Tuesday, November 20, 2018

Kelakuan Buruk Para Pengguna Jalan Di Indonesia (II)

Melanggar garis zebra cross (emak-emakkah?)

1.  Tidak mempedulikan kelas jalan. Suatu pagi saat sedang joging mendadak di belakang ada suara klakson keras. Saya pikir itu suara klakson penjual tahu karena biasanya memang seperti itu suaranya. Oleh karena itu saya asyik-asyik saja terus joging sampai kemudian saya merasa jika suara klakson itu mulai mengganggu saya. Saya pun menoleh dan jreng jreng sebuah bus sudah berada beberapa meter di belakang. Saya pun cepat-cepat melompat keluar jalan dan berdiri mepet pagar. Heran jalan sesempit itu kok bisa dilewati bus? Benar di depan ada pertigaan dan bus ini kesulitan belok karena memang jalannya terlampau sempit buat badan bus yang besar. Apa pengemudi bus itu tidak tahu kelas jalankah? Pernah juga dulu saat pulang wisata Wali 9 hari sudah malam bus yang saya tumpangi nekad melewati jalan yang sangat sempit padahal jalan masih ramai. Kalau berpapasan dengan motor maka si motor masih bisa keluar jalan dan mepet pagar tetapi kalau mobil maka terpaksa harus mundur dan belok di halaman rumah orang. Benar-benar tidak tahu aturan pengemudi semacam ini dan sialnya pengemudi seperti ini banyak sekali. Udah tahu jalan sempit masih saja memaksakan diri. Kalau diingatkan mereka sudah pasti tidak terima dan marah tetapi kenyataannya mereka sudah melanggar aturan lalu lintas.
2. Tidak menghormati pejalan kaki dan pesepeda. Nasib kedua pengguna jalan ini memang sangat tragis di negara ini. Sebenarnya pejalan kaki sudah disediakan trotoar tetapi toh tidak bisa digunakan karena trotoar sudah penuh pedagang kaki lima atau bahkan buat tempat parkir. Atau trotoar dalam kondisi yang tidak layak seperti banyak lubang atau material bangunan. Akhirnya mereka jalan di jalan raya sehingga rawan terserempet kendaraan plus bikin kemacetan makin parah. Setali tiga uang pesepeda juga sudah disediakan lajur sepeda tetapi kenyataannya saya melihat lebih sering digunakan sebagai lahan parkir. Kalau di luar negeri pejalan kaki dan pesepeda sangat dihormati tetapi di negara kita nasibnya justru sebaliknya. Ya mungkin ini karena pandangan sebagian masyarakat kita bahwa orang yang memakai sepeda adalah orang miskin. Memakai sepeda juga
Trotoar berubah menjadi lahan parkir
tidak bergengsi. Akan tetapi anehnya orang-orang Jepang, RRC, dan Belanda gemar memakai sepeda. Kalau begitu negara-negara itu termasuk negara miskin? Pernah dulu ada seorang kenalan yang mengatakan jika orang yang naik sepeda sama sekali tidak ada harganya. Wah, ternyata orang naik sepeda saja sudah dianggap sedemikian parahnya di republik ini. Saya juga lebih suka naik sepeda kemana-mana dan pernah suatu malam saat menghadiri sebuah acara selamatan, orang-orang yang hadir berkata dengan nada setengah sinis kepada saya yang telah naik sepeda. Saya cuma bisa tertawa saja melihat mereka yang diskriminatif.  Saya jelaskan juga mereka enggak bakalan mengerti, kalau saya biarkan saja mereka juga bakalan sinis terus tetapi saya lebih suka membiarkannya saja. Emang gue pikirin? 
3. Tidak menyalakan lampu di malam hari. Ini banyak sebab entah karena memang tidak mau menyalakan, lampu mati, atau tidak ada lampunya. Tidak menyalakan lampu di malam hari akan membuat kendaraan susah dilihat sehingga rawan tertabrak dan juga sudah pasti gampang menabrak. Saya heran dengan orang yang tidak mau menyalakan lampu di malam hari ini, apakah mata mereka sudah setajam mata kucing hingga tidak butuh lampu? Yang lebih unik lagi adalah biasanya yang tidak mau menyalakan lampu di malam hari ini adalah anak-anak muda plus mengebut di jalan raya. Apakah mereka sudah bosan hidup ya? Pernah suatu pagi saat sedang joging dan masih gelap saya hampir tertabrak. Dari arah belakang muncul suara motor tanpa lampu menyala, saya tahu jika saya terus berada di atas jalan maka saya akan tertabrak. Oleh karena itu cepat-cepat saya keluar jalan dan mungkin dalam jarak hanya 2 m si pengendara baru bisa melihat saya. Rupanya dia kaget dan banting setir ke kanan. 
4. Melawan arus. Ini budaya berlalu lintas yang sudah sangat-sangat umum. Aturan dasar pembagian jalur kanan dan kiri saja para pengguna jalan kita banyak yang tidak menaatinya. Banyak yang dengan sangat nyamannya naik di jalur kanan alias melawan arus. Susah benar menghadapi si pelawan arus ini, kalau kita terus maka kita akan menabrak tetapi kalau diam atau berhenti sudah pasti akan ditabrak. Mungkin dikiranya negara kita adalah Amrik dimana orang naik memang berada di jalur kanan?
5. Berjalan lambat di tengah. Pernah suatu waktu saya melihat ada pengendara motor naik pelan sekali di tengah jalan. Di belakangnya ada truk yang mau mencoba menyalipnya tetapi tidak bisa. Truk mencoba mengklakson berulang-ulang dan tidak dipedulikan. Apakah sekarang perlu dibalik saja, jalur cepat di kiri lalu jalur lambat di tengah? Perilaku mengemudi lambat di tengah akan menyebabkan kemacetan parah. 
6. Menerobos lampu merah. Biasanya ini saat lampu sudah menyala kuning tetapi tidak mau lekas berhenti namun malah mengebut atau memang dengan sengaja menerobos lampu yang sudah berwarna merah. Aksi ini sangat berbahaya padahal sebenarnya berhenti sebentar di area lampu lalu lintas juga tidak akan rugi-rugi amat.
7. Belok kiri harus selalu jalan terus. 
UU No. 22 tahun 2009 pasal 112 ayat 3. Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas. Sering sekali saya berhenti di sebelah kiri saat lampu lalu lintas menyala merah yang belakang sudah membunyikan klakson gak karuan memaksa lewat (+ marah-marah lagi). Padahal sama sekali tidak ada tanda yang memperbolehkan belok kiri jalan terus.  

8, Mematikan atau tidak mau menyalakan lampu motor di siang hari. Kalau motor-motor model lama memang masih bisa dihidupmatikan lampunya tetapi motor-motor terbaru sudah tidak bisa. Jadi begitu start mesin maka otomatis lampu akan menyala. Rupa-rupanya masih banyak orang yang menganggap menyalakan lampu di siang itu tidak ada manfaatnya sama sekali bagi motor dan malah hanya akan membuat bohlam cepat rusak. Padahal dengan menyalakan lampu angka kecelakaan bisa dikurangi karena tujuan utama menyalakan lampu motor adalah supaya mudah terlihat oleh pengendara kendaraan yang lebih besar. Gerakan motor sangat lincah sehingga sering tidak terantisipasi dan terlihat oleh pengendara mobil misalnya. Kecelakaan motor kadang disebabkan mereka tidak terlihat oleh pengendara mobil. Akan tetapi tampaknya orang-orang tidak kurang akal, mereka datang ke bengkel dan memberikan saklar baru sehingga lampu motor akhirnya bisa dihidupmatikan.
9. Tidak memasang spion atau hanya satu spion pada motor. Spion sangat penting untuk melihat situasi jalan di samping dan belakang. Jika tidak ada spion maka pengendara bisa terserempet atau tertabrak jika pindah jalur mendadak karena tidak bisa melihat kendaraan di belakang. Kalau cuma satu spion kan cukup? Tidak juga karena semua pengguna jalan harus bertanggung jawab penuh 360 derajat yang berarti tidak cuma di depan dan belakang tetapi juga di kanan dan kiri sehingga pemakaian spion ganda akan meningkatkan akurasi pandangan mata. Coba deh kalau salah satu mata kita pejamkan dan cuma bisa melihat dengan satu mata yang terbuka saja pasti tidak akan seakurat jika kedua mata terbuka.  
10. Mengebut atau tidak memberi kesempatan di ZOS (Zona Sekolah). ZOS atau Zona Sekolah adalah jalan di depan sekolah yang biasanya ditandai dengan aspal yang dicat merah. Di sinilah para siswa biasanya menyeberang. ZOS akan ramai saat siswa sedang pulang atau berangkat sekolah. Sudah seharusnya kendaraan yang lewat ZOS ini memperlambat laju atau berhenti jika ada siswa yang akan atau sedang menyeberang. Beberapa hari lalu ketika melewati ZOS ini ada sebuah mobil pickup putih di belakang saya dari arah utara. Begitu memasuki ZOS ada sejumlah siswa SMU yang akan menyebarang dari arah barat. Nih mobil bukannya memperlambat malah membunyikan klakson berulang ulang nan provokatif. Spontan para siswa yang berkerumun ngedumel dengan cukup keras (buktinya saya yang sudah di selatan masih bisa mendengarnya), "Mbokya dikasih kesempatan to, lik!" Kalau menurut saya memang pengemudi pickup itu sama sekali tidak tahu tata krama berlalu lintas. Akan tetapi inilah Endonesiaku! ZOS atau apalah apalah yang penting tancap gas terus. Kalau enggak mau minggir bakal dihajar klakson yang super provokatif. 

11. Memasang polisi tidur seenaknya. Tujuan pembuatan polisi tidur biasanya agar pengendara mengurangi kecepatan misalnya di kawasan pemukiman atau depan sekolah. Yang jadi persoalan sebenarnya banyak pembuatan polisi tidur ini dilakukan secara sembarangan misalnya terlalu tinggi atau curam sehingga justru berpotensi menyebabkan kecelakaan. Seharusnya segala bentuk perbuatan mengubah permukaan jalan raya harus mendapatkan ijin terlebih dahulu sehingga orang tidak bisa sesukanya membangun polisi tidur. Kalau sudah begini ini sama saja dengan menyelamatkan sejumlah orang tetapi dengan mengorbankan lebih banyak orang.
12. Tidak melihat ke belakang saat membuka pintu. Ini bisa menyebabkan kendaraan dari belakang menabrak pintu. Padahal sebenarnya tak ada susahnya hanya sekedar melihat beberapa detik ke arah belakang sebelum membuka pintu. 
13. Bentar-bentar menyalakan lampu Hazard. Menyalakan lampu Hazard tidak sesuai fungsinya hanya akan menimbulkan kebingungan pengendara lain. Ini orang mau belok kanan atau kiri? Selama ini banyak yang beranggapan jika seseorang sudah menyalakan lampu hazard maka secara otomatis dia sudah mendapatkan keistimewaan di jalan raya seperti mobil ambulans atau DAMKAR. Lah mana juga aturannya itu?
14. The Power of Emak-emak. Ini adalah tipe pengguna jalan yang paling saya takuti. Suatu pagi ketika joging di jalan sempit mendadak ada bunyi krak di  kanan saya. Sikut saya pun terasa nyeri. Seorang emak berjilbab hitam mengendarai motor dengan santainya melenggang. Rupa-rupanya si emak ini barusan menyerempet sikut saya. Saya pun berhenti sejenak untuk meredakan rasa nyeri. Jalan yang sempit dan padat membuat si emak nekad menyerempet saya. Eh mbokya berhenti sejenak sekedar minta maaf atau gimana tetapi malah seperti pura-pura tidak tahu. Padahal saya juga tidak akan bakal menuntut ganti rugi apapun. Coba kalau saya yang menyerempet emak-emak itu? Wah kasusnya bisa sampai ke MA mungkin dan nasib saya pasti akan berakhir di Nusakambangan. Kalau mau saya tuliskan di sini masih banyak lagi cerita betapa kebal hukumnya emak-emak di jalan raya yang pernah saya alami sendiri padahal di negara hukum seharusnya tidak ada satu warga negara pun yang kebal. Akan tetapi realitas membuktikan jika emak-emak adalah sekelompok warga yang memiliki kekebalan hukum di jalan dan ini jelas akan menakutkan pengguna jalan lain yang tidak kebal hukum seperti saya. Akhirnya jika bertemu emak-emak saya selalu berusaha untuk memprioritaskan atau menjauh sebisa mungkin supaya jika dia melakukan manuver di luar dugaan saya masih bisa menghindar. 


     Konon katanya tertib berlalu lintas adalah cermin budaya bangsa. Sekarang jika di jalan saja sudah tidak mau tertib lantas bagaimana budaya bangsa ini sebenarnya? Akan tetapi mungkin tidak tertib inilah yang menjadi ciri khas bangsa kita saat ini. Justru kalau budaya tidak mau tertib ini hilang maka ciri khas bangsa yang satu ini akan ikut hilang. Kalau perlu dibuatkan semacam "UU" untuk melindungi "tradisi-tradisi unik" ini agar tak punah. Sudah sewajarnya jika kita ikut melestarikan budaya tidak tertib berlalu lintas agar tidak punah.  Hidup Endonesia!!!














Pengalaman Membayar Pajak Kendaraan Bermotor


     Bulan ini (November) sudah tiba waktunya membayar pajak kendaraan bermotor. Berhubung banyak kesibukan maka saya terus menunda-nundanya hingga mepet. Nah kemarin pagi pun saya sudah berencana akan membayarnya di kantor pos. Tahun 2017 kemarin saya bayar langsung di drive thru kantor pajak (SAMSAT) tetapi berhubung jaraknya jauh dan tidak ada waktu maka kantor pos dekat rumah jadi pilihan. Awalnya saya berangkat ke kantor pos Ambulu pagi-pagi. Di sana bapak petugasnya bilang tidak bisa karena sedang trobel. Duh bingung nih mau bayar dimana lagi. Akhirnya saya menuju kantor pos Wuluhan. Saya kira trobel cuma terjadi di kantor pos Ambulu tetapi ternyata kantor pos Wuluhan juga bernasib sama. Padahal jarak kedua kantor pos itu lumayan jauh (10 km-an). Bapak petugasnya pun menyarankan supaya saya membayar di kantor bank Jatim Puger. Waduh, perjalanan ke Puger itu bisa memakan waktu 40 menit ngebut. Kalau santai bisa makan 1 jam! Jadi bingung. Akhirnya saya putuskan untuk membayar di kantor bank Jatim Puger.
Loket pembayaran pajak bank Jatim Puger


     Begitu tiba di Puger saya bingung mencari-cari dimana lokasi kantor bank Jatim. Saya tidak bisa melihat google maps karena lupa bawa mifi. Apalagi hape saya memang tidak memiliki paket internet. Hampir 10 menit putar-putar jari eh.. putar-putar kesana kemari. Akhirnya ketemu juga dengan kantor bank Jatim. Ternyata di sebelah baratnya ada ruangan khusus untuk pembayaran pajak kendaraan bermotor. Ruangannya sangat kecil (mungkin hanya muat 10 orang berjejalan selain petugas 3 orang) sementara yang antri berjubel sampai ke luar. Lagi-lagi saya didera keraguan. Haruskah saya mengantri di sini? Di depan saya mungkin ada 20-30 orang sedang mengantri. Akan tetapi sudah kepalang tanggung jauh-jauh mana mungkin saya balik dengan tangan hampa. Untungnya di dalam ada AC yang lumayan bikin ruangan tidak terlalu panas walau penuh sesak. Jadilah saya ikut mengantri. Sekitar 30 menit antri baru nama saya dipanggil dan saya pun membayar. Total dua jam sendiri saya habiskan pagi itu hanya buat membayar pajak! Padahal itu membayar pajak lho bisa serumit ini. Dari dulu memang perkara bayar pajak kendaraan bermotor bukan perkara mudah alias sulit. Aneh padahal semestinya pemerintah senang jika semakin banyak orang yang mau bayar pajak tepat waktu. Saya melihat perluasan payment point pajak kendaraan bermotor selama ini masih setengah hati. Wajar sih kalau kemudian orang jadi tidak suka atau malas bayar pajak.  Mengapa urusan pembayaran pajak kendaraan selalu kelihatan dipersulit? Saya masih belum melihat revolusi pembayaran pajak kendaraan yang benar-benar bisa memudahkan pembayaran bagi wajib pajak. Slogan lawas birokrasi “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah masih terasa kental” sampai sekarang. Padahal ini membayar dan bukan mengemis minta bantuan!

     Pengalaman saya bayar di drive thru juga antri berjubel tidak karuan (mana petugasnya tidak ramah lagi) dan memakan waktu (mana jauh lagi sekabupaten cuma ada sebiji). Kelemahan Drive Thru juga kita harus bisa menunjukkan kendaraan yang sedang dipajakin.  Kalau punya kendaraan lebih dari satu bakalan merepotkan sekali! Ada juga mobil keliling tetapi jadwalnya juga tidak cukup sering. Per kecamatan paling cuma dapat 2x sebulan dan itupun jam kerjanya juga tidak panjang (hanya 4 jam/hari). Saya pernah melihat sendiri antrian juga berjubel di mobil ini. Kalau bayar di sini bisa-bisa berangkat pagi pulang lewat tengah hari. Di kantor pos enak sih tidak antri cuma tidak langsung jadi. Jadi mesti bolak balik. Pertama mendaftar lalu menunggu 2-3 hari baru bisa diambil. Ada juga para penyedia jasa pembayaran pajak kendaraan tetapi sayangnya saya punya pengalaman buruk dengan mereka. Pernah uang pajaknya sudah saya bayarkan tetapi mereka bilang belum dibayar. Mana tidak dikasih kwitansi lagi. Akhirnya saya ngotot dan mereka mau mengalah tetapi sejak saat itu saya ogah pakai jasa mereka lagi.  Dulu malah kalau bayar pajak harus menunjukkan BPKB segala yang jelas-jelas sangat menyusahkan. Mana kalau BPKB berada di bank maka harus minta surat keterangan di bank lagi. Luar biasa Indonesiaku! Merdeka!!



Drive thru Jember











Monday, November 19, 2018

Pantai Wisata Watu Ulo Yang Tidak Berkembang

Watu Ulo atau batu berbentuk ular

     Sewaktu masih kecil saya selalu kagum dengan pantai ini karena selalu meriah dan ada hotel kerennya (walaupun tidak pernah menginap disitu). Dulu di pantai ini sering diadakan event seperti pagelaran seni dan musik orkestra yang biasanya disponspori oleh perusahaan rokok (seingat saya GG). Bahkan kerabat kami dari kota-kota lain (Surabaya) sering datang sekedar untuk menyaksikan keindahan dan kemeriahannya. Biasanya kalau sudah berada di pantai ini kami kemudian menyeberang dengan melewati kaki bukit menuju pantai pasir putih (yang sekarang dikenal dengan nama Tanjung Papuma). Kami harus menyeberang saat air sedang surut karena jika sudah pasang maka jalan ini akan tertutup air dan tidak bisa dilewati. Maklumlah waktu itu jalan menuju ke pantai pasir putih itu belum bisa melewati hutan di atas bukit seperti sekarang ini yang sudah beraspal.
     Sayangnya seiring dengan pembangunan jalan melewati hutan di atas bukit yang menuju pantai Tanjung Papuma maka memudar pulalah kejayaan pantai wisata Watu Ulo ini. Orang-orang lebih suka langsung menuju ke pantai Tanjung Papuma yang lebih menarik. Mereka hanya lewat begitu saja di pantai Watu Ulo ini. Dulu sempat ada masalah bagi pengunjung yang akan menuju Tanjung Papuma karena harus melewati pantai Watu Ulo ini sehingga mereka harus membayar tiket ganda, satu tiket masuk ke pantai Watu Ulo dan tiket masuk ke Tanjung Papuma. Sampai kemudian masalah ini selesai ketika dibuatkan jalan khusus yang menuju pantai Tanjung Papuma dengan menyisir tepi perbukitan sehingga pengunjung yang hanya mau menuju Tanjung Papuma tidak perlu melewati pantai Watu Ulo.
     Akibatnya sudah sangat jelas popularitas Watu Ulo semakin nadir saja bahkan hingga detik ini. Terakhir saya melihat banyak gajebo sudah berantakan tak terurus. Yang mengenaskan adalah hotel Watu Ulo yang membuat saya kagum dulu kini hanya tinggal kenangan. Walaupun begitu sisa-sisa
bangunan hotel masih bisa disaksikan sampai sekarang. Yang cukup menyedihkan juga banyak penginapan di sekitarnya yang ikut gulung tikar.  Warung-warung makan di sekitarnya juga tidak berkembang padahal salah satu indikasi keberhasilan sebuah lokasi wisata adalah dilihat dari perkembangan jumlah penginapan dan rumah makan. Sungguh sayang sekali. Sebenarnya apa sih yang membuat pantai ini semakin tidak menarik:

1. Semata-mata hanya mengandalkan wisata alam. Kalau cuma ini yang dihandalkan tentu lama-lama orang akan bosan tanpa menghadirkan sesuatu yang baru. Dulu wisata ini ramai karena sering ada event-event diselenggarakan di sini. Sekarang hanya tersisa festival pegon yang cuma 1 hari sekali dalam setahun. Coba sekarang kalau misalnya dibuatkan waterboom atau tempat bermain untuk anak-anak saya yakin pasti akan dapat mendongkrak atau memulihkan popularitas pantai ini. Atau bagaimanalah coba dipikirkan kembali bagaimana menghidupkan kembali potensi wisatanya.
Eks hotel Wisnu

2. Tiket masuk yang overpiced. Tahun 2015 ketika tiket masuk ke pulau Merah (Banyuwangi) hanya Rp 5000, di sini seingat saya sudah mematok tarif lebih dari Rp 10 ribu. Akhirnya para warga Jember lebih suka lari ke pulau Merah walaupun jaraknya sangat jauh. Mungkin ada yang berpikir wong cuma selisih Rp 5000 aja? Kalau se-mobil ada 14 orang atau se-bus ada 50 orang coba hitung berapa total selisihnya? Signifikan bukan? Seharusnya PEMKAB Jember bisa mencontoh PEMKAB Banyuwangi yang memasang tarif wisata pantainya murah-murah. Apa gunanya jualan mahal kalau kemudian tidak ada yang mau beli?
3. Keamanan. Sewaktu mengobrol dengan petugas teluk Love, katanya di pantai Watu Ulo ini banyak preman berkeliaran. Saya tak mudah begitu saja percaya sampai kemudian membuktikannya sendiri. Memang benar kemudian saya betul-betul bertemu dengan seorang preman di pantai ini. Katanya preman ini akan mengincar yang datang sendirian atau berdua dan memang saya datang bersama istri saja saat itu ditambah suasana memang sedang sepi. Jadi jika anda ingin datang ke pantai ini sebaiknya datanglah dalam jumlah banyak pada hari libur yang ramai.
4. Jalan rusak terutama sisi selatan. Beberapa waktu lalu bahkan saya hampir jatuh gara-gara jalan rusak ini. Jalan aspal banyak berlubang-lubang ditambah pasir. 
5. Sampah di bawah pandan. Walaupun tidak sebanyak di pantai Payangan dan sepertinya sampah ini tidak pernah dibersihkan. Akan tetapi sebenarnya masalah sampah adalah masalah semua tempat wisata di tanah air karena orang-orang kita memang gemar membuang sampah semaunya dan pihak pengelola biasanya juga tidak mau ambil pusing. 
Saya melihat pantai wisata Watu Ulo ini seperti (maaf) hanya "sapi perahan" saja, diambil hasil tiketnya namun segala fasilitas dan promosi sudah tidak pernah dipedulikan lagi sampai detik ini. Sayang sekali...




Sunday, November 4, 2018

Aplikasi OVO Yang Menyebalkan


     Di suatu sore saat sedang berbelanja di H*permart entah mengapa aplikasi Ovo ini berulah. Saya baru tahu ketika mencoba memasukkan poin belanja ke dalam aplikasi. Usai scan QR di kasir entah mengapa aplikasi cuma muter-muter lama terus tanpa henti. Pelanggan di belakang saya pun mulai menggumam tak jelas karena kelamaan menunggu. Akhirnya saya meminta kasir untuk membatalkannya padahal tadinya saya mau bayar pakai Ovocash juga. Untung tidak jadi (saat itu pakai cash). 
Review pengguna OVO di Google Play Store

     Di luar pun masalah belum usai. Saat akan keluar saya coba scan struk parkir. Lagi-lagi aplikasi cuma muter-muter lama enggak jelas lama sekali. Saya scan berkali-kali sampai akhirnya ada notif pembayaran. Saya kira itu sudah berhasil tetapi yang aneh saldo Ovo saya tak berkurang. Akhirnya saya masukkan struk ke scanner parkir dan sial scanner parkir tidak mau mengenali. Terpaksa saya mundur dan lagi-lagi yang antri di belakang ngomel-ngomel tak jelas. Ada seorang sekuriti keluar dan menanyakan apakah saya sudah membayar di petugas parkir di atas. Saya jawab saya pakai Ovo bayarnya. Terus dia tanya lagi apa ada saldonya. Ya jelas adalah bagaimana bayar kalau enggak ada saldonya?? Si sekuriti cuma menyarankan saya menscan hingga bisa. Ah benar-benar gila nih aplikasi!! Daripada saya gila beneran gara-gara Ovo ini saya pun berniat bayar manual di petugas parkir di lantai atas. Ya sudah saya jalan kaki balik ke petugas parkir di atas. Anehnya pas dekat petugas itu saya scan lagi eh ada tulisan berhasil dan saldo berkurang. Benar-benar aplikasi yang menyusahkan dan merepotkan! Pantas saja di review pengguna cukup banyak yang memberikan bintang satu. Grup besar sekelas Lippo maaf ya kok cuma bisa membuat aplikasi kacangan macam begini? Yang jelas saat itu bukan koneksi masalah internetnya lho karena saya buka untuk aplikasi lainnya lancar-lancar saja. Yang saya herankan meski sudah mendapat review jelek dari banyak pengguna mengapa tidak ada perbaikan sampai sekarang? Promosinya aja digedein tetapi aplikasinya sering bermasalah dan bikin jengkel. Yang lebih buruk lagi OVO kini agresif menggandeng banyak merchant. Tidak hanya Grab tetapi juga Tokopedia sekarang sudah menggunakan OVO. Saya yakin ini adalah blunder Tokopedia di masa depan telah bekerja sama dengan aplikasi yang sering bermasalah.