Tuesday, July 24, 2018

Teh Caayaa Teh Rasa Baru Yang Beda


     Saya buat tulisan ini tidak ada maksud endorse atau apapun. Murni dari pengalaman saya sendiri. Awal mengenal teh Caaya saat dapat gratisan dari belanja dengan Tcash di Indomaret. Begitu keluar toko langsung saya mau buka dan cicipi tetapi urung karena istri melarang saya meminumnya. Alasannya katanya ada teman yang sudah meminumnya dan rasanya tidak jelas. Terpaksa deh tehnya saya berikan gelandangan di depan toko. Akhirnya kami pun pulang tetapi saya masih tetap menyimpan rasa penasaran teh itu.
     Sampai beberapa hari lalu ada gratisan teh ini lagi di aplikasi Alfagift dan asyiknya saya bisa dapat 2 botol sekaligus yaitu teh Caaya Jasmine dan Toasted Rice. Bagi saya teh jasmine jelas nantinya pasti akan terasa melatinya tetapi toasted rice atau beras panggang itu kayak apa ya? Makin penasaran saja. Akhirnya setelah ditukar di Alfamart tanpa bareng istri saya pun nekad mencicipi sendiri rasa teh ini. Yang pertama saya coba Caaya Jasmine. Gulanya pas yang artinya tidak terlalu manis atau kurang manis. Sayangnya aroma melatinya kurang nendang. Masih lebih sedap aroma melati Myt*a atau teh K*tak. Lumayan menyegarkan di hari yang panas pada musim kemarau begini. Yang kedua saya coba buka yang toasted rice. Hmm… baru beberapa teguk saya langsung berhenti. Rasanya aneh banget! Inilah rasa teh paling aneh yang pernah saya minum. Aroma tehnya hampir tidak ada tetapi seperti dominan beras yang disangrai. Ibu saya dulu sering menyangrai beras untuk campuran kopi. Ya begitulah aromanya. Akhirnya saya coba minum lagi untuk meyakinkan indra pengecap dan pencium saya dan memang benar aneh sekali.
     Keesokan harinya ketika belanja di Alfamart dan butuh minuman saya kembali mendatangi rak minuman dan tahu tidak kali ini saya mengambil apa? Caaya toasted rice! He he.. memang sih rasanya aneh tetapi terus menggoda. Saat mencobanya kembali saya tidak merasakan keanehan seperti hari sebelumnya. Saya menyukainya! Mungkin indera penciuman saya sudah mampu mentoleransi keanehannya”.
     Kesan lainnya adalah kemasan. Kalau dilihat sekilas dari jauh desain kemasannya seperti bukan teh dalam botol tetapi lebih mirip air mineral. Warna putihnya terlalu dominan sehingga mengesankan produk air mineral menurut saya. Seharusnya Aqua membuat desain kemasan yang lebih colourfull dan eye catching. Kemasan yang ada saat ini juga terlalu minimalis. Selain itu harga Rp 6000/botol di Alfamart menurut saya agak overpiced. Seharusnya cukup dijual Rp 4000-5000 saja. Jika masih tetap bertahan dengan harga yang sama maka saya akan lebih suka memilih produk lain yang menurut saya lebih baik. 

Sunday, July 22, 2018

Pengalaman Mengatasi Kehilangan File


     Saat sedang membuka file-file foto di hardisk eksternal malam-malam mendadak saya tidak bisa menemukan satu foto pun padahal sorenya saya masih bisa melihat semuanya. Semua foto-foto kenangan dan foto-foto penting lainnya selama bertahun-tahun mendadak amblas tak tersisa satupun! Panik? Jelas! Rasanya langit mau runtuh saja. Padahal saya tidak memiliki backup di tempat lainnya. Baru pertama kali ini saya mengalami kehilangan file separah ini.
     Setelah bengong beberapa menit saya harus melakukan sesuatu. Yang pertama saya tentu harus menemukan cara supaya file bisa balik apapun caranya. Saya pun lantas googling kesana kemari dan kebanyakan menyarankan untuk menggunakan software recovery. Sebenarnya software semacam ini bukanlah barang baru bagi saya. Dulu pernah pakai tetapi hanya sekedar mengembalikan beberapa foto dan video yang hilang tetapi masalahnya sekarang adalah saya kehilangan foto dalam jumlah masif. Software tentu tidak hanya akurat tetapi juga harus cepat. Saya pun terpaksa harus mencoba satu demi satu software yang bertebaran di internet.
     Pertama adalah PC Inspector. Saya biarkan PC start lembur mulai malam hari pukul 21 untuk memulihkan file-file yang hilang. Pagi harinya sebagian (tidak semuanya) sudah bisa dipulihkan cuma sayangnya banyak foto yang rusak tidak bisa dibuka. Ngeselin banget. Akhirnya saya coba EaseUs dan hasilnya malah sangat amat mengecewakan! Software berjalan sangat lambat dan hang di tengah jalan. Terakhir saya coba Badcopy Pro. Ukuran softwarenya kecil tidak sampai 1 MB. Saya tak
yakin jika software ini ampuh. Jika dibandingkan dengan dua software yang saya sebutkan sebelumnya seperti membandingkan gajah dengan semut. Ternyata ini software tidak bisa memulihkan folder yang sudah terhapus padahal kasus ini yang sedang saya alami. Akhirnya saya anggap hardisk eksternal sebagai memori card baru Badcopy mau menscan pelan-pelan mencari semua file yang pernah terhapus.
     Masalah sudah selesai? Belum! Ternyata semua file yang bisa direcover diletakkan di folder recovered di drive C dimana software ini diinstal. Jadilah drive C bentar aja penuh dan software pun macet tidak mau meneruskan tugasnya. Saya benar-benar pusing. Akhirnya terpaksa software saya unisntall dan saya install ulang dengan meletakkan sofware di dalam hardisk eksternal. Badcopy pun bisa berjalan dengan lancar tetapi sayangnya lambat sekali. Akan tetapi bagusnya semua file yang sudah dipulihkannya utuh dalam arti tidak rusak atau tidak bisa dibaca. Jadi jika anda mengalami kesulitan memulihkan file yang terhapus coba gunakan software ini karena lumayan membantu meskipun tidak bisa 100%.
     Sampai dengan tulisan ini saya muat saya baru bisa memulihkan 50% foto yang hilang. Bagi saya pemilihan storage selama ini memang selalu menimbulkan persoalan tersendiri. Menggunakan hardisk eksternal memang mudah dan murah tetapi beginilah resikonya. Data mudah sekali hilang. Dulu pernah juga kejadian seperti ini tetapi penyebabnya sangat jelas karena hardisk eksternal memang rusak (merek AD*TA -- tidak rekomen deh merek ini buat storage karena mudah rusak/jelek). Saya juga pernah mencoba menyimpan dalam media DVD dan CD dan masalahnya kedua jenis media ini tidak tahan lama dan cepat sekali rusak/tergores. Bahkan walau secara fisik terlihat masih bagus tetapi mendadak tidak bisa dibaca. Mungkin ada yang berpikir kenapa tidak disimpan di medsos? File foto atau video yang disimpan di medsos akan dikompres dan kehilangan EXIF metadatanya. Kalau kemudian foto ini dibuat ikut lomba foto maka akan jadi masalah jika diminta file HIRES-nya. Bisa pula disimpan di file hosting cuma masalahnya adalah di Indonesia kecepatan upload internet sangat minim. Orang Indonesia jauh lebih banyak mendownload daripada uploadnya jadilah kecepatan internet dirancang besar downloadnya saja. Upload file foto 100 atau 500 GB GB jelas akan bisa bikin sakit kepala. Belum lagi sebuah jasa filehosting tidak bisa dijamin akan eksis selamanya. Banyak yang gulung tikar dan kalau sudah begini nasib file kita malah akan lenyap semuanya. Masih ingatkah kita akan masa kejayaan Rapidshare dan kawan-kawannya? Entah sampai kapan akan ada cara menyimpan file yang benar-benar aman, handal, mudah, murah, dan nyaman. 

Update terakhir: Ternyata Badcopy juga tidak bisa dihandalkan. Baru dapat sekitar 20% jalan komputer langsung hang. Jalan terakhir pasrah deh terpaksa merelakan file-file yang penting itu pergi selamanya. Apa boleh buat. 



Wednesday, July 4, 2018

Pengalaman Berwisata Ke Pantai Payangan di Jember


     Pantai Payangan ini masih menjadi satu lokasi dengan teluk Love, pantai Watu Ulo, dan Tanjung Papuma. Sebenarnya keberadaan pantai ini sudah lama sekali dan dulu terkenal sebagai tempat jual beli ikan saat pagi hari. Jadi kalau lagi butuh ikan laut segar saya selalu pergi ke sini. Dulu saya bisa masuk dengan sangat bebas ke pantai ini. Pantai ini merupakan pantai favorit istri saya dan banyak
warga kampung lainnya. Mungkin karena gratis itulah. Warga hanya diharuskan membayar ongkos parkir Rp 5000 untuk motor dan Rp 10 ribu untuk mobil. Pengunjung bisa melewati samping rumah penduduk untuk bisa menuju pantai ini. Saat ini banyak celah atau jalan menuju ke pantai ini sudah dipasangi pagar atau pintu oleh warga setempat sehingga mau tidak mau kita tidak bisa masuk seenaknya. Jadi terpaksa kita harus mencari celah yang masih bisa dilewati. Maklumlah kita memang mesti melewati pekarangan mereka. Apa nih kesan-kesan saya dengan pantai ini?

1. Kotor sekai! Saat menjelang masuk ke pantai ini dari belakang rumah penduduk kita akan disuguhi tumpukan sampah di bawah pohon pandan. Beberapa kali ke sini sampah itu selalu saja ada dan seperti tak pernah berkurang. Di pinggir pantainya sendiri juga banyak bungkus bekas snack terbenam sebagian dalam pasir.

2. (Maaf) Banyak kotoran manusia di antara bebatuan pinggir pantai. Suatu pagi saya hitung ada 4 buah kotoran manusia secara terpisah masih segar dikerubungi lalat tersebar di sela-sela batu. Saya tidak tahu pelakunya
apakah penduduk sekitar atau pengunjung. Selain itu di sini juga banyak kambing berkeliaran dan kotoran mereka juga kadang jatuh ke atas pasir. No. 1 dan no. 2 inilah yang sebenarnya membuat saya sangat malas untuk balik mengunjungi pantai ini. Jujur saja saya mendatangi pantai ini cuma menyenangkan anak dan istri.
3. Sulit mencari tempat yang nyaman buat beristirahat. Mau istirahat dimana? Di bawah Pandan banyak sampah, agak jauh sedikit warung berderet-deret tiada putusnya, dan dekat pantai kotoran manusia siap “memangsa” kaki-kaki kita jika tidak waspada. Gajebo jelas tidak ada. Mau makan bekal piknik bingung mencari-cari tempat yang nyaman.
4. Entah perasaan saya jika aroma air lautnya terkesan amis dan bikin eneg padahal pantai-pantai lain di sekitarnya tidak menenarkan aroma itu sama sekali. Mungkin ini berasal dari aroma ganggang atau lumut di bebatuan yang ada di situ.
5. Tidak ada pengawas pantai. Jelaslah karena pantai ini siapa yang mengelola juga tidak jelas. Padahal pengawas pantai penting untuk menjaga keselamatan para pengunjung. Di pantai yang ada pengawasnya saja sering terjadi kecelakaan lantas bagaimana dengan pantai tanpa pengawas sama sekali? Kalau tidak salah lebaran 2018 kemarin pantai ini juga sudah memakan korban.
6. Tarif MCK dan bilas yang overpriced. Masak bilas saja dipasang tarif Rp 5000? Padahal bilasnya juga cuma di pancuran di ruang terbuka. Tidak adanya aturan membuat warga setempat bisa menerapkan tarif semaunya. Bahkan menurut saya tarif parkir motor Rp 5000 itu juga overpiced. Seharusnya cukup Rp 2000 atau 3000 saja. Untuk mobil baru dikasih Rp 5000.   
7. Aksi para jukir yang mengganggu. Tak pelak banyak warga sekitar pantai yang mengharapkan pemasukan dari kendaraan yang diparkir di depan rumah mereka tetapi sayangnya kadang menurut saya apa yang mereka lakukan justru menimbulkan ketidaknyamanan pengunjung. Mereka berteriak-teriak di pinggir jalan kadang sambil melambai-lambaikan bendera. Bagi saya ini cukup mengganggu. Padahal meskipun tidak berteriak-teriak, cukup dengan memasang spanduk atau papan petunjuk, pengunjung sudah tahu akan memarkirkan kendaraannya dimana. 
     Pantai Payangan no rekomen deh buat berwisata dengan nyaman dan aman. Mending pilih saja pantai-pantai sekitarnya yang lebih bersih dan nyaman walau anda harus mengeluarkan lebih banyak uang.  Berharap semoga PEMKAB secepatnya mengambil alih pengelolaan pantai ini supaya lebih bersih dan lebih baik. 

Tuesday, July 3, 2018

Hilangnya Semangat Menonton Piala Dunia 2018


      Sejak awal lebaran 2018, Piala Dunia yang diselenggarakan di Rusia sudah mulai bergulir. Seperti Piala Dunia (PILDUN) tahun 2014 lalu di Brazil maka Piala Dunia tahun ini saya juga tidak antusias sama sekali untuk menyambut pesta bola akbar itu. Piala dunia terakhir yang masih saya saksikan dengan antusias saat masih dilangsungkan di Jerman tahun 2010 melalui beberapa channel TV internasional baik secara FTA, dengan key B*SS, atau lewat jalur penerbangan menggunakan antena parabola. Padahal saat ini  para tetangga dan kerabat selalu menjadikan event internasional ini sebagai topik utama saat sedang mengobrol dimana-mana. Biar enggak kelihatan ketinggalan info sama sekali maka saya lebih suka sekedar mengikuti update beritanya lewat internet. Terus kenapa saya kok sampai kehilangan gairah menonton PILDUN ini?
1. Amerika selatan dan Eropa terlalu dan terus menerus mendominasi dari waktu ke waktu. Merekalah selama ini yang selalu masuk ke dalam ajang kompetisi bola bergengsi ini. Mereka pula yang selalu memenangkannya. Saya sungguh lumayan bosan melihat hanya mereka yang tampil terus menerus di atas lapangan bola. Kadang saya berpikir coba sesekali Indonesia masuklah maka saya akan menyaksikannya hingga pertandingan terakhirnya.  Atau paling tidak sesekali Jepang atau Korsel yang menjadi juara utamanya. Saya seperti menyaksikan film yang ending-nya sudah bisa ditebak dari awal mulai diputar. 
2. Siaran Piala Dunia yang semakin komersial. Maklum biaya penyelenggaraan event ini pasti sangat besar. Semakin tahun semakin susah menyaksikan tayangan ini lewat TV secara gratis (FTA) khususnya lewat antena parabola atau satelit. Bersyukur bagi yang wilayahnya masih dekat dengan stasiun relay TV UHF sehingga tidak perlu pusing-pusing mencari siaran TV gratisan. Kalau dulu, seingat saya, saat masih diselenggarakan di Jepang dan Korsel saya bisa dengan mudah menontonnya lewat RCTI UHF walaupun gambarnya memang banyak semutnya. Untuk event di Jerman saya menonton lewat beberapa stasiun TV internasional yang bisa disaksikan lewat parabola baik yang FTA, diacak B*SS, atau jalur penerbangan. Maklum channel-channel TV nasional yang menyiarkan PILDUN diacak semuanya. Saya mendapat key B*SS-nya dari sebuah FP yang dirilis rutin jelang pertandingan. Kalau lewat satelit atau parabola ini adalah kualitas gambarnya sangat jernih anti semut. Jadi kalau pas ada channel yang FTA maka saya akan lebih suka menontonnya secara FTA karena tidak seribet jika menggunakan B*SS yang harus masukkan key atau penerbangan yang harus konek ke server penerbangan dulu.  Waktu itu belum terpikir untuk streaming karena koneksi internet masih 3G yang sangat rawan buffering dan harga paket internet masih terlalu mahal.
     Tahun ini official broadcaster adalah TransTV yang siaran teresterialnya (UHF) juga tidak sampai ke rumah. Saya tidak tahu sekarang apakah masih bisa mencari-cari siaran internasional yang FTA atau menggunakan B*SS lewat parabola seperti tahun 2010. Untuk jalur penerbangan, 2010 adalah tahun terakhir saya menggunakannya karena servernya yang sering down dan semakin sedikit channel yang bisa dibuka karena tipe enkripsi operator TV yang semakin sulit ditembus.
     Saat ini kebanyakan wilayah sudah tercover jaringan LTE atau 4G yang relatif lebih mantap buat streaming dan harga paketnya juga lumayan murah. Sayangnya aplikasi untuk menonton PILDUN Rusia ini setahu saya cuma ada 2 yaitu MaxStream dan Klikworld. Saya sendiri belum pernah pakai keduanya karena storage ponsel sudah penuh oleh aplikasi. Cuma dari sejumlah review di beberapa situs, Maxstream gratis koneksi data bagi pengguna Telkomsel sedangkan Klikworld harus membayar paketnya yang harganya saja (tidak termasuk biaya koneksi data) Rp 99 ribu. Ada yang bilang Maxstream suka down servernya namun gambar lebih bagus dibandingkan Klikworld. Hal ini membuat saya semakin malas meskipun buat sekedar menonton PILDUN lewat aplikasi streaming. Enaknya nonton PILDUN lewat streaming adalah fleksibilitas waktu dan ruang, artinya bisa menonton dimanapun juga atau tidak harus di depan TV. Tambahan lagi saya juga sudah tidak kuat begadang seperti dulu.
     Warga di kampung saya saat ini menyaksikan PILDUN Rusia lewat TV kabel melalui channel Son*TV. Channel ini sebenarnya diacak dengan Powe*rV* tetapi dengan receiver parabola terbaru sudah mampu meng-crack-nya sehingga bisa dinikmati secara gratis hanya dengan memasukkan key. Pihak operator TV kabel tidak perlu mengeluarkan biaya apapun seperti ijin share siaran atau apapun karena channel Son*TV berada di luar negeri. Mereka juga aman-aman saja karena sudah pasti takkan terjangkau oleh hukum negara dimana stasiun TV itu berada. Sebuah cara yang cukup cerdas. Bagi penikmat PILDUN tentu tak mau ambil pusing dengan urusan hukum yang cuma bikin pusing. Bagi mereka yang penting mereka masih bisa menonton pesta bola ini dengan nyaman dan gratis tentunya. 

Operator Tri Yang Sangat Merugikan Pelanggan!


     Akhirnya setelah nyaman memakai Tri hampir 2 bulan eh masalah yang mengganggu mulai muncul. Awalnya saya menggunakan paket promo harian Rp 2000/2,5 GB. Akan tetapi rupa-rupanya kuota segitu sering tidak cukup karena si kecil dan mamanya suka streaming mulai pagi sampai larut malam. Akhirnya sebagai solusinya saya menambahkan paket internet 20 GB bulanan (10 GB reguler dan 10 GB Youtube). Disinilah mulai timbul masalah. Yang pertama saya menduga jika saya memakai internet apapun bentuknya maka yang akan terpotong adalah kuota harian dahulu karena kuota ini umurnya pendek. Akan tetapi begitu si kecil memakai Youtube maka yang terpotong malah kuota Youtube bulanannya. Walhasil kuota harian 2,5 GB cuma terpakai tidak sampai 500 MB per hari. Banyak yang mubadzir. Okelah saya masih bisa mengerti. Akan tetapi mulai hari ini ada sesuatu yang aneh sewaktu saya cek kuota harian dari pagi sampai sore anteng terus 2,5GB tidak berkurang sama sekali. Yang berkurang justru kuota bulanan reguler!!
     Saya langsung komplen lewat webchat tri dan jawabannya benar-benar tidak masuk akal.
Bukti parahnya CS Tri

Sungguh sangat mengecewakan! Sekarang jadilah kuota harian saya menganggur setiap hari dipotong Rp 2000 dan tidak mungkin saya stop paket harian ini karena ada yang bilang jika sudah distop akan sulit di-REG kembali. Tri telah menempatkan pelanggannya dalam posisi serba salah dan sangat merugikan!  
     Keburukan Tri lainnya adalah jebakan paket internet. Kapan hari saya melihat ada paket 20 GB seharga Rp 70 ribu saja buat sebulan. Tanpa ba bi bu langsung saya REG dan ternyata oh ternyata paket itu dibagi menjadi 2 yaitu untuk pemakaian reguler dan youtube. Sudah terlanjur mau gimana lagi? Dan bagian terburuknya adalah jebakan saat memesan paket lewat USSD. Awalnya setelah pengalaman buruk mendapatkan paket 20 GB yang terpecah dengan Youtube maka saya selalu periksa lebih rinci deskripsi paket itu lewat USSD. Nah di sinilah jebakannya. Biasanya di situ ada pilihan angka 1 untuk membeli. Tadi malam (9 Agustus) tanpa sengaja saya salah memencet angka 5 di layar hape. Saya kira Tri akan merespon gagal pembelian karena saya sudah salah pencet. Akan tetapi akhirnya apa yang terjadi? Paket yang tidak saya harapkan akhirnya terbeli sudah dan yang jelas paket ini akan mubazir karena hanya untuk jaringan LTE yang di tempat saya tidak ada.  Lebih aman memesan paket lewat web Tri langsung tetapi susahnya jika kuota internet sudah benar-benar habis maka cara ini otomatis tidak bisa dipakai. Benar-benar Tri emang topnya merugikan pelanggan!




Hal lain yang menyebalkan adalah saat listrik dari PLN padam maka sinyalnya juga ikut lenyap. Susahnya kalau listrik padam mulai pagi sampai malam maka sinyal Tri juga ikutan libur selama itu. 
































Update: 11 September 2018

Celakanya atau lebih buruknya tiba-tiba paket 4G only itu diperpanjang otomatis padahal tadinya saya kira cuma sekali beli. Bagaimana bisa paket yang sama sekali tidak bisa saya gunakan bisa diperpanjang otomatis?! Tri benar-benar sangat buruk billingnya! Jauh lebih buruk dari si biru yang sudah buruk. Lebih tepatnya Tri adalah operator terburuk. Pantas saja coverage sinyalnya dari dulu lambat sekali perkembangannya. Saya yakin di tempat saya tidak ada yang mau pakai operator busuk ini. 

Update: 19 November 2018
Hingga saat ini hampir setiap hari koneksi internet Tri mengalami gangguan. Entah cuma sekedar bengong (RTO) atau lelet luar biasa. Kalau dikomplen CSnya lamban sekali menanggapi dan solusinya juga selalu sama seperti itu restart hape, ganti APN, bla bla basi basi banget. Seolah-olah apapun penyakitnya, obatnya cuma ada satu itu doang. Kalau dikejar terus ujung-ujungnya cuma bisa ngeles "jaringan kami tidak ada masalah". Sebuah senjata pamungkas ampuh lari dari masalah yang sedang dialami pelanggan. 

Yang unik lagi dari Tri ini adalah jika kita memiliki dua buah paket internet: harian dan bulanan maka jika dalam satu hari paket harian habis kuotanya maka tidak dapat secara otomatis pindah ke paket bulanan. Jadi hape harus direstart dulu baru bisa menggunakan paket bulanannya. Jika tidak maka koneksi akan bengong seperti sedang kehabisan kuota. Padahal di operator lain jika paket harian habis kuota maka secara otomatis akan berpindah ke paket bulanan.  

Update: 3 Desember 2018
Saat sedang berjalan-jalan di tengah kota kecamatan beberapa hari lalu saya melihat ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Ternyata sinyal Tri sudah LTE padahal kemarin-kemarin masih HSPA. Saya pun merasa senang karena logikanya saya akan bisa menikmati kecepatan internet yang lebih baik. Akhirnya saya pun pulang dan saat cek di rumah ternyata saya tidak mendapatkan satu bar pun LTE! Cuma logo LTE-nya saja yang nongol. Itupun network mifi harus dipaksa LTE Only. Kalau disetting auto sudah pasti tidak akan bakalan nongol tuh LTE Tri. Internet pada jaringan LTE ini bisa jalan tetapi jauh lebih lambat dibandingkan HSPA-nya. Mungkin karena sinyalnya yang jauh lebih kecil. Mifi pun jadi bekerja keras sekali. Baterai penuh dalam tempo satu jam langsung habis! Bukan cuma itu saja saat dibuat upload sangat lambat sekali. Upload foto 2 MB saja bisa 10 menitan. Yang terburuk adalah USSD tidak berfungsi sama sekali pada setting LTE Only. Jadi saya tidak cek kuota harian lewat USSD (karena memang tidak bisa dicek lewat Bima+). Hanya sekitar 3 hari saya bertahan menggunakan jaringan LTE ini dan akhirnya mifi saya kembalikan ke setting AUTO. Saya pun kembali menikmati HSPA yang lebih stabil. Aneh sekali padahal tower-tower LTE operator lain juga berada di tengah kota kecamatan tetapi di rumah saya bisa mendapatkan sinyal full bar atau paling jelek 3 bar tetapi Tri mengapa tidak bisa? Saya menduga power sinyalnya terlalu kecil. Entah sengaja mengirit power atau bagaimana saya tidak tahu. Sayang sekali padahal paket-paket internet yang lebih murah berada di jaringan LTE only. 

LTE Tri memble
Speedtest Tri dengan sinyal LTE



Selalu gagal saat tes upload dengan sinyal LTE
Speedtest dengan sinyal HSPA Tri lancar. Kesimpulan HSPA Tri jauh lebih bagus dibandingkan LTE-nya.