Wednesday, May 16, 2018

Memberantas Terorisme Tak Semudah Menepuk Nyamuk


     Belum usai kasus terorisme di MAKO BRIMOB mendadak Minggu pagi ada kabar jika telah terjadi ledakan bom di sejumlah gereja di Surabaya tepatnya di Ngagel Madya. Saya tahu betul wilayah itu karena dulu saat masih kuliah di Surabaya ada salah satu teman saya yang tinggal di situ jadi cukup sering main kesitu. Lagi-lagi sejumlah orang menjadi korban. Belum lekang berita itu dari ingatan eh pagi kemarin lusa mendadak ada bom lagi di Mapolrestabes Surabaya. Aduh mak mimpi buruk apa ini? Menurut saya negara ini sedang menghadapi darurat terorisme.
     Bisa dikatakan ini adalah kejadian yang kesekian, kesekian, dan kesekian kalinya. Mungkin banyak yang bilang kok terorisme itu dibiarkan saja sih? Saya percaya tidak ada negara manapun yang membiarkan teroris berkeliaran seenaknya tetapi ingat tidak ada negara yang kebal teroris. Saya juga tidak yakin jika pemerintah tak tegas selama ini. Amerika serikat saja berkali-kali kecolongan. Lantas mengapa pemberantasan terorisme sedemikian sulitnya. Ini sejumlah analisis subyektif saya:
1. Mereka bukanlah amatiran. Para teroris itu bukanlah orang-orang amatir tetapi adalah profesional. Mereka orang-orang pintar. Masih ingat dulu seorang ahli perakit bom Dr. Azahari? Lihat gelarnya saja sudah doktor lantas bagaimana bisa dianggap orang bodoh? Mereka juga jelas berpengalaman menggunakan senjata dan alat tempur. Mereka memiliki spesialisasi di bidangnya masing-masing yang jika berpadu akan menghasilkan sesuatu yang sangat mengerikan. Kalau dibandingkan kita yang cuma masyarakat awam soal penggunaan senjata, merakit bom, atau teknik bertempur misalnya jelas kita tidak ada apa-apanya.
2. Mereka memiliki jaringan internasional yang luas dan kuat. Akan selalu ada kaderisasi secara konsisten. Seperti kanker yang sulit diberantas, sel-sel mereka akan tumbuh kembali dengan begitu cepatnya. Paham mereka seperti siluman yang secara halus  bisa merasuk kemana-mana. Ada salah seorang keponakan (perempuan) saya yang walau bukan ekstrimis tetapi sudah terkena brain wash paham semacam ini sejak masih berkuliah di Surabaya dan sejak saat itu hingga sekarang bisa dikatakan  keluarganya sudah kehilangan kontak dengannya. Ini mirip dengan apa yang sudah dialami oleh Puji (salah satu pelaku bom Surabaya). Dulu seingat saya paham-paham semacam ini memang tumbuh sangat subur di kampus-kampus (termasuk kampus saya).  Saya pun pernah hampir terjebak masuk ke dalamnya tetapi untungnya saya bisa dengan cepat keluar. Coba baca link ini. Biasanya mereka menyukai target para remaja dan pemuda yang masih polos dan mudah sekali dicuci otaknya.
3. Mereka takkan pernah kekurangan modal. Seperti pelaku bom Surabaya Dita yang ternyata tinggal di rumah dengan harga Rp 1 M lebih. Mitos bahwa para pelaku teroris timbul hanya karena masalah ekonomi telah terbantahkan sudah. Akan selalu ada yang mensuplai semua kebutuhan untuk aksi mereka. Saya menduga minyak bumi adalah sumber terbesar modal mereka padahal negara mana yang tidak memerlukan minyak bumi? Selama minyak bumi masih menjadi bahan bakar idola maka selama itu terorisme akan terus hidup subur. Inilah sebenarnya sebuah urgensi agar negara kita mulai memikirkan untuk mengurangi impor BBM dan menggantinya dengan sumber energi lain non minyak bumi mengingat masih besarnya impor BBM kita. Akan tetapi melihat konsumsi BBM dunia yang terus meningkat maka frekuensi aksi teroris akan semakin sering.
4. Mereka tidak takut mati dan bahkan rela mengorbankan siapa saja termasuk anak-anak mereka seperti kasus bom Surabaya yang ternyata dilakukan oleh satu keluarga dari orang tua sampai dengan anak-anak. Menghadapi orang-orang yang tidak takut mati sangat sulit karena mereka mau dan bisa melakukan apa saja.
     Yang jelas memberantas terorisme tidak semudah menepuk nyamuk. Tidak cukup hanya dengan main tembak sana sini atau balik bom sana sini. Tulisan ini saya buat setelah membaca banyaknya komen-komen di medsos yang malah menambah keruh suasana. Saya pikir tidak bijak jika hanya menjadikan petugas keamanan sebagai sasaran kemarahan. Kalau marah atau kesal saya percaya semua orang merasakan hal yang sama tetapi jangan sampai kita semua terprovokasi oleh kejadian yang ada. Yang jelas radikalisme sudah ada setelah jaman rasul. Bukankah dari empat sahabat rasul hanya Abubakar yang meninggal di atas tempat tidur? Yang lain semua dibunuh termasuk Hasan dan Husein cucu nabi sendiri. Jadi buat orang yang menyalahkan Islam secara global saya kira mereka hanya belum memahami sejarah Islam dengan benar. Saya yakin agama manapun tidak ada yang mengajarkan tindakan anarkhis seperti bom bunuh diri atau semacam itu. Jadi jika ada kasus pengeboman janganlah buru-buru mengaitkan dengan agama tertentu. 
     Hanya bisa berharap dan berdoa kita semua bisa diselamatkan dari kekejaman aksi brutal mereka di manapun kita berada.