahal padahal kebutuhan tenaga kerja sangat besar dan mendominasi sebagian besar biaya total.
3.  Harga jual jamur relatif tidak terlalu banyak berubah. Awal usaha budidaya jamur dulu tahun 2002 saya bisa menjual Rp 8000/kg dan sekarang harga hanya menjadi Rp 11000/kg. Bandingkan dengan jamur merang yang sekarang sudah tembus Rp > 20 ribu/kg padahal awal tahun 2000-an harga kedua jamur itu kurang lebih sama. Kombinasi biaya produksi yang terus melambung dan harga jual yang rendah membuat margin laba terus terkoreksi.
4. Serangan ulat (sciarid) sangat intens. Penggunaan kumbung yang sama terus menerus tanpa henti untuk budidaya membuat serangan ulat sukar dikendalikan. Ulat ini bersembunyi di balik plastik baglog sehingga menyulitkan jika diaplikasikan pestisida. Ditambah dengan udara hangat sepanjang tahun (iklim tropis dataran rendah) membuat cepat berkembang biak sehingga populasinya meledak.
5. Daya tahan pasca panen jamur tiram rendah (perishable). Bahkan disimpan dalam pendingin pun tidak bisa bertahan lama. Ini menyulitkan untuk dikirim ke tempat yang jauh. Ditambah jamur tiram sangat rapuh. Tekanan atau guncangan sedikit saja akan membuat tubuh jamur terutama tudungnya mudah hancur. Adik saya yang tinggal di Surabaya sering mengeluh jika membeli jamur tiram lewat pedagang sayur keliling karena rasa dan aromanya jauh berbeda dibandingkan dengan langsung dipetik. Bahkan sebenarnya jamur yang sudah kadaluarsa sangat rawan mengandung bakteri yang bisa menyebabkan penyakit seperti diare. Jamur tiram juga tidak bisa dikeringkan seperti jamur kuping atau Shiitake karena begitu mengering maka tidak akan bisa kembali ke bentuk semula walaupun sudah direndam di dalam air hangat/panas. 
6.  Masih banyak masyarakat yang belum mengenal jamur tiram ini sampai sekarang jika dibandingkan dengan jamur merang. Bahkan masih ada sebagian yang menganggapnya beracun.
7. Menghasilkan spora sangat banyak. Spora ini pada orang tertentu bisa menimbulkan alergi berupa sesak napas atau batuk (terutama bagi pemetik jamur). Spora ini juga sering meninggalkan noda putih seperti debu pada kemasan jamur. Spora ini juga dapat menarik Sciarid untuk hinggap lalu menyerang. 
8. Terlalu banyak menghasilkan limbah plastik padahal limbah ini sukar terurai. Budidaya jamur tiram putih di satu sisi dapat mengatasi limbah kehutanan yang relatif lebih mudah diatasi namun di sisi lain justru menghasilkan limbah berbahaya dalam jumlah masif yaitu sampah plastik. Untuk sementara saya mengatasinya dengan membakarnya walaupun cara ini tidak benar sepenuhnya. Sebenarnya ada teknis budidaya lain dengan menggunakan sistem bed seperti jamur merang yang lebih sedikit mengkonsumsi plastik, sayangnya sangat rentan terkena serangan hama dan penyakit.
9. Mekanisme pasar yang aneh dan tidak adil. Jika di pasar tidak ada jamur karena pasokan seret atau pasokan normal-normal saja maka harga beli pedagang dari petani tetap tetapi jika pasokan jamur berlebih harga langsung merosot. Jika merosot harga bisa mencapai Rp 8000 saat ini bahkan bisa di bawahnya yang artinya sama saja dengan harga tahun 2000-an. Maklumlah jamur tiram bukan bahan makanan pokok seperti beras atau cabai.
10. Hampir semua petani jamur tiram memproduksi jamur hanya untuk dijual segar. Jarang ada yang berpikir untuk memberikan nilai tambah seperti dengan diolah menjadi makanan kecil. Padahal menjual jamur segar memiliki resiko tinggi karena daya tahannya yang sangat pendek dan cepat rusak.
11. Kebanyakan petani jamur tiram hanya berpikir jangka pendek. Mereka hanya memikirkan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek sementara dalam jangka panjang mereka sama sekali tidak memiliki visi yang baik. Mereka pasok pasar terus menerus dengan jamur segar
Jamur tiram siap petik
tiap hari. Mereka jual baglog dan bibit besar-besaran. Mereka terus menerus menarik pemain baru.  Yang jadi korban akhirnya para pemain baru ini. Sementara ada satu yang terlupa yaitu marketing. Membangun pasar tidaklah mudah. Butuh waktu panjang dan kerja keras. Marketing memiliki peranan yang tak kalah penting dengan produksi. Ketika pasar jamur segar runtuh maka berguguranlah satu per satu petani jamur tiram. Easy come easy go. Banyak pemain baru yang datang tapi banyak juga yang berguguran. Itulah yang saya amati selama ini. Saya tidak menampik jika masih banyak petani jamur yang "sukses" membudidayakannya dengan berhasil mengatasi sejumlah masalah-masalah di atas. Pelajarannya adalah meskipun banyak kendala menghadang tidak berarti tidak ada peluang sama sekali untuk meraih keberhasilan. Usaha budidaya jamur tiram milik saya juga masih berjalan hingga saat ini meskipun kapasitasnya hanya tinggal 25% (22 Mei 2017).

12. Boros energi. Energi ini berupa baik bahan bakar minyak ataupun gas terutama untuk proses sterilisasi.
13. Boros waktu apalagi jika semua pekerjaan masih dilakukan secara manual. Jika ingin membuat penggunaan waktu lebih efisien maka satu-satunya jalan hanyalah dengan mekanisasi penuh.
14. Semakin sulit mendapatkan serbuk kayu bermutu. Dulu mudah saja mendapatkan pasokan serbuk kayu karet dari PTP berapapun jumlah yang dibutuhkan tetapi seiring waktu pihak PTP malah menggunakannya untuk memupuk tanaman mereka sendiri (mungkin untuk menghemat biaya). Serbuk kayu karet lebih bagus dibandingkan sengon. Itulah sebabnya walaupun tak jauh dari rumah tersedia serbuk sengon melimpah saya tak pernah menggunakannya. Baglog yang terbuat dari serbuk sengon cepat gembos (paling banter 3 bulan). Bandingkan dengan baglog dari serbuk kayu karet yang bisa mencapai 5 bulan. Produktivitas baglog dari sengon relatif rendah padahal biaya produksinya tak jauh berbeda dengan serbuk kayu karet. Akhirnya saya pun terpaksa menggunakan serbuk kayu sengon dan jenis-jenis kayu lain yang kadang tak jelas asal usulnya.
15. Tidak betah kurang tidur terus menerus. Kalau masalah ini sifatnya kasuistik yang artinya bisa saja tidak berlaku buat semua orang. Sejak awal budidaya fokus pasar adalah pasar tradisional. Semua sudah tahu jika pasar tradisional mulai buka tengah malam dan biasanya pukul 7 atau 8 pagi sudah buyar. Dulu pengepul jamur saya biasa berangkat pukul 4 pagi sehingga pukul 3 saya sudah harus bangun memetik dan mengirimkan jamur. Kalau jamur banyak bahkan saya kadang harus bangun pukul 2. Usai mengirim jamur jelas sudah subuh dan tak mungkin tidur kembali. Awalnya sih kuat-kuat saja setiap hari kurang tidur tetapi lama kelamaan saya menyerah. Selama 13 tahun saya benar-benar kekurangan waktu tidur!! Itu juga yang akhirnya membuat saya jadi sering jatuh sakit. Apalagi belakangan ini pengepul saya semakin "gila" memajukan jadwal menjadi pukul 3 sehingga pukul 2 saya harus sudah bangun. Ini nanggung banget karena usai pukul 3 saya jadi susah tidur kembali sehingga defisit waktu tidur jadi semakin besar. Akhirnya saya lebih memilih berhenti mengusahakan jamur tiram ini.  
Saya memang tidak memetik malam atau sore sebelumnya karena jamur tiram ini cepat sekali turun kesegaran dan bobotnya. 

Sumber foto: pribadi


Thursday, February 18, 2016

Kendala Budidaya Jamur Merang

Jamur Merang
     Sebelum tahun 2005 bisa dibilang daerah saya termasuk penghasil jamur merang. Jumlah petaninya lumayan banyak hingga ada kelompok taninya. Di situ para anggota setiap sore datang menyerahkan hasil jamur mereka. Saya sendiri sempat membudidayakannya sekitar tahun 2000-2001 atau hampir 1 tahun. Perlahan-lahan dengan banyaknya kendala budidaya satu per satu petani mulai berguguran. Kira-kira 2 tahun yang lalu yang saya ketahui yang masih bertahan membudidayakan jamur merang tinggal 1 orang. Entah sekarang apakah masih bertahan atau sudah collaps seperti yang lainnya.  Kendala yang saya rasakan:
1.  Sulitnya mendapatkan bahan baku pada musim tertentu (biasanya awal musim hujan). Akibatnya produksi tersendat-sendat pada musim hujan. Apalagi jerami yang didapat biasanya masih hijau dan basah. Jerami yang masih hijau jika dipaksakan untuk dikompos akan menyebabkan banyak tumbuh jamur liar (mungkin karena masih tingginya kadar air). Supaya kering bisa dijemur dulu tapi kalau musim hujan yang hampir setiap hari turun hujan tentu akan sulit menjemur jerami.
2. Bahan baku jerami semakin mahal. Dulu 1 rit cuma Rp 90 ribu sudah termasuk jeraminya karena kala itu jerami gratis. Siapa saja boleh ambil di sawah. Sekarang jerami mesti beli. Saya tidak tahu persisnya harga 1 rit sekarang tapi saya prediksi bisa mencapai Rp 300 rb.
3. Kualitas bibit jamur yang tidak konsisten. Dulu bibit didatangkan dari Karawang (merek YK) atau Jogja (merek V*lva Indonesia) oleh sebuah agen di Sidoarjo. Dari Sidoarjo kemudian dibawa bagasi bis ke tempat saya. Pernah saat saya ambil bungkus bibit yang saya pegang terasa panas sekali. Mungkin karena terpapar panas dalam bagasi bus cukup lama. Dari Surabaya ke tempat saya bisa memakan waktu 5 jam menggunakan bus jadi logikanya sudah 5 jam bibit terpapar oleh suhu tinggi. Saya tidak tahu apakah ini akan mempengaruhi kualitas bibit atau tidak tapi kenyataannya bibit yang saya tanam tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Begitu bibit ditebar kadang miselium muncul dengan baik kadang tumbuh sedikit bahkan kadang juga tidak mau tumbuh sama sekali. Bahkan pernah terjadi miselium dalam 1 kumbung tumbuh dengan baik dan cuma ada 1 buah jamur yang keluar.
4. BER (Biological Efficiency Ratio) jamur merang rendah. Dari buku Stamets “Growing Gourmet and Medicinal Mushroom” saya mendapatkan angka 20 untuk BER merang. Jadi kalau kita punya 1 ton substrat kering maka maksimal hasil jamur yang bisa didapat hanya 200 kg jamur basah padahal 1 rit jerami yang bisa iangkut truk colt diesel hanya berbobot kering sekitar 500 kg kering. Bandingkan dengan jamur tiram putih yang bisa mencapai BER 100 (di luar negeri bisa mencapai
Kondisi dalam kumbung 
BER segitu). BER jamur merang sebesar 20 jika dibudidayakan di media jerami. Mungkin jika dibudidayakan pada limbah kapas atau limbah aren BER jamur merang bisa meningkat.
5. Labor intensive. Butuh tenaga ekstra banyak dan kuat terutama saat mengangkut kompos ke dalam kumbung dan menatanya di atas rak. Tidak bisa menggunakan tenaga perempuan saat proses ini. Pernah ibu saya membantu mengangkut kompos dan perutnya langsung kram
6. Hama gurem. Biasanya saat mulai panen saat itu pula gurem mulai menyerang baik jamurnya maupun pemetiknya. Gurem ini menimbulkan gatal-gatal di sekujur badan. Mereka suka bersembunyi di sela-sela lipatan baju. Sebagian petani jamur menggunakan insektisida untuk memberantasnya tetapi menyebabkan jamur sangat beresiko tercemar.
7. Pencemaran lingkungan baik gas maupun limbah cair. Gas yang keluar saat pengomposan berbau busuk bisa mengganggu tetangga. Begitu juga sumur-sumur penduduk di sekitar proses pengomposan biasanya ikut berwarna cokelat terkena rembesan limbah pengomposan jerami. Kalau pakaian terkena noda coklat itu susah dibersihkan. Timbunan kompos sisa budidaya juga menimbulkan pemandangan tidak sedap.
8. Timing pemetikan harus pas. Telat sedikit jamur akan mekar dan mengakibatkan turunnya harga jual serta daya tahan pasca panen. Rasa dan aroma jamur yang masih belum mekar lebih enak
9. Tubuh buah tidak tahan perubahan cuaca ekstrim. Pernah suatu hari ketika itu siang sangat cerah panas mendadak sorenya mendung tebal dan kemudian turun hujan deras ditambah angin sangat dingin. Tubuh buah jamur yang ada langsung mengempis dan esoknya membusuk padahal
Limbah budidaya jamur merang
kumbung sudah saya kasih lampu 100 watt.
10. Jerami merang sangat bulky. Kalau disimpan memakan ruang yang cukup banyak. Bagi yang space-nya pas-pasan akan menyulitkan untuk menyimpan jerami banyak-banyak (misal untuk stok pada musim hujan).
11. Media rawan serangan jamur upas yang susah dikendalikan. Jika terserang jamur ini maka kompos akan membusuk dengan cepat dan produktivitas jamur merang pun akan menurun tajam.
12. Pada bulan-bulan tertentu (biasanya bulan sejuk) sulit menghasilkan jamur putih bersih (strain putih). Jamur yang dihasilkan cenderung berwarna gelap dan akibatnya sering dikomplen pembeli atau pedagang.
     Meskipun tidak ada kaitan sama sekali dengan budidaya jamur merang tetapi jamur merang ini katanya bisa menyebabkan penyakit asam urat kumat bagi penderitanya.

Foto: wikimedia + pribadi




Tuesday, February 16, 2016

Pengalaman Masa Kecil Saat Gerhana Matahari Total (GMT)


     Beberapa hari lalu di suatu siang ada tweet dari istri saya jika ada perlombaan menulis artikel tentang gerhana matahari. Sejenak ingatan saya melayang beberapa puluh tahun silam. Saat itu tepatnya tahun 1983 ketika saya masih kelas 1 SD atau berumur sekitar 7 tahun. Saat itulah saya merasakan dan mengalami sendiri bagaimana situasi saat terjadi gerhana matahari total. Kalau saat ini kebetulan untuk wilayah saya tidak termasuk cakupan gerhana matahari total sehingga terbersit keinginan untuk mengulang kembali kenangan beberapa puluh tahun silam dengan melihat kembali berlangsungnya gerhana matahari total di wilayah-wilayah Indonesia yang bakalan mengalaminya nanti. Mungkin tidak secara langsung dengan mata kepala mengingat jaraknya yang cukup jauh dengan tempat tinggal saya sekarang tapi semoga ada stasiun TV yang menayangkannya LIVE nanti.

     Jauh-jauh hari sebelum hari H berlangsungnya GMT (gerhana matahari total) tahun 1983 saya dan orang-orang di sekitar saya termasuk orng tua saya sudah heboh menyambut dan membahas GMT itu. Topik yang paling utama adalah hampir semua orang termasuk saya penasaran sekaligus takut dengan GMT. Biangnya adalah hampir setiap malam saat menonton TVRI di pesawat TV (masih pakai accu) tetangga selalu ada pesan-pesan peringatan supaya tidak menatap GMT langsung dengan mata telanjang. Alasannya bisa menyebabkan kebutaan. Hehehe siapa orangnya yang mau menjadi buta? Apalagi kalau tidak salah saat itu ada gambar ilustrasi orang yang menjadi buta karena melihat langsung GMT. Sebagai anak kecil semakin takut saja saya.

     Hari H GMT pagi-pagi ibu saya bangun lebih pagi dari biasanya kemudian sibuk memasak di dapur. Tidak seperti biasanya ibu saya memasak kuah telur rebus dengan santan. Saya tanya ke ibu buat apa masakan itu (karena bagi keluarga kami sayur kuah telur itu termasuk istimewa yang jarang dihidangkan)? Ibu cuma menjawab singkat untuk bekal makan saat terjadi GMT nanti. Rupanya momen GMT ini dianggap sebagai momen istimewa juga bagi ibu saya sampai-sampai dibuatkan masakan yang istimewa seolah ini hari yang istimewa pula. Pagi sekitar pukul 6 cuaca cerah dan matahari bersinar terang seperti biasanya. Saya dan adik saya disuruh ibu ke warung sebelah untuk membeli kerupuk. Kami berangkat ke warung cepat-cepat seolah-olah takut terperangkap GMT. Pulang dari warung dengan setengah berlari kami menyusuri tepi sungai dan kami bermain-main sebentar di sekeliling rumah. Pukul 7 meski suasana masih terang tapi ibu saya sudah memanggil kami berdua untuk masuk rumah. Kemudian semua jendela ditutup rapat dan pintu dikunci. Tak lama kemudian tetangga depan rumah (3 orang) datang mengetuk pintu. Mereka meminta ijin menginap selama GMT. Rumah mereka memang masih gedek sementara rumah saya sudah gedung. Mereka takut kalau sinar GMT akan menerobos celah-celah dinding gedek mereka dan menyebabkan mereka buta. Mereka juga membawa bantal, tikar, dan selimut. Mereka kemudian menggelar tikar di ruang tamu.

     Waktu terus berjalan dan memang tidak seperti biasanya hari yang semula terang perlahan mulai meredup seperti ada mendung tebal. Mula-mula saya tinggal di dalam kamar tidur yang gelap (belum ada PLN kala itu). Di situ saya cuma berdiam diri sementara para tetangga di ruang tamu asyik berbincang-bincang sambil menyalakan radio. Mereka sepertinya sedang memantau siaran langsung GMT lewat RRI. Lama -kelamaan saya meski masih agak takut tapi rasa penasaran akhirnya mengalahkannya juga. Saya kemudian keluar kamar dan ikut bergabung bersama para tetangga. Saya coba mengintip keluar lewat celah-celah jendela rumah yang terbuat dari gedek. Di luar benar-benar gelap gulita laksana malam. Hanya bayangan remang-remang pohon jeruk Bali dan kelapa Gading di depan rumah. Bahkan suara jangkrik pun terdengar nyaring. Di luar suasana sangat sunyi mencekam. Tidak tampak satu orang pun berjalan-jalan atau naik kendaraan. Persis seperti desa mati. Tak lama kemudian salah satu tetangga rupanya merasa penasaran sehingga dia ingin menyaksikan langsung secara visual proses GMT lewat TV. Dia mengambil tikar kemudian mengurungkannya di atas kepala. Dia membuka pintu kemudian bayangannya hilang ditelan kegelapan. Rasanya waktu berjalan sangat lambat seolah tidak akan berakhir momen GMT ini. Saya sendiri bolak-balik berjalan dari ruang tamu ke kamar.

     Perlahan hari yang gelap menjadi terang. Sekitar pukul 10 saya baru diperbolehkan keluar rumah. Di luar matahari bersinar terang seperti biasanya. Sesekali saya menatap matahari sambil mengamati kok tidak ada yang berubah ya? Hehe namanya juga anak kecil masih belum tahu banyak bagaimana sebenarnya proses GMT itu terjadi. Para tetangga dan kerabat juga sibuk memperbincangkan momen GMT yang baru saja terjadi. Bagi yang memperoleh kesempatan menonton GMT langsung via TV mereka kagum bagaimana ketika matahari yang bersinar terang kemudian berubah menjadi bola hitam seolah-olah matahari mati.

     Barulah saat kelas 5 SD saya mengetahui dari bapak guru di sekolah bagaimana sebenarnya GMT itu. Ternyata itu proses alamiah dan sama sekali tidak perlu ditakuti secara berlebihan. Itu mungkin paradigma masyarakat dulu yang tentu saja sangat berbeda dengan sekarang dimana sekarang GMT malah bisa dijadikan obyek wisata. Bahkan saat saya SMA baik gerhana matahari ataupun bulan masih dianggap sebagai peristiwa sakral. Kalau malam terjadi gerhana bulan para tetangga langsung spontan keluar rumah memukul apa saja untuk membuat suara gaduh. Konon katanya agar raksasa yang memakan bulan bisa segera pergi. Beberapa waktu kemudian ternyata gerhana adalah sebuah proses alam yang indah ketika ada video yang menayangkannya dari awal hingga akhir. Saya benar-benar bersyukur bahwa saya masih diberi kesempatan untuk mengalami langsung momen GMT tahun 1983 yang bagi saya momen yang sangat langka yang tidak setiap orang bisa mengalaminya. Beruntunglah generasi tahun 80 atau 70-an yang mengalaminya langsung. Bagi yang belum pernah melihat dan mengalaminya langsung semoga anda mendapatkan kesempatan itu tahun ini. Amin.
   

Update: 19 September 2018
Kalau di jaman sekarang baik gerhana matahari atau bulan bukanlah sesuatu yang istimewa banget. Artinya walaupun ada gerhana apapun orang-orang tetap beraktivitas seperti biasa. Hanya kadang diadakan shalat gerhana di masjid dan itu juga pesertanya tidak banyak.