Wednesday, July 4, 2018

Pengalaman Berwisata Ke Pantai Payangan di Jember


     Pantai Payangan ini masih menjadi satu lokasi dengan teluk Love, pantai Watu Ulo, dan Tanjung Papuma. Sebenarnya keberadaan pantai ini sudah lama sekali dan dulu terkenal sebagai tempat jual beli ikan saat pagi hari. Jadi kalau lagi butuh ikan laut segar saya selalu pergi ke sini. Dulu saya bisa masuk dengan sangat bebas ke pantai ini. Pantai ini merupakan pantai favorit istri saya dan banyak
warga kampung lainnya. Mungkin karena gratis itulah. Warga hanya diharuskan membayar ongkos parkir Rp 5000 untuk motor dan Rp 10 ribu untuk mobil. Pengunjung bisa melewati samping rumah penduduk untuk bisa menuju pantai ini. Saat ini banyak celah atau jalan menuju ke pantai ini sudah dipasangi pagar atau pintu oleh warga setempat sehingga mau tidak mau kita tidak bisa masuk seenaknya. Jadi terpaksa kita harus mencari celah yang masih bisa dilewati. Maklumlah kita memang mesti melewati pekarangan mereka. Apa nih kesan-kesan saya dengan pantai ini?

1. Kotor sekai! Saat menjelang masuk ke pantai ini dari belakang rumah penduduk kita akan disuguhi tumpukan sampah di bawah pohon pandan. Beberapa kali ke sini sampah itu selalu saja ada dan seperti tak pernah berkurang. Di pinggir pantainya sendiri juga banyak bungkus bekas snack terbenam sebagian dalam pasir.

2. (Maaf) Banyak kotoran manusia di antara bebatuan pinggir pantai. Suatu pagi saya hitung ada 4 buah kotoran manusia secara terpisah masih segar dikerubungi lalat tersebar di sela-sela batu. Saya tidak tahu pelakunya
apakah penduduk sekitar atau pengunjung. Selain itu di sini juga banyak kambing berkeliaran dan kotoran mereka juga kadang jatuh ke atas pasir. No. 1 dan no. 2 inilah yang sebenarnya membuat saya sangat malas untuk balik mengunjungi pantai ini. Jujur saja saya mendatangi pantai ini cuma menyenangkan anak dan istri.
3. Sulit mencari tempat yang nyaman buat beristirahat. Mau istirahat dimana? Di bawah Pandan banyak sampah, agak jauh sedikit warung berderet-deret tiada putusnya, dan dekat pantai kotoran manusia siap “memangsa” kaki-kaki kita jika tidak waspada. Gajebo jelas tidak ada. Mau makan bekal piknik bingung mencari-cari tempat yang nyaman.
4. Entah perasaan saya jika aroma air lautnya terkesan amis dan bikin eneg padahal pantai-pantai lain di sekitarnya tidak menenarkan aroma itu sama sekali. Mungkin ini berasal dari aroma ganggang atau lumut di bebatuan yang ada di situ.
5. Tidak ada pengawas pantai. Jelaslah karena pantai ini siapa yang mengelola juga tidak jelas. Padahal pengawas pantai penting untuk menjaga keselamatan para pengunjung. Di pantai yang ada pengawasnya saja sering terjadi kecelakaan lantas bagaimana dengan pantai tanpa pengawas sama sekali? Kalau tidak salah lebaran 2018 kemarin pantai ini juga sudah memakan korban.
6. Tarif MCK dan bilas yang overpriced. Masak bilas saja dipasang tarif Rp 5000? Padahal bilasnya juga cuma di pancuran di ruang terbuka. Tidak adanya aturan membuat warga setempat bisa menerapkan tarif semaunya. Bahkan menurut saya tarif parkir motor Rp 5000 itu juga overpiced. Seharusnya cukup Rp 2000 atau 3000 saja. Untuk mobil baru dikasih Rp 5000.   
7. Aksi para jukir yang mengganggu. Tak pelak banyak warga sekitar pantai yang mengharapkan pemasukan dari kendaraan yang diparkir di depan rumah mereka tetapi sayangnya kadang menurut saya apa yang mereka lakukan justru menimbulkan ketidaknyamanan pengunjung. Mereka berteriak-teriak di pinggir jalan kadang sambil melambai-lambaikan bendera. Bagi saya ini cukup mengganggu. Padahal meskipun tidak berteriak-teriak, cukup dengan memasang spanduk atau papan petunjuk, pengunjung sudah tahu akan memarkirkan kendaraannya dimana. 
     Pantai Payangan no rekomen deh buat berwisata dengan nyaman dan aman. Mending pilih saja pantai-pantai sekitarnya yang lebih bersih dan nyaman walau anda harus mengeluarkan lebih banyak uang.  Berharap semoga PEMKAB secepatnya mengambil alih pengelolaan pantai ini supaya lebih bersih dan lebih baik. 

No comments:

Post a Comment