Thursday, December 28, 2017

Pelayanan "Purba" Dispenduk Jember


     Siang (27-12-2017) ketika diajak kerabat jalan-jalan ke Roxy Jember ada sebuah pemandangan yang sangat menarik yaitu antrian yang super duper luar biasa. Saya awalnya berpikir berhubung ini sedang akhir tahun saya kira sedang ada sale yang luar biasa. Setelah saya dekati langsung saya sontak kaget ternyata bukan sale atau apalah tetapi entah berapa ratus (atau ribu?) orang sedang antri parah di depan kantor Dispenduk Jember. Biasanya pemandangan ini saya lihat di koran-koran online jika ada pembagian sembako gratis atau pengurusan e-KTP. Kini saya bisa menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Saya tidak menyangka di era yang katanya serba canggih seperti sekarang ini dimana semua bentuk informasi serba digital yang notabene konon katanya jauh lebih cepat kok masih ada saja ada antrian-antrian panjang nan parah yang sudah jelas-jelas terlihat tidak “manusiawi”-nya. Sebuah pemandangan yang enggak ada bedanya dengan antrian BBM tahun 1955 dulu (mundur berapa puluh tahun ya dari sekarang?). 
     Jujur saja berdasarkan pengalaman saya sendiri masih jauh lebih mudah dan cepat mengurus KK dan KTP jaman dulu yang sama sekali belum tersentuh teknologi informasi. Logikanya seharusnya dengan hadirnya teknologi informasi dan komunikasi di era digital akan membawa semakin mudah, nyaman, dan cepatnya sebuah layanan kependudukan. Saya melihat lagi lagi sebuah ketidaksiapan. Saya hanya menduga banyak instansi pelayanan pemerintah hanya ikut-ikutan mengadopsi teknologi ini tanpa sebuah kesiapan dan perencanaan yang matang. Tidak hanya layanan kependudukan semacam ini, beberapa minggu lagi saat saya mencoba mengakses situs SKCK online Jatim juga ternyata situsnya error. Setelah submit data saya tidak berhasil mendapatkan kode booking pembuatan SKCK. Ini berarti mau tidak mau saya harus mengurus offline sehingga terpaksa saya batal membuat SKCK. Begitu pula beberapa hari saat akan membuat laporan ke situs KDRT (situsnya lupa tetapi kayaknya punya pemerintah) setelah submit data lagi-lagi situs menampilkan pesan error di browser seperti bahasa mesin. Awal-awal pendaftaran BPJS dulu (sekitar 2014) juga situsnya error melulu. Tahun lalu juga saat mencoba mendaftar SIM online juga error (dan sepertinya sampai sekarang masih error). Yang cukup mengherankan bagi saya jika sudah error seolah-olah hanya dibiarkan saja sama sekali tanpa ada upaya perbaikan secepatnya padahal bukankah para PNS yang ada sudah melalui seleksi ketat yang sudah teruji kompetensinya? Atau memang anggarannya yang sudah habis disunat sana sini? Ah, entahlah...
 Padahal banyak orang yang ingin mendapatkan layanan dengan kemudahan dan kenyamanan. Entah sampai kapan lembaga-lembaga pemerintah ini akan benar-benar siap dengan kemajuan di bidang IT.
NB: Maaf ya kalau judulnya terlalu "kasar" tetapi memang demikianlah yang saya lihat.

Monday, December 25, 2017

Tamu-Tamu Rempong!

     Beberapa hari lalu di rumah kedatangan beberapa kerabat orang tua yang terdiri dari 4 orang. Sudah lama sekali saya tidak berjumpa dengan mereka. Yang dua orang saya terakhir berjumpa setahun yang lalu waktu berkunjung ke Surabaya. Yang dua lagi saya baru kali ini bertemu. Sebenarnya saya sudah tidak ingin bertemu dengan mereka karena bagi saya mereka cuma bagian masa lalu yang sudah tidak relevan hari ini. Apalagi saya tahu mereka itu orang-orangnya rempong dan rese. Akan tetapi saya tidak mungkin menolak kedatangan mereka karena bagaimanapun saya masih menghormati orang tua saya.
     Benar apa yang saya takutkan akhirnya menjadi kenyataan. Saat mereka datang dan berbincang sebentar dunia pun seolah sudah runtuh di atas kepala saya. Yang dua orang yang baru lima menit kenal sudah menghakimi saya begini begitu. Baru kali ini saya melihat ada orang seperti ini. Pertama langsung “merendahkan” saya karena tidak kerja di kantor. Saya heran memang salah ya kalau tidak kerja di kantor? Apakah untuk hidup orang harus kerja di kantor? Kalau di kota wajar orang kerja di kantor wong kantor ada dimana-mana. Kerja di kantor di kota bukanlah hal yang istimewa. Kalau di desa mau kerja di kantor tapi mana ada kantor di desa? Paling-paling kalau memaksakan diri kerja di kantor pemerintahan desa.  Lain padang lain belalanglah om dan tante! Saya hanya melihat betapa picik pandangan mereka padahal yang laki-laki seorang pensiunan karyawan perusahaan konstruksi sedangkan yang istrinya seorang guru SMP.  Hanya Tuhan yang boleh berada pada posisi merendahkan seorang manusia. Manusia tak peduli sehebat apapun cuma setitik debu di jagad raya ini!! Lagian saya tak tertarik duduk-duduk seharian di kantor. Duduk-duduk seharian di kantor cuma bikin perut buncit, pundak dan bahu pegal. Maaf bagi saya perut buncit bukanlah sesuatu yang seksi (hehe…). Ya mungkin masih banyak orang yang menganggap jika perut buncit sebagai lambang kemakmuran tetapi coba tanya yang paham dunia kesehatan apa bagusnya memiliki perut buncit. Kalau kalian mau berbuncit-buncitan silahkan saja sendiri dan tidak usah ajak-ajak saya. 
     Yang kedua rempong tanya ini itu tak penting. Masak sih baru kenal 5 menit udah tanya merek susu anak saya. Emang urusannya apa? Mau saya pakai susu yang harganya Rp 10 ribu/kotak atau Rp 1 juta/kotak atau sama sekali tidak minum susu formula? Emang masalah buat mereka? Heran deh. Mereka juga tanya-tanya kabel di belakang TV itu buat apa. Pingin sekali saya jawab buat menjerat kepala dan lidah lo yang gak tahu aturan itu! Saya benar-benar sebal dan marah. Cepat-cepat saya keluar rumah. Malas meladeni mereka. Eh ketika di luar rumah mereka masih memanggil-manggil saya supaya masuk. Mungkin mereka belum puas “menyembelih” saya. Saya sudah tidak pedulikan. Bayangkan padahal beberapa hari sebelumnya saya sekeluarga sudah menghabiskan banyak waktu untuk menyambut mereka. Rumah, kamar tidur, dan halaman semuanya dibersihkan berkali-kali sampai cling. Kenyataannya eh yang disambut malah bikin sakit hati si tuan rumah. Kalau saya tidak ingat jika mereka masih kerabat orang tua saya sudah saya usir saat itu juga. Kepala saya benar-benar panas tetapi saya masih mencoba mendinginkan hati. 
     Di hari terakhir mereka tinggal juga masih sempat-sempatnya membuat saya jengkel. Waktu itu ibu saya sakit dan saya antar ke klinik untuk opname. Pulang dari klinik dalam kondisi capek saya malah dikeroyok habis-habisan oleh mereka. Mereka memvonis yang saya tidak peduli dengan orang tua, yang saya tidak tahu menangani kesehatan orang tua, dll. Hello om dan tante maaf ya saya sudah bukan anak kecil lagi tahuuu? Saya cuma menjawab sedikit-sedikit dan lebih banyak diam karena saya sudah bertekad takkan meladeni mereka lagi. Mereka 3 orang ribut sendiri berargumen seolah-olah mereka itu dokter ahli saja. Yang lucu mereka menanyakan tensi ibu kepada saya. Mana saya tahu? Mereka menyimpulkan jika saya tidak peduli dengan orang tua. Ibu masuk ke ruang IGD dan saya menunggu di luar karena saya memang tidak betah berlama-lama di ruang UGD yang bau obat bikin mual dan pusing. Lagipula buat apa saya tahu ini itu? Bagi saya jika saya memasukkan pasien ke fasilitas kesehatan berarti saya sudah pasrah sepenuhnya kepada tenaga kesehatan yang ada di situ. Biarkan mereka bekerja dengan maksimal. Kalau kita memasukkan pasien terus kita sendiri masih sibuk mengurusi tensinya, kadar kolesterolnya, HBnya, faal ginjal, obatnya, dll lah lantas buat apa kita memasukkan pasien ke faskes? Mending dirawat sendiri di rumah, didiagnose sendiri, dilabkan sendiri, diobati sendiri, dll. Lebih praktis kan? Akan tetapi pertanyaannya adalah apakah kita memiliki cukup kompetensi? Kita toh bukan tenaga kesehatan dan kalaupun iya juga apakah cukup memiliki fasilitas pendukungnya? Teman saya yang seorang dokter saja kalau suami dan anaknya sakit langsung dibawa ke RS kok. Yang makin lucu lagi adalah mereka memvonis dokter itu bodoh karena sekarang sudah ada lab. Logika mereka dengan lab semua penyakit bisa diketahui. Saya makin heran, kalau ada pasien mengalami serangan jantung mendadak apakah mau dilabkan dulu? Kalau ada pasien terkena shock anafilaktik apakah petugas lab disuruh menangani? Keburu koitlah. Kalau kaki pasien patah karena kecelakaan apakah mau dibawa ke lab dulu? Kelihatan pintar tapi mereka cuma asal jeplak saja. Antara tenaga kesehatan sudah memiliki kompetensinya masing-masing.  
     Bagi saya, ibu yang sakit adalah hal biasa. Ibu menderita penyakit ini sudah lama sekali belasan tahun. Hampir seminggu sekali saya selalu mengantarkannya ke dukun, dokter, perawat, dan klinik. Namanya juga orang tua wajar jika sering sakit misal hipertensi, gangguan asam lambung, asam urat, kolesterol, dll. Saya sudah merawat ibu belasan tahun jadi tahu persis penyakit ibu sementara orang-orang itu baru kenal ibu juga sehari sudah bisa bilang begini begitu. Impossible lah yang baru kenal sebentar tahu lebih banyak dibandingkan yang sudah merawat belasan tahun. Ditambah lagi gaya hidup ibu saya memang tidak sehat selama ini. Ibu saya sangat suka makanan berlemak, malas olahraga, dan sering kurang istirahat. Saya sudah lama menyarankan beliau untuk lebih bergaya hidup lebih sehat tetapi beliau tidak mau. Saya tentu tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah kalau sakit hanya sekedar saya antarkan kemana beliau inginkan. Walau sudah lama sekali saya menyarankan supaya diperiksa di RS yang besar agar mendapatkan penanganan yang lebih baik tetapi ibu selalu menolak. Bisa dibilang ibu bertahan hingga hari ini karena obat-obatan yang dikonsumsinya terus menerus. Tiada hari tanpa obat bagi ibu saya. Tiap kali pulang berobat entah dari dokter atau perawat selalu membawa banyak sekali obat. Saya tahu itu tidak baik buat kesehatan ibu saya tetapi saya juga tidak bisa berbuat apa-apa karena toh semua nasehat saya sudah tidak ada yang mempan. Saya cuma bisa pasrah. 
     Syukurlah mereka tinggal di rumah cuma 3 hari. Kalau sampai lebih saya bisa stress berat. Toh setelah ini semoga saya sekeluarga sudah takkan bertemu lagi dengan mereka. Amin! Terima kasih atas semua kenangan buruk yang telah kalian tinggalkan!  My own world is much better without all of you! Kalian cuma orang-orang toksik yang membawa dan menebarkan racun kemana-kemana. 

Thursday, December 21, 2017

Internet XL Yang Sudah Sekarat


     Kalau bulan-bulan kemarin gangguan internet XL hanya terjadi beberapa kali dalam seminggu maka saat ini bisa dikatakan internet XL sudah sekarat. Setiap hari selalu saja ada yang tidak beres. Masalahnya apalagi jika bukan lelet luar biasa. Dengan sinyal LTE kecepatan internet XL kini bahkan sudah sulit untuk menyamai EDGE atau bahkan GPRS sekalipun. Yang sering terjadi adalah internetnya bengong dengan speed hanya 0 kbps. Jika dilakukan ping maka akan terlihat rangkaian panjang RTO. Ini bukan berlangsung cuma 1-2 jam tetapi bisa seharian penuh dan itu terjadi setiap hari bahkan saat subuh sekalipun. Siapa yang tidak naik darah kalau begini terus menerus? Bahkan orang paling alim pun saya kira bisa senewen berat. Benar-benar internet XL sudah tidak layak pakai. Kini saya benar-benar sudah pasrah. Komplen juga sudah hampir setiap hari lewat twitter tetapi bukannya membaik malah semakin memburuk saja. Jawaban CS XL juga selalu bisa ditebak: copot SIMcard, gunakan mode pesawat beberapa saat, bla bla yang basi banget menurut saya. Bahkan adik saya di Surabaya sudah membuang kartu XLnya dan kini menggunakan Tri.

     Kini saya benar-benar dihadapkan dengan sebuah kesulitan besar. Saya harus pakai apalagi? Telkomsel sih OK tetapi tarifnya sangat tidak bersahabat. Indosat sempat saya lirik tetapi saya melihat model paketnya mirip Telkomsel dengan berbagai pembagian zona yang ruwet seperti 4G, all network, MDS, untuk aplikasi tertentu yang malah bikin pusing. Tri belum tahu tetapi sinyal 4G-nya kecil banget. Smartfren sih sinyal bagus cuma kayaknya saya melihat tarifnya 11 12 dengan Telkomsel (bahkan jauh lebih mahal dibandingkan Telkomsel). Indihome tidak ada kabel Telkom di depan rumah. 
Hasil ping Google 

Friday, December 1, 2017

Tretes Dan Bisnis Plus Plus


      Ketika menyebut Tretes pasti pikiran banyak orang langsung mengasosiasikannya dengan sesuatu yang negatif. Ya apalagi jika bukan masalah industri prostitusi. Jika dibandingkan tahun 1998 ketika ke-2 kalinya saya kesana dan kondisi sekarang tentu sudah jauh berbeda. Saat ini pertumbuhan villa dan hotel sangat pesat di sana. Bahkan banyak rumah hunian yang dipaksakan menjadi villa. Rumah-rumah karaoke juga gampang ditemui di sepanjang jalan di sekitar tempat saya menginap. Setiap saya lewat di depan rumah karaoke selalu saja terdengar ada yang sedang menyanyi. Tulisan kamaran atau villa disewakan ada dimana-mana. Saya juga melihat ada 2 tempat pijat yang entah itu tempat pijat beneran atau tidak bener”. Maklum pintunya tertutup terus dan saya tidak pernah melihat ada orang keluar masuk.
Rupanya tidak banyak yang berubah dengan Tretes yang selalu lekat dengan industri prostitusinya. Alasannya adalah:
1. sabtu sore ketika sedang berjalan-jalan dengan istri saya melihat ada mbak-mbak berpakaian super mini sedang jalan di sebuah gang. Entah istri saya melihatnya atau tidak. Akan tetapi esok harinya istri bercerita bahwa dia barusan melihat mbak-mbak berpakaian mini. Saya tidak yakin jika mbak-mbak ini wanita baik-baik. Begitu pula saat makan durian kami melihat segerombolan wanita heboh makan durian. Dandanannya agak terbuka dengan sebagian pantat jelas terlihat. Jujur saja kalau saya melihat "pemandangan" seperti itu bukannya ON malah langsung OFF hehehe...
2. Ketika pulang dari membeli durian tanpa sengaja saya menemukan k*ndom bekas di pinggir jalan raya. Saya awalnya tak percaya namun saya ajak istri untuk melihat lebih dekat dan memang benar itu adalah k*ndom bekas.
3. Saat berkemas mau pulang saya mengangkat kasur ranjang dan di bawahnya saya menemukan bekas bungkus tisue mag*c.
     Meskipun demikian Tretes tetaplah tempat yang menyenangkan untuk berlibur. Kawasannya sejuk, asri, dan bersih. Warga aslinya juga ramah-ramah. Mereka tidak cuek jika ada pendatang. Jujur kami kerasan seandainya berlama-lama di sana. Sayangnya hujan yang turun terus menerus membuat kami kesulitan menjelajahi aneka tempat wisata yang ada di sana. Airnya juga dingin sekali yang membuat saya malas menyentuh air. Saat air mengenai kulit seperti langsung mengerut. Saya juga melihat anak-anak sekolah di Tretes berbeda dengan di tempat saya. Saat mereka berangkat sekolah sebagian besar mereka memakai angkot atau diantar ortunya. Hanya beberapa yang berangkat menggunakan sepeda. Beda jauh dengan di tempat saya jika hampir semua anak membawa motor sendiri saat ke sekolah padahal jika sudah berada di jalan kelakukan anak-anak sekolah ya begitulah...
     Harga makanan di Tretes juga relatif standar kecuali di dalam kawasan wisata yang cukup mahal. Hampir sama dengan harga makanan di tempat tinggal saya. Kalau rasanya saya agak kurang suka karena
Pintu masuk 02 Kakek Bodo
cenderung manis. Mungkin karena saya sudah terbiasa dengan makanan yang gurih-gurih dan pedas. Sayangnya hanya kenapa tidak ada minimarket 24 jam padahal kawasan ini adalah kawasan yang tak pernah tidur. Padahal di tempat tinggal saya yang lebih sepi ada 2 buah minimarket 24 jam.