Saya tertarik
membuat tulisan ini setelah beberapa waktu belakangan ini para tetangga dan
kerabat marak menjadi TKW. Tekanan ekonomi memang luar biasa sekarang ini. Kalau
hanya mengandalkan upah yang cuma berdasarkan UMR akan sulit sejahtera. Mau berusaha
sendiri juga membutuhkan banyak modal sementara mendapatkan modal juga bukan
perkara ringan karena bagaimana pun si kreditur juga harus memiliki agunan. Apakah
bisa seseorang tiba-tiba datang ke bank tanpa membawa agunan akan diberikan
pinjaman begitu saja? Bagi kreditor baru seandainya diberikan pinjaman juga
nilainya sangat kecil. Bank tak mau mengambil resiko memberikan pinjaman kepada
kreditor yang belum diketahui reputasinya sama sekali. Selain itu biaya adm ini
itu saat meminjam juga tidak kecil. biaya-biaya seperti materai, provisi, pendaftaran
BPJS-TK, pembukaan rekening baru, dll bisa membuat dana yang diterima oleh si
penerima kredit akan tergerus. Selain itu bunga kredit juga tidak kecil. bagi
orang yang sama sekali tidak memiliki aset apapun yang bisa dijadikan agunan
tentu akan sangat sulit mendapatkan kredit dari bank.
Yup akhirnya
satu-satunya jalan pintas termudah adalah menjadi TKW atau TKI. Alasannya:
1. Tidak memerlukan pendidikan tinggi. Cukup tamat SMP. Contoh saja untuk ke
Korea Selatan cukup tamat SMP. Masih tidak punya ijazah SMP? Bisa beli kok apalagi
ijazah SMP ini relatif lebih murah dibandingkan ijazah sarjana. Ini juga yang
membuat banyak anak-anak perempuan di daerah saya banyak yang memilih untuk
tidak meneruskan ke jenjang SMA. Buat apa bersekolah SMA yang bikin pusing dan
menghabiskan banyak duit kalau dengan ijazah SMP saja mereka sudah bisa meraih
banyak duit?
2. Proses
cepat. Pendidikan di penampungan pun juga hanya memakan waktu paling lama 4 bulan. Bahkan bagi yang sudah pernah menjadi TKI atau TKW tidak perlu melalui
proses ini. Setelah mereka pulang ke Indonesia dalam tempo 1-2 bulan mereka
sudah bisa berangkat lagi. Dalam setahun sudah bisa membeli semua yang diinginkan. Ini anak tetangga baru bekerja 3 bulan di Taiwan dengan sistem potong gaji sudah bisa kirim banyak uang.
3. Biaya
bisa diatur. Kalau tidak ada biaya sama sekali bisa menggunakan sistem potong
gaji. Memang tidak semua lowongan pekerjaan bisa menggunakan sistem ini.
Biasanya ini berlaku untuk caregiver di Taiwan.
Terus apa
dong penyebab seseorang memilih untuk menjadi TKW/TKI:
1. Tekanan ekonomi keluarga. Contohnya saja
mayoritas masyarakat di daerah saya berprofesi sebagai petani. Sudah bukan
rahasia lagi jika bertani semakin lama semakin sulit. Biangnya apalagi jika
bukan musim yang semakin tidak menentu yang membuat gagal panen. Musim hujan
sama sekali tidak ada hujan sementara kemarau malah hujan terus menerus. Tanaman
padi yang seharusnya mendapatkan banyak air malah kekeringan sedangkan tanaman
palawija busuk terkena hujan deras. Walhasil bangkrut deh dan hutang menumpuk.
2. Gaya hidup dan gengsi. Terkadang bukan masalah
ekonomi yang menjadi dasar seseorang memilih menjalani profesi sebagai TKW/TKI.
Saudara istri saya di Banyuwangi bisa dibilang hidup lebih dari cukup. Sawah luas,
rumah bagus, dan kendaraan juga bagus tetapi mungkin karena masih merasa kurang
puas dengan apa yang dimiliki maka si kepala keluarga rela meninggalkan istri
dan anak-anaknya untuk bekerja di Jepang. Begitu juga saudara istri saya yang
lain sebut saja mbak SO saya anggap kehidupan mereka secara ekonomi tidak ada
masalah tetapi entah juga kenapa mbak SO 2 tahun lalu nekad meninggalkan anak
dan suaminya untuk bekerja di Taiwan. Akhirnya yang terjadi seumur hidup ada
TKW/TKI yang menghabiskan hidupnya di LN. Sebut saja tetangga saya mbah TY. Saya
sebut mbah karena memang sudah sepuh sekali. Mbah TY ini sejak saya masih orok
sudah menjadi TKW di negeri jiran. Belum tentu setahun sekali pulang ke
Indonesia. Kalau pulang juga paling lama cuma sebulan habis itu balik lagi ke
Malaysia. Karena jarangnya pulang ke Indonesia saya sampai berpikir mbah TY itu
sudah bukan lagi WNI tetapi mungkin sudah menjadi WN Malaysia. Rumah megah telah
yang dibangun oleh mbah TY pun ditempati oleh anaknya. Saya kadang agak heran
apa yang sebenarnya dicari oleh mbah TY ini? Semuanya sudah dimilikinya olehnya
tetapi kenapa masih terus menjadi TKW tanpa henti di Malaysia? Mau sampai
kapan?
Ada sebuah kisah yang cukup lucu namun tragis juga. Ada seorang TKW di Taiwan yang saat bekerja di Taiwan sering sekali pos gaya hidup selama tinggal di Taiwan yang menurut ukuran orang-orang di desa tentu saja wow ruarbiazah. Semua barang-barang lux dibelinya. Hidup bak kaum jetset tetapi begitu kembali ke kampung halaman pos-pos dia di FB berubah 180 derajat. Barang-barang lux yang telah dibelinya selama di Taiwan dijualnya satu per satu dengan harga murah sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga ludes tandas. Sungguh ironis.
Ada sebuah kisah yang cukup lucu namun tragis juga. Ada seorang TKW di Taiwan yang saat bekerja di Taiwan sering sekali pos gaya hidup selama tinggal di Taiwan yang menurut ukuran orang-orang di desa tentu saja wow ruarbiazah. Semua barang-barang lux dibelinya. Hidup bak kaum jetset tetapi begitu kembali ke kampung halaman pos-pos dia di FB berubah 180 derajat. Barang-barang lux yang telah dibelinya selama di Taiwan dijualnya satu per satu dengan harga murah sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga ludes tandas. Sungguh ironis.
Lantas siapa yang dikorbankan jika seseorang menjadi TKW/TKI?
1. Anak untuk yang sudah berkeluarga. Membicarakan
TKW/TKI memang tidak ada habis-habisnya. Ada tetangga mbak HR kalau tidak salah
sudah 30 tahun menjadi TKW di Malaysia sama sekali tidak pernah pulang dan
tidak ada kabarnya. Dia baru muncul sekitar 2 tahun lalu dengan mendatangi
putra satu-satunya yang akan menikah. Bagaimana bisa seorang ibu meninggalkan
anak satu-satunya saat masih kecil selama berpuluh tahun tanpa memberi kabar
apapun? Depan rumah mertua saya juga ada mbak AN malah meninggalkan putrinya
yang masih berusia 3 bulan untuk bekerja di Taiwan. Putrinya ini akhirnya
dirawat oleh bapaknya tetapi masalahnya bapaknya terlalu sibuk sehingga kurang
terawat. Pakaian dan badannya sering terlihat kotor tak terawat. Yang menyedihkan
adalah kemampuan sosial dan verbalnya sangat minim maklum pendidikan dari
bapaknya kurang sekali. Dibandingkan anak-anak yang usianya jauh di bawahnya tampak
kurang berkembang. Ada pula kisah si PT anak ibu EK. PT ini adalah hasil
hubungan gelap EK dengan kekasih gelapnya seorang pria berkebangsaan India di
Malaysia. Di sini PT tinggal bersama neneknya seorang janda MJ karena ibunya
balik lagi kerja di Malaysia dan jarang sekali pulang. Mungkin karena kurangnya
figur orang tua dalam kehidupannya maka PT ini menjadi anak liar dan bengal. Suka
sekali mencuri bahkan modem saya pernah dicurinya. Sampai-sampai saya datangkan
pak RW, pamannya, dan guru sekolahnya untuk bermusyawarah tetapi dia tidak mau
mengaku sama sekali padahal semua bukti dan saksi sudah mengarah ke dia. Persis
seperti kasus Jesica vs Mira meski semua bukti sudah mengarah ke seorang pelaku
tetapi masih juga pelaku sulit ditangkap. Si PT ini begitu tenang dan dingin menghadapi
semua orang dewasa di sekelilingnya persis seperti Jesica. Padahal normalnya kalau
seandainya saya masih anak-anak seumuran dia dulu pasti sudah ketakutan
setengah mati disidang kayak PT dengan banyak orang dewasa terlepas entah saya
bersalah atau tidak. Kadang saya heran
dengan si PT ini meski badan wadaknya masih anak-anak tetapi catatan
kriminalnya bisa dibilang cukup panjang padahal perilaku kriminal kan
selayaknya cuma dilakukan orang dewasa? Pernah juga dia mencuri uang jutaan
rupiah di rumah tetangganya. Waktu itu tetangganya datang ke rumah saya curhat
jika dia barusan kehilangan uang setelah PT bermain ke rumahnya. Pernah juga
dia mencuri uang pamannya sendiri. Pamannya sendiri mengakui kalau tidak bisa
mengendalikan PT tetapi saya melihat kalau sebenarnya pamannya ini juga “setengah”
melindungi PT akan perbuatan-perbuatan kriminalnya. Mungkin karena kasihan dengan PT yang tidak diasuh oleh orang tuanya sendiri hingga sekarang.
2. Pasangan hidup. Sudah bukan rahasia
lagi jika suami atau istri yang ditinggalkan akan mudah berbuat serong. Yang namanya
hidup bukan hanya melulu tentang uang. Manusia juga memerlukan kehangatan cinta
kasih yang takkan bisa digantikan oleh uang. Tak jarang seorang TKW ketika
pulang membawa seorang bayi atau anak dari hubungan gelap selama di negeri
orang. Sering pula ketika pulang seorang istri mendapati suaminya sudah menikah
lagi tanpa setahu si TKW.
Masalah TKW/TKI. Masalah yang dialami TKW/TKI
biasanya terjadi bukan saat masih bekerja di LN tetapi ketika sudah kembali ke
kampung halamannya. Ya ketika mereka kembali ke tanah air mereka mendapati
bahwa semuanya masih “sama” dalam artian mereka masih menghadapi masalah yang
sama dengan dulu saat meninggalkan Indonesia yaitu tidak mampu survive. Ketika kembali
ke kampung mereka cuma menghabiskan hari-hari tanpa tujuan. Mau bekerja di sini
mereka tidak punya skill dan skill yang mereka dapat di negara lain tidak bisa
digunakan di sini dan kalaupun bisa digunakan bayaran yang mereka akan terima
ibarat bumi dengan langit. Bekerja sebagai caregiver di Taiwan sebulan kini
seorang TKW bisa mengantongi uang bersih 7 jutaan rupiah karena untuk biaya hidup
sudah ditanggung 100% oleh majikan. Saya tidak tahu berapa biaya hidup di sana sekarang tetapi saya asumsikan saja sekitar 5 jutaan/bulan. Jadi sebenarnya seorang caregiver di
Taiwan memiliki gaji sekitar 12 juta/bulan. Pekerjaan apa di Indonesia yang
cuma dengan tamat SMP bisa dibayar segitu sekarang ini? Tentu susah sekali
mendapatkannya. Padahal tetangga saya seorang manajer lulusan S1 sebuah pabrik
minyak goreng sawit yang cukup ternama di Kalsel gajinya hanya Rp 15 juta/bulan.
Sementara dia sudah mengabdi hampir 20 tahunan di perusahaan itu. Betapa jomplangnya
bukan? Tetapi itulah sebuah realitas.
Akhirnya si TKW cuma bisa MANTAB alias makan tabungan yang lama kelamaan sudah
pasti habis dan ini bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman. Akibatnya banyak
TKW yang kemudian tidak kerasan berlama-lama tinggal di kampung dan lebih
memilih berangkat lagi menjadi TKW. Siklus ini akan terus menerus berulang
seperti yang dialami oleh mbah TY itu. Ada juga yang mencoba menjadi pengusaha tetapi mereka pikir untuk sukses itu
cukup dengan modal besar saja dan ternyata itu salah. Ada seorang kenalan teman
yang bekerja di Korea yang kemudian bisa mendulang uang milyaran rupiah. Merasa
punya modal gede langsung mendirikan sebuah toko alat tulis dan fotocopy. Tokonya
gede dan berada di kawasan startegis tetapi yang namanya usaha tidak cukup
modal gede. Saya melihat sih tokonya bagus dan barang yang dijualnya lengkap tetapi
sayang pelayanannya kurang bagus. Entah kenapa mesin fotococpynya seringkali
ngadat dan pegawainya lelet banget kerjanya. Lama-kelamaan tokonya sepi dan
lebih sering tutup sampai akhirnya bulan kemarin saya melihat tokonya sudah berpindah tangan menjadi warung nasi. Saya
juga punya sobat kental yang memiliki toko alat tulis semacam itu. Waktu pulang
dari kerja di LN beh luar biasa banyak uangnya seolah takkan pernah habis 7
turunan. Akan tetapi sejak tokonya berdiri banyak sekali keluhan darinya
tentang bisnis toko alat tulis seperti pegawai yang tidak setia, biaya-biaya
yang terus membengkak, margin yang semakin menipis, pajak yang gila, dll. Saya melihat usahanya
itu sekarang seperti kerakap tumbuh di batu. Lagi-lagi saya cuma bisa menarik
kesimpulan jika modal gede hanyalah merupakan salah satu poin saja untuk
berhasil secara finansial. Jika memang seorang TKW atau TKI ingin sukses saat kembali ke tanah airnya maka
tidak cukup dengan mengandalkan modal besar belaka. Skill, manajemen, dan kerja
keras juga tak kalah pentingnya. Kalau seorang TKW atau TKI melihat semuanya itu terlalu sulit atau
susah dan tidak ada kesungguhan maka jangan kaget jika mereka kemudian memilih untuk balik lagi ke LN
karena di sana mereka lebih mudah mendapatkan uang. Akan tetapi mau sampai
kapan??