Monday, December 19, 2016

Bentor dan Gerandong



Apaain sih dua benda itu? Bentor adalah becak motor dan gerandong adalah truk kecil buatan bengkel. Sebenarnya sudah lama sekali 2 kendaraan itu dilarang beroperasi di jalan raya tetapi nyatanya hingga hari ini populasinya terus menerus bertambah. Kalau saya pribadi lebih suka jika 2 kendaraan itu dilarang beroperasi di jalan karena:
1. Menimbulkan kemacetan karena baik bentor apalagi gerandong tidak bisa bergerak cepat. Sering terjadi di jalan antrian panjang dan setelah sampai di ujung antrian saya lihat ternyata eh bentor atau gerandong yang jalannya kayak siput.
2. Sering menimbulkan kecelakaan. Terutama gerandong. Penyebabnya karena mereka dibuat oleh standar bengkel dan bukan industri manufaktur. Saudara teman saya pernah meninggal tertabrak gerandong ini. Penyebabnya semua bautnya patah. Supaya kendaraan bisa jalan di jalan raya aturannya harus memenuhi uji standar keamanan seperti semisal uji tabrakan, uji kekuatan, uji kebakaran, dll Apakah si bengkel sudah mengantongi hasil uji safety itu dari pemerintah? Kalau kemudian jatuh korban di jalan gara-gara kurangnya safety si gerandong salah siapa coba? Gerandong juga banyak yang tidak dilengkapi lampu sehingga kalau jalan malam hari di jalan raya rawan menimbulkan kecelakaan. Mereka kadang hanya menggunakan senter kecil supaya mudah terlihat tetapi bagi saya itu masih cukup dan tetap saja sukar terlihat. Pernah beberapa waktu dulu saya hampir menabrak gerandong malam-malam karena gerandong tidak mau menyalakan lampu (karena memang tidak ada lampunya). Gerandong juga sering tidak mempan diklakson karena suara mesin diesel nan berisik membuat sopirnya tidak dapat mendengar bel dengan baik. 
3. Bentor dan gerandong tidak bayar pajak. Sebagian besar bentor tidak memiliki plat nomor dan kalaupun memiliki plat nomor ijinnya kendaraan roda dua sementara kalau gerandong memang tidak ada yang memiliki plat nomor. Padahal setiap kendaraan bermotor wajib memiliki STNK sehingga wajib membayar pajak apalagi kendaraan pengangkut barang seperti gerandong bukannya harus uji KIR tiap 6 bulan seperti layaknya mobil pickup atau truk?

Kreativitas bengkel patut dihargai dan keinginan banyak orang mendapatkan alat transportasi dengan harga terjangkau juga perlu diperhatikan namun keamanan adalah yang utama. Safety first! Apa gunanya murah tetapi kalau kemudian bikin celaka? Sudah saatnya pihak pemerintah lebih tegas dengan aturan yang dibuatnya atau korban yang lebih banyak akan berjatuhan terus. 

Sunday, December 18, 2016

Ketika Tangan Di Bawah Lebih Baik Daripada Tangan Di Atas?


Sebenarnya sudah sekali saya ingin menulis dengan tema ini. Ya judulnya memang menggunakan tanda tanya karena saya melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi di lingkungan kita terkadang bertentangan dengan apa yang sudah menjadi keyakinan kita semua. Semua orang tentu sudah sangat mengetahui jika tangan di atas jauh lebih baik daripada tangan di bawah. Akan tetapi marilah kita semua melihat lebih dekat realitas kehidupan masyarakat di sekeliling kita. Benar bahwa kita akan melihat orang-orang terbelah ke dalam 2 kelompok. Kelompok yang pertama merupakan penganut tangan dibawah lebih baik daripada tangan di atas sementara kelompok kedua adalah sebaliknya.

Saya memiliki teman seorang yang mempunyai toko alat tulis. Suatu malam datanglah seorang pengamen ke tokonya. Bukannya mengamen tetapi alih-alih orang itu ternyata mau menukarkan uang receh yang didapatkan dari hasil mengamen. Sambil menghitung uang recehnya si pengamen dengan bangga bercerita jika dalam 1 jam paling sepi dia bisa meraup Rp 50 ribu. Saya tidak bisa membayangkan, itu penghasilan dia saat sepi bagaimana jika pas ramainya? Bisa Rp 100 ribu/jam atau lebih mungkin. Padahal si pengamen itu tidak sedang mengamen di kota besar tetapi dari desa ke desa. Padahal upah buruh di AS sekarang masih ada yang yang $7/jam belum dipotong pajak. Berarti gaji si pengamen ini lebih besar daripada buruh di AS. Itu kalau dia mengamen 1 jam, kalau misal 6-8 jam/hari dia mengamen berapa lagi yang akan dia bisa dapatkan? Angkanya pasti fantastis dan semakin fantastis jika dihitung per bulannya. Padahal buruh tani di tempat saya hanya dibayar maksimal Rp 40 ribu (kalau tidak dikasih makan) atau Rp 30 ribu (jika dikasih makan) per hari. Sungguh lumrah jika semakin hari populasi para pengamen ini semakin banyak. Dulu rasa-rasanya orang mengamen paling-paling hanya 1x/bulan sekarang sudah hampir tiap hari. Yang lebih unik lagi para pengamen itu juga “pasang tarif”. Kalau di desa rata-rata orang kasih Rp 1000 bahkan ada yang bersedia kasih Rp 5000 - 10 ribu. Padahal orang yang kasih Rp 5 ribu ke pengamen itu kalau memperkerjakan buruh upah per jamnya juga tidak sampai Rp 5 ribu. Padahal orang mengamen sering hanya gonjrang ganjreng tidak jelas tidak sampai 1 menit. Pernah suatu kali saya lihat pas di rumah mertua, saudara ipar saya yang masih kecil kasih pengamen Rp 500 eh.. si pengamen malah marah-marah sama anak kecil itu. Ya tidak semua pengamen mungkin seperti itu tetapi kalau di tempat saya demikianlah adanya. 

Mungkin ada yang bilang cari kerja susah sekarang. Kalau tidak mau berusaha sungguh-sungguh memang susah. Tetangga saya sebut saja bapak SR suatu hari ada pengamen datang ke depan rumahnya. Setelah menyanyi pak SR ini mengajak si pengamen ngobrol-ngobrol sejenak. Setelah mengobrol kesana kemari pak SR tanya-tanya apakah si pengamen memiliki pekerjaan lain selain mengamen. Mereka menjawab tidak ada. Lantas pak SR menawarkan apakah mereka mau bekerja di tempatnya dengan syarat mereka tidak ngamen lagi? Mereka menjawab bersedia. Nah, dari cerita ini sebenarnya kalau mau berusaha mencari kerja saya yakin pasti ada lowongan. Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Untungnya kok saat itu pas bertemu dengan pak SR yang sedang membutuhkan tenaga kerja. 

Beberapa tahun lalu (mungkin sekitar 2002) saya pulang dari Surabaya dengan naik bus umum dan saat berhenti di sebuah terminal ada seorang pengemis masih muda meminta-minta kepada saya. Yang aneh dengan si pemuda itu adalah dia menerapkan tarif yaitu Rp 500. Aneh mengemis kok pakai tarif? Alasannya dia lagi kehabisan uang dan ingin pulang ke kampungnya. Saya tidak begitu saja mempercayai omongannya. Dia masih terus membuntuti saya dan mengikuti kemana saya pergi. Saya merasa risih sekali dan tak lama kemudian kelihatannya dia menyerah. Saya kemudian makan di sebuah rumah makan. Tak beberapa lama kemudian saya melihat sekelebatan pemuda itu melewati depan rumah makan. Saya menduga dia mau ke toilet. Didorong oleh rasa penasaran saya cepat-cepat keluar dari rumah makan dan membuntutinya dari jauh. Dia berhenti di depan toilet. Bukan buat buang air tetapi dia malah mengeluarkan dompet dan sebuah buntalan besar dari balik bajunya. Saya melihat dengan mata kepala sendiri ratusan lembaran uang Rp 500-an dihitung oleh pemuda itu satu per satu dengan teliti. Untung saja dia tidak melihat saya. Kalau saya hitung uang yang dia miliki jauu..uh lebih besar daripada yang saya miliki di dalam dompet saya saat itu.


Sebenarnya dari DINSOS sudah sejak lama ada himbauan agar tidak memberikan uang kepada pengemis dan pengamen tetapi namanya juga himbauan haregene siapa yang peduli? Wong yang berupa larangan + ada dendanya saja orang tidak peduli atau takut. Program BLT atau BALSEM sebenarnya bertujuan untuk mengurangi populasi pengemis dan pengamen ini tetapi lagi-lagi semua berpulang kepada mental masing-masing individu. Kalau memang mentalnya sudah mental mengemis mau dia punya uang segunung juga bakalan akan mengemis terus. Malah beberapa waktu lalu di TV saya melihat ada sebuah desa yang seluruh penduduknya berprofesi sebagai pengemis di kota. Kalau di dalam ajaran Islam sudah jelas kalau orang-orang yang suka mengemis meskipun sebenarnya mampu bekerja dan berusaha akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan muka tanpa daging yang berarti Islam secara tegas melarang perbuatan mengemis. Yang parah lagi adalah orang-orang yang malah menggunakan agama untuk mengemis. Mereka berpakaian layaknya pak ustadz membawa-bawa map berisi surat permintaan sumbangan pembangunan masjid yang sudah jelas-jelas fiktif. Sebagai sesama muslim saya malu melihat sesama umat memiliki mental seperti itu.

Sikap dan mental masyarakat kita yang masih suka dianggap orang miskin itulah yang menjadikan sebuah persoalan tersendiri. Coba lihat saat pendataan warga GAKIN. Tiba-tiba semua orang khususnya di sini mendadak merasa menjadi orang miskin sehingga merasa layak mendapatkan BLT. Anehnya kalau kemudian mereka dicap sebagai orang miskin mereka akan marah besar atau merasa terhina. Lho jadi mereka itu sebenarnya miskin atau tidak? Yah seperti ada tetangga yang motor punya 3, sebuah mobil, dan perabot lux tetapi bisa terdaftar sebagai GAKIN. Lho kok bisa? Ya tentu bisa.  Kriteria GAKIN yang tidak jelas dan pendataan yang asal-asalan menjadi salah satu bukti gagalnya program bantuan pemerintah untuk GAKIN. Hanya karena rumah berlantai tanah lantas serta merta langsung dimasukkan menjadi warga miskin padahal di depan rumah sudah jelas nongkrong mobil pribadi, di garasi ada 3 motor bagus, perabot rumah tangga serba mewah, bisa makan enak setiap hari, dll. Masihkah orang seperti itu bisa dianggap sebagai GAKIN? Bukti lain gagalnya program GAKIN ini lihat kartu-kartu KIS yang cuma ada nama tanpa NIK. Akhirnya kartu-kartu ini sering dipakai oleh orang-orang yang tidak berhak bahkan ada seorang RW yang “menjual” kartu-kartu KIS PBI ini kepada warga yang mampu. Akhirnya yang terjadi munculnya konflik horisontal antar warga. Warga miskin yang merasa berhak akan merasa didiskriminasi karena tidak mendapatkan haknya yang ujung-ujungnya akan iri hati terhadap warga yang lebih mampu namun justru bisa mendapatkan kartu-kartu bantuan pemerintah itu. 

Sunday, December 11, 2016

Blog sepi? Tak perlu galau



Beberapa waktu lalu saya sempat bertemu dengan salah seorang teman blogger yang mengeluhkan blognya sepi. Saya heran saja sampai segitunya dia galau gara-gara cuma karena blognya sepi pengunjung. Kalau saya pribadi sih tujuan utama membuat blog cuma sekedar menyalurkan hobi menulis. Kalau ada yang baca syukur dan kalau tidak ya tidak masalah sama sekali buat saya. Sebenarnya sudah sejak beberapa tahun lalu pingin punya blog sendiri tetapi baru awal tahun ini terwujud. Waktu itu saya tersentil dengan apa yang disampaikan oleh alm. Pramoedya Ananta T. kalau sepinter apapun seseorang kalau tidak pernah membuat tulisan maka dia akan tenggelam. Hmm... saya jadi teringat teman-teman SMP, SMA, dan kuliah dulu. Kalau saya renungkan memang benar sekali apa yang sudah disampaikan oleh beliau itu.

Contohnya saya memiliki seorang sahabat kental sampai sekarang. Sejak SMP dan SMA kami selalu bersama. Hanya saat kuliah kami berpisah. Usai kuliah dia lebih memilih terjun ke dunia bisnis. Hari-harinya selalu diisi dengan kesibukan mencari uang mulai pagi jam 7 sampai larut malam dari Senin ke Senin. Saya melihatnya sekarang dia sudah bukan seperti orang yang pernah saya kenal dulu. Tiap kali mengobrol topiknya selalu tentang uang melulu padahal semasa SMP saya tahu sendiri dia adalah salah satu anak yang aktif berorganisasi dan membuat aneka artikel di mading. Sekarang bahkan internetpun dia sudah tidak pernah pakai. Kelihatan gaptek banget padahal sarjana dari sebuah PTN terkenal di Jakarta. Saya hanya bisa berpikir rupanya waktu sudah mengubah segalanya. Saya hanya menyayangkan potensi menulis dan kecerdasannya terkubur begitu saja. Sahabat-sahabat lain semasa kuliah saya juga sudah tidak melihat eksistensinya lagi selain di medsos yang menurut saya malah sering cuma update status-status yang tidak penting layaknya ABG galau yang membuat saya malah tambah pusing sehingga terpaksa meremove mereka dari daftar pertemanan.

Sumber gambar: twitter JawaPosTV

Monday, November 21, 2016

Balada TKW/TKI

     Saya tertarik membuat tulisan ini setelah beberapa waktu belakangan ini para tetangga dan kerabat marak menjadi TKW. Tekanan ekonomi memang luar biasa sekarang ini. Kalau hanya mengandalkan upah yang cuma berdasarkan UMR akan sulit sejahtera. Mau berusaha sendiri juga membutuhkan banyak modal sementara mendapatkan modal juga bukan perkara ringan karena bagaimana pun si kreditur juga harus memiliki agunan. Apakah bisa seseorang tiba-tiba datang ke bank tanpa membawa agunan akan diberikan pinjaman begitu saja? Bagi kreditor baru seandainya diberikan pinjaman juga nilainya sangat kecil. Bank tak mau mengambil resiko memberikan pinjaman kepada kreditor yang belum diketahui reputasinya sama sekali. Selain itu biaya adm ini itu saat meminjam juga tidak kecil. biaya-biaya seperti materai, provisi, pendaftaran BPJS-TK, pembukaan rekening baru, dll bisa membuat dana yang diterima oleh si penerima kredit akan tergerus. Selain itu bunga kredit juga tidak kecil. bagi orang yang sama sekali tidak memiliki aset apapun yang bisa dijadikan agunan tentu akan sangat sulit mendapatkan kredit dari bank.


Yup akhirnya satu-satunya jalan pintas termudah adalah menjadi TKW atau TKI. Alasannya:

1. Tidak memerlukan pendidikan tinggi. Cukup tamat SMP. Contoh saja untuk ke Korea Selatan cukup tamat SMP. Masih tidak punya ijazah SMP? Bisa beli kok apalagi ijazah SMP ini relatif lebih murah dibandingkan ijazah sarjana. Ini juga yang membuat banyak anak-anak perempuan di daerah saya banyak yang memilih untuk tidak meneruskan ke jenjang SMA. Buat apa bersekolah SMA yang bikin pusing dan menghabiskan banyak duit kalau dengan ijazah SMP saja mereka sudah bisa meraih banyak duit?
2. Proses cepat. Pendidikan di penampungan pun juga hanya memakan waktu paling lama 4 bulan. Bahkan bagi yang sudah pernah menjadi TKI atau TKW tidak perlu melalui proses ini. Setelah mereka pulang ke Indonesia dalam tempo 1-2 bulan mereka sudah bisa berangkat lagi. Dalam setahun sudah bisa membeli semua yang diinginkan. Ini anak tetangga baru bekerja 3 bulan di Taiwan dengan sistem potong gaji sudah bisa kirim banyak uang.
3. Biaya bisa diatur. Kalau tidak ada biaya sama sekali bisa menggunakan sistem potong gaji. Memang tidak semua lowongan pekerjaan bisa menggunakan sistem ini. Biasanya ini berlaku untuk caregiver di Taiwan.

Terus apa dong penyebab seseorang memilih untuk menjadi TKW/TKI:
   1.   Tekanan ekonomi keluarga. Contohnya saja mayoritas masyarakat di daerah saya berprofesi sebagai petani. Sudah bukan rahasia lagi jika bertani semakin lama semakin sulit. Biangnya apalagi jika bukan musim yang semakin tidak menentu yang membuat gagal panen. Musim hujan sama sekali tidak ada hujan sementara kemarau malah hujan terus menerus. Tanaman padi yang seharusnya mendapatkan banyak air malah kekeringan sedangkan tanaman palawija busuk terkena hujan deras. Walhasil bangkrut deh dan hutang menumpuk.

    2.   Gaya hidup dan gengsi. Terkadang bukan masalah ekonomi yang menjadi dasar seseorang memilih menjalani profesi sebagai TKW/TKI. Saudara istri saya di Banyuwangi bisa dibilang hidup lebih dari cukup. Sawah luas, rumah bagus, dan kendaraan juga bagus tetapi mungkin karena masih merasa kurang puas dengan apa yang dimiliki maka si kepala keluarga rela meninggalkan istri dan anak-anaknya untuk bekerja di Jepang. Begitu juga saudara istri saya yang lain sebut saja mbak SO saya anggap kehidupan mereka secara ekonomi tidak ada masalah tetapi entah juga kenapa mbak SO 2 tahun lalu nekad meninggalkan anak dan suaminya untuk bekerja di Taiwan. Akhirnya yang terjadi seumur hidup ada TKW/TKI yang menghabiskan hidupnya di LN. Sebut saja tetangga saya mbah TY. Saya sebut mbah karena memang sudah sepuh sekali. Mbah TY ini sejak saya masih orok sudah menjadi TKW di negeri jiran. Belum tentu setahun sekali pulang ke Indonesia. Kalau pulang juga paling lama cuma sebulan habis itu balik lagi ke Malaysia. Karena jarangnya pulang ke Indonesia saya sampai berpikir mbah TY itu sudah bukan lagi WNI tetapi mungkin sudah menjadi WN Malaysia. Rumah megah telah yang dibangun oleh mbah TY pun ditempati oleh anaknya. Saya kadang agak heran apa yang sebenarnya dicari oleh mbah TY ini? Semuanya sudah dimilikinya olehnya tetapi kenapa masih terus menjadi TKW tanpa henti di Malaysia? Mau sampai kapan?
Ada sebuah kisah yang cukup lucu namun tragis juga. Ada seorang TKW di Taiwan yang saat bekerja di Taiwan sering sekali pos gaya hidup selama tinggal di Taiwan yang menurut ukuran orang-orang di desa tentu saja wow ruarbiazah. Semua barang-barang lux dibelinya. Hidup bak kaum jetset tetapi begitu kembali ke kampung halaman pos-pos dia di FB berubah 180 derajat. Barang-barang lux yang telah dibelinya selama di Taiwan dijualnya satu per satu dengan harga murah sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga ludes tandas. Sungguh ironis. 


Lantas siapa yang dikorbankan jika seseorang menjadi TKW/TKI?
1.       Anak untuk yang sudah berkeluarga. Membicarakan TKW/TKI memang tidak ada habis-habisnya. Ada tetangga mbak HR kalau tidak salah sudah 30 tahun menjadi TKW di Malaysia sama sekali tidak pernah pulang dan tidak ada kabarnya. Dia baru muncul sekitar 2 tahun lalu dengan mendatangi putra satu-satunya yang akan menikah. Bagaimana bisa seorang ibu meninggalkan anak satu-satunya saat masih kecil selama berpuluh tahun tanpa memberi kabar apapun? Depan rumah mertua saya juga ada mbak AN malah meninggalkan putrinya yang masih berusia 3 bulan untuk bekerja di Taiwan. Putrinya ini akhirnya dirawat oleh bapaknya tetapi masalahnya bapaknya terlalu sibuk sehingga kurang terawat. Pakaian dan badannya sering terlihat kotor tak terawat. Yang menyedihkan adalah kemampuan sosial dan verbalnya sangat minim maklum pendidikan dari bapaknya kurang sekali. Dibandingkan anak-anak yang usianya jauh di bawahnya tampak kurang berkembang. Ada pula kisah si PT anak ibu EK. PT ini adalah hasil hubungan gelap EK dengan kekasih gelapnya seorang pria berkebangsaan India di Malaysia. Di sini PT tinggal bersama neneknya seorang janda MJ karena ibunya balik lagi kerja di Malaysia dan jarang sekali pulang. Mungkin karena kurangnya figur orang tua dalam kehidupannya maka PT ini menjadi anak liar dan bengal. Suka sekali mencuri bahkan modem saya pernah dicurinya. Sampai-sampai saya datangkan pak RW, pamannya, dan guru sekolahnya untuk bermusyawarah tetapi dia tidak mau mengaku sama sekali padahal semua bukti dan saksi sudah mengarah ke dia. Persis seperti kasus Jesica vs Mira meski semua bukti sudah mengarah ke seorang pelaku tetapi masih juga pelaku sulit ditangkap. Si PT ini begitu tenang dan dingin menghadapi semua orang dewasa di sekelilingnya persis seperti Jesica. Padahal normalnya kalau seandainya saya masih anak-anak seumuran dia dulu pasti sudah ketakutan setengah mati disidang kayak PT dengan banyak orang dewasa terlepas entah saya bersalah atau tidak.  Kadang saya heran dengan si PT ini meski badan wadaknya masih anak-anak tetapi catatan kriminalnya bisa dibilang cukup panjang padahal perilaku kriminal kan selayaknya cuma dilakukan orang dewasa? Pernah juga dia mencuri uang jutaan rupiah di rumah tetangganya. Waktu itu tetangganya datang ke rumah saya curhat jika dia barusan kehilangan uang setelah PT bermain ke rumahnya. Pernah juga dia mencuri uang pamannya sendiri. Pamannya sendiri mengakui kalau tidak bisa mengendalikan PT tetapi saya melihat kalau sebenarnya pamannya ini juga “setengah” melindungi PT akan perbuatan-perbuatan kriminalnya. Mungkin karena kasihan dengan PT yang tidak diasuh oleh orang tuanya sendiri hingga sekarang. 
2.       Pasangan hidup. Sudah bukan rahasia lagi jika suami atau istri yang ditinggalkan akan mudah berbuat serong. Yang namanya hidup bukan hanya melulu tentang uang. Manusia juga memerlukan kehangatan cinta kasih yang takkan bisa digantikan oleh uang. Tak jarang seorang TKW ketika pulang membawa seorang bayi atau anak dari hubungan gelap selama di negeri orang. Sering pula ketika pulang seorang istri mendapati suaminya sudah menikah lagi tanpa setahu si TKW.

     Masalah TKW/TKI. Masalah yang dialami TKW/TKI biasanya terjadi bukan saat masih bekerja di LN tetapi ketika sudah kembali ke kampung halamannya. Ya ketika mereka kembali ke tanah air mereka mendapati bahwa semuanya masih “sama” dalam artian mereka masih menghadapi masalah yang sama dengan dulu saat meninggalkan Indonesia yaitu tidak mampu survive. Ketika kembali ke kampung mereka cuma menghabiskan hari-hari tanpa tujuan. Mau bekerja di sini mereka tidak punya skill dan skill yang mereka dapat di negara lain tidak bisa digunakan di sini dan kalaupun bisa digunakan bayaran yang mereka akan terima ibarat bumi dengan langit. Bekerja sebagai caregiver di Taiwan sebulan kini seorang TKW bisa mengantongi uang bersih 7 jutaan rupiah karena untuk biaya hidup sudah ditanggung 100% oleh majikan. Saya tidak tahu berapa biaya hidup di sana sekarang tetapi saya asumsikan saja sekitar 5 jutaan/bulan. Jadi sebenarnya seorang caregiver di Taiwan memiliki gaji sekitar 12 juta/bulan. Pekerjaan apa di Indonesia yang cuma dengan tamat SMP bisa dibayar segitu sekarang ini? Tentu susah sekali mendapatkannya. Padahal tetangga saya seorang manajer lulusan S1 sebuah pabrik minyak goreng sawit yang cukup ternama di Kalsel gajinya hanya Rp 15 juta/bulan. Sementara dia sudah mengabdi hampir 20 tahunan di perusahaan itu. Betapa jomplangnya bukan? Tetapi itulah sebuah realitas. 

     Akhirnya si TKW cuma bisa MANTAB alias makan tabungan yang lama kelamaan sudah pasti habis dan ini bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman. Akibatnya banyak TKW yang kemudian tidak kerasan berlama-lama tinggal di kampung dan lebih memilih berangkat lagi menjadi TKW. Siklus ini akan terus menerus berulang seperti yang dialami oleh mbah TY itu. Ada juga yang mencoba menjadi pengusaha tetapi mereka pikir untuk sukses itu cukup dengan modal besar saja dan ternyata itu salah. Ada seorang kenalan teman yang bekerja di Korea yang kemudian bisa mendulang uang milyaran rupiah. Merasa punya modal gede langsung mendirikan sebuah toko alat tulis dan fotocopy. Tokonya gede dan berada di kawasan startegis tetapi yang namanya usaha tidak cukup modal gede. Saya melihat sih tokonya bagus dan barang yang dijualnya lengkap tetapi sayang pelayanannya kurang bagus. Entah kenapa mesin fotococpynya seringkali ngadat dan pegawainya lelet banget kerjanya. Lama-kelamaan tokonya sepi dan lebih sering tutup sampai akhirnya bulan kemarin saya melihat tokonya  sudah berpindah tangan menjadi warung nasi. Saya juga punya sobat kental yang memiliki toko alat tulis semacam itu. Waktu pulang dari kerja di LN beh luar biasa banyak uangnya seolah takkan pernah habis 7 turunan. Akan tetapi sejak tokonya berdiri banyak sekali keluhan darinya tentang bisnis toko alat tulis seperti pegawai yang tidak setia, biaya-biaya yang terus membengkak, margin yang semakin menipis, pajak yang gila, dll. Saya melihat usahanya itu sekarang seperti kerakap tumbuh di batu. Lagi-lagi saya cuma bisa menarik kesimpulan jika modal gede hanyalah merupakan salah satu poin saja untuk berhasil secara finansial. Jika memang seorang TKW atau TKI ingin sukses saat kembali ke tanah airnya maka tidak cukup dengan mengandalkan modal besar belaka. Skill, manajemen, dan kerja keras juga tak kalah pentingnya. Kalau seorang TKW atau TKI melihat semuanya itu terlalu sulit atau susah dan tidak ada kesungguhan maka jangan kaget jika mereka kemudian memilih untuk balik lagi ke LN karena di sana mereka lebih mudah mendapatkan uang. Akan tetapi mau sampai kapan?? 

Friday, October 7, 2016

Aplikasi Rese Bernama Instagram




Sudah beberapa bulan ini menggunakan aplikasi instagram dan kalaulah saya disuruh memberi bintang maka saya akan kasih 1 bintang alias jelek sekali. Tidak ada aplikasi yang merepotkan dan sering membuat masalah selain Instagram ini.

1. Mungkin karena basicnya aplikasi android/iOS dan bukan web maka jika membuka situs instagram dari web dijamin bakal kecewa karena akan banyak sekali fitur yang hilang. Tidak bisa mention dan bahkan tidak bisa lihat foto atau video yang sudah diposting. Begitu juga tidak bisa post foto atau video meskipun komen masih bisa. Padahal Twitter atau Facebook mau diakses dari aplikasi atau web sama saja tidak ada bedanya. Sebenarnya sih mengakses sebuah situs atau layanan dengan web lebih irit karena di browser biasanya ada fitur kompresi untuk menghemat kuota. 

2. Sering tidak bisa mention atau tag teman di foto dan ini bisa berlangsung berhari-hari. Yang unik adalah kadang dalam 1 hape dengan 2 akun yang berbeda, yang satu bisa mention, yang satu lagi tidak bisa. Kadang dengan 2 hape dengan 1 akun yang sama di hape satu bisa mention ganti ke hape lain tidak bisa mention. Rese benar. Adik saya sampai memiliki 3 akun buat jaga-jaga kalau ada salah satu akunnya yang bermasalah.

3. Foto yang terlalu panjang pada satu sisi akan terpotong padahal di FB atau Twitter memposting foto yang ukuran salah satu sisinya jauh lebih panjang daripada sisi lainnya bukan masalah. Di Twitter memang di thumbnail akan terlihat terpotong tetapi kalau diklik fotonya bisa penuh.

4. Selalu bermasalah saat upload video. Pagi ini saya coba upload video berekstensi mpg tidak bisa. Akhirnya terpaksa saya render ke MP4 baru bisa padahal kalau dirender tak jarang hasilnya bermasalah saat diupload. Saya pernah memiliki video yang saya tonton normal-normal saja tetapi begitu diupload dan diplay lewat instagram kepala saya jadi hilang di dalam video itu. Cuma terlihat mulut ke bawah. Kok bisa ya? Pernah juga upload video audionya jelas-jelas normal tetapi begitu diupload dan play audionya terputus-putus. Kadang gerakan jadi terlihat lebih lambat atau tiba-tiba orientasi video berubah (jadi landscape atau sebaliknya portrait). Beda sekali dengan upload video di FB atau Twitter nyaris tanpa masalah. Sekarang bener-bener deh seperti mimpi buruk upload video di instagram. Kadang juga terlalu banyak dikompress oleh instagramnya sehingga video menjadi pecah gak karuan.
5. Durasi video dibatasi hanya maksimal 1 menit. Jadi kalau upload video lebih dari 1 menit terpaksa dipotong menjadi beberapa bagian lalu diupload satu per satu.
6. Boros kuota internet. Instagram adalah monster kuota.  Kalau sehari saya berani buka FB beberapa kali maka kalau instagram paling cuma sekali. Buka sebentar saja langsung makan banyak kuota. Video yang langsung autoplay dan entah bagaimana cara mematikannya sungguh menguras kuota.

Dengan banyak kekurangan itu saya tetap menggunakan instagram karena teman-teman dan saudara sekarang juga banyak yang memiliki akunnya di situ. Jadi yah mau bagaimana lagi? Saya tidak punya pilihan padahal saya selalu update ke versi terbaru.

Update: Akhir Februari 2018
Sampai sekarang Instagram makin parah khususnya buat upload video. Sering saya harus upload belasan kali yang memakan waktu berjam-jam baru normal. Ternyata menggunakan aplikasi terbaru juga setali tiga uang. Masalah tetap saja muncul. Yang selalu saya keluhkan adalah setelah diupload selalu saja muncul masalah. Video pasca upload hasilnya selalu berbeda dengan sebelum diupload. Saya heran dimana bagusnya aplikasi instagram ini?! Benar-benar sangat buruk!


Thursday, October 6, 2016

Pengalaman Buruk Menjadi Pasien BPJS/JKN

Sudah lebih sebulan tidak menulis artikel. Biangnya apalagi jika bukan karena badan sedang sakit. Awalnya demam menggigil disertai nyeri perut selama seminggu. Wah sepertinya kena demam tifoid. Karena sudah beberapa kali terkena demam tifoid jadi sudah hapal bener gejalanya. Seperti biasa kalau terkena demam ini biasanya saya meminum antibiotik. Adapun antibiotik yang biasa saya minum adalah Ciprofloxacine karena sudah terbukti sangat efektif melawan demam tifoid. Memang sebenarnya tidak betul meminum antibiotik tanpa periksa dan resep dokter tetapi saya juga dihadapkan pada satu masalah. Jika periksa ke Puskesmas menggunakan BPJS saya pernah diberikan antibiotik golongan Sulfa untuk demam tifoid ini. Bukannya tidak manjur, hanya saja saya merasa antibiotik Sulfa ini kurang manjur buat demam tifoid sehingga proses penyembuhannya jadi terlalu lama akibatnya waktu “downtime” tubuh saya jadi lama. Beda dengan Cipro yang ibarat minum sebutir saja sudah mulai bisa dirasakan khasiatnya. Itulah yang membuat saya malas ke Puskesmas. Dulu sebelum era BPJS jika sakit saya tidak pernah ke Puskesmas tetapi langsung ke RS atau dokter spesialis praktek pribadi dan memang kalau demam tifoid selalu diresepkan Cipro ini. Berhubung sekarang era BPJS jadilah periksa harus ke faskes 1 dulu yaitu Puskesmas atau dokter umum yang hasilnya ada penurunan kualitas pelayanan dan obat tetapi ya sudahlah aturannya memang sudah seperti itu mau gimana lagi?

Sesudah sembuh dari demam tifoid eh datang lagi tuh demam tetapi kali ini disertai batuk parah. Aduh kayaknya bronchitis akut kumat. Dulu saya sempat terkena bronchitis akut yang berubah menjadi kronis. Sudah ke Puskesmas, RS, bahkan klinik memakan 3 bulan baru benar-benar sembuh. Berkaca dari pengalaman itu akhirnya saya coba minum antibiotik yang pernah menyembuhkan saya dari Bronchitis yaitu Cefixime. Jadilah saya minum lagi Cefixime selama 5 hari dan baru 2 minggu benar-benar sembuh dari batuk yang sangat mengganggu.

Baru seminggu pulih eh demam datang lagi. Kali ini demam tidak tinggi tapi terasa menggigil siang malam. Saya coba minum Ibuprofen tetapi cuma turun sebentar, setelah itu demam lagi. Belakangan malah ada sakit kepala segala. Saya kebingungan. Penyakit apalagi ini? Kalau demam tifoid saya tidak yakin karena tidak ada nyeri perut dan biasanya demam hanya terjadi malam hari. Kalau Bronchitis kok sama sekali tidak ada batuk? Mulailah saya menerka-nerka. Apakah HIV atau hepatitis? Rasanya juga tidak mungkin. Saya rutin donor darah sejak 2 tahun, pasti PMI sudah lama akan menolak darah saya. Lagipula tidak ada sejarah hubungan seks beresiko yang saya lakukan. Lantas apa? Yang jelas demam adalah pertanda infeksi. Karena tidak mau berspekulasi saya kemudian berangkat periksa ke RS (pakai umum). Saat di ruang dokter, internisnya menanyakan apakah saya pernah ke luar Jawa? Saya jawab tidak. Tidak berapa lama kemudian dokter memberikan saya sebuah surat rujukan periksa di lab. Dokter hanya berpesan jika ingin gratis maka saya bisa menggunakan BPJS dan meminta surat rujukan dari Puskesmas karena biaya periksa lab ini cukup mahal. Aduh.. mana lagi bokek.. Dokter juga memberikan saya resep Paracetamol dan Thyamphenicol. Lho masak sih demam tifoid lagi? Yang mengagetkan adalah di bagian bawah surat rujukan tertulis malaria. Dhueerr! Seperti disambar petir di siang hari. Benar-benar sebuah kemungkinan yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam otak saya. Selama ini bukannya saya tidak pernah melihat orang terserang malaria tetapi setahu saya orang yang terkena malaria adalah mereka yang memang sudah terkena malaria di luar Jawa. Kalau orang yang tinggal di sekitar saya dan tidak pernah ke luar Jawa belum pernah ada yang terserang malaria. Antara percaya dan tidak saya coba WA teman dokter. Si teman bilang jika itu tidak mungkin karena nyamuk yang menularkan malaria kan memang tidak ada di Jawa? Saya pikir itu masuk akal. Nyamuk Anophles kan memang tidak ada di sini lantas bagaimana saya bisa terkena? Aneh sekali.

 Akhirnya resep tidak saya tebus. Saya akhirnya ke Puskesmas untuk meminta surat rujukan keesokan harinya. Oleh dokter Puskesmas saya sempat diinterogasi kok resep tidak ditebus, saya jawab saya tidak yakin dengan penyakit saya. Dokter Puskesmas juga tidak yakin jika saya terkena malaria. Beliau hanya berpesan kalau sudah selesai periksa di lab supaya saya mengcopy hasil labnya dan diberikan kepadanya. Akhirnya dokter Puskesmas bersedia memberikan surat rujukan tetapi bisa diambil sore. Sorenya sekitar jam 15 saya ke Puskesmas. Di sana sudah sepi sekali. Yang buka hanya UGDnya dan ada seorang perawat di situ. Setelah bertanya-tanya akhirnya surat rujukan diberikan oleh perawat yang sedang jaga itu. Rupanya surat itu dititipkan oleh dokter ke perawat di UGD. Setelah saya baca sebentar surat rujukan itu ada yang aneh yaitu pihak yang dituju kok dokter bedah padahal saya pinginnya ke interna. Mau saya tanyakan saat itu juga tetapi dokternya sudah tidak ada. Akhirnya saya cuma berpikir mungkin dokter punya pertimbangan sendiri.

 Besoknya pagi-pagi saya berangkat ke RS dengan membawa surat rujukan itu. Setelah antri lama maka SEP-pun keluar. Langsung buru-buru saya bawa ke poli interna tetapi di sana ditolak karena SEP dan rujukan ke poli bedah. Semua berkas pun saya bawa ke poli bedah. Di poli bedah saya juga ditolak dengan alasan surat periksa lab atas perintah internis dan bukan dokter bedah. Wah buntu dong. Si petugas loket bedah (2 orang perempuan( ngotot supaya saya memperbaiki surat rujukan ke faskes 1. Wah saya dikeroyok 2 orang nih. Saya menolak dengan alasan rumah saya jauh. Masak sih orang sakit disuruh bolak balik kesana kemari terus terusan. Manusiawi enggak? Kalau saya balik ke puskesmas hari itu (Jumat) maka saya baru bisa kembali lagi ke RS hari Senin. Berarti makin lama dong saya akan menunggu diperiksa di lab padahal logikanya masak sih orang sakit disuruh terus menunggu dan menunggu? Apakah harus menunggu parah dulu atau mampus dulu baru ditangani? Lagipula ini kan cuma rawat jalan kenapa harus dipersulit? Kalau rawat inap saya bisa memaklumi mungkin karena kamar sedang penuh sehingga tidak bisa menerima pasien baru. Sebenarnya kesalahan rujukan adalah kesalah dokter Puskesmas tetapi seolah-olah petugas loket menyalahkan saya. Seolah-olah saya sendiri yang membuat surat itu. Aneh. Saya juga sama ngototnya tidak mau memperbaiki surat rujukan itu karena saya merasa itu bukan kesalahan saya kok. Sebenarnya ini bukan kali pertama Puskesmas itu membuat surat rujukan yang salah. Dulu istri saya juga pernah dapat surat rujukan yang salah. Hanya saja oleh RS-nya (bukan RS yang saya sedang periksa ini) tetap diberikan layanan dengan baik. Karena merasa saya sudah menemui jalan buntu akhirnya saya bilang kepada petugasnya kalau memang saya tidak diberikan layanan apapun tidak masalah tetapi saya mau minta SEP itu sekarang juga! Waktu itu yang terpikir adalah saya mau bawa cerita saya ini ke sebuah harian lokal, biar ketahuan kalau RS ini suka mempersulit pasiennya. Kalau melihat prosedurnya sih memang pihak RS tidak salah tetapi saya hanya berpikir bahwa yang dihadapi oleh RS adalah pasien alias orang sakit dan bukan pelaku kriminal atau demonstran, jadi kenapa tidak mau memberikan kelonggaran? Apa ruginya sih memberikan kemudahan? Apalagi jelas-jelas kesalahan bukan dilakukan pasien. Lagipula kalau tidak sakit orang juga enggak bakalan pergi ke RS kok. Rupanya petugas loketnya mau mengalah sehingga menelepon ke poli interna agar memberikan saya dispensasi. Saya bawa semua dokumen balik ke interna. Di sana dijelaskan jika hanya dikasih dispensasi untuk periksa lab. Jika ingin mendapatkan obat harus merevisi surat rujukan. Dah saya tidak mau ambil pusing, dengan cepat saya bawa surat periksa lab ke lab. Berhubung hasil lab lama keluarnya maka saya pulang ke rumah. Sempat terpikir resep internis. Saya coba kembali meminum Cipro dan lagi-lagi demam saya turun. Berarti memang benar demam tifoid atau sebenarnya ada penyakit lain saya tidak tahu pasti.

Saya ambil hasil lab Selasa. Hasilnya ternyata malaria negatif. Kadar gula hanya 89 padahal itu juga habis sarapan. Mungkin itu yang bikin badan suka lemas dan sakit kepala. Saya tidak tahu mengapa kadar gula bisa serendah itu? Selain itu HB hanya 11. Baru kali ini periksa HB secara kuantitatif. Selama ini cek HB hanya di PMI saat donor darah secara kualitatif dan hasilnya darah selalu tenggelam sehingga lolos untuk donor. Saya tidak tahu angka 11 itu rendah atau tidak. Hanya saja memang sudah di bawah angka normal HB pria sebesar 13,5. Saya tidak tahu apakah itu pula yang membuat saya sering lemas. Yang agak mencemaskan ada gejala albuminuria. Sepertinya saya memang kurang mengkonsumsi air putih. Keesokan harinya saya bawa surat hasil lab ke Puskesmas dan dikatakan oleh dokternya semua baik-baik saja. Saya cuma dikasih vitamin B Complex 5 biji tetapi tidak saya minum. Kalau supleman di rumah sudah ada yang jauh lebih bagus. OK tulisan ini saya cukupkan sampai di sini tetapi nanti akan saya buat artikel baru yang masih berkaitan dengan program JKN atau BPJS ini di lain waktu.

Monday, August 15, 2016

Susahnya Bertransmigrasi...

     Karena semakin hari semakin susah mencari penghidupan di kampung maka akhir 2013 sempat terbersit di dalam benak saya untuk mencoba membuka lembaran hidup baru lewat program transmigrasi. Mengapa kok memilih transmigrasi? Karena dengan transmigrasi ini saya merasa tidak perlu memulai segalanya dari nol. Kalau saya merantau seperti yang kebanyakan para tetangga lakukan maka akan lebih banyak masalah dan hambatan yang akan saya temui.
1. Dengan transmigrasi saya tidak perlu memikirkan akan dimana saya tinggal nanti karena rumah meskipun tidak bagus sudah disediakan di lokasi tujuan. Kalau saya merantau, inilah kesulitan pertama yang akan saya temui. Ketika datang di lokasi tujuan, saya pasti akan kebingungan dimana saya akan tinggal sementara waktu. Apakah menumpang di rumah saudara atau teman? Kalau tidak ada teman atau saudara bagaimana? Berarti saya harus mencari-cari penginapan atau indekos atau kontrakan dulu. Itu merepotkan dan bisa jadi akan cukup memakan biaya.
2. Dengan transmigrasi saya tidak perlu bingung di lokasi tujuan akan melakukan pekerjaan apa. Lahan garapan sudah tersedia bahkan pupuk dan benih serta peralatan pertanian. Coba kalau saya merantau, saya harus survey dulu pastinya kira-kira apa yang bisa saya lakukan. Kalau misalnya bertani maka saya harus sewa lahan, membeli benih dan pupuk serta menyewa atau meminjam peralatan pertanian. Kalau lokasinya tidak cocok untuk bertani maka masalahnya akan semakin ruwet lagi. Saya melihat para tetangga yang merantau ke luar Jawa seperti orang kebingungan di sana. Akhirnya mereka melakukan pekerjaan apa saja seperti jadi tukang ojek, jualan cilok, pedagang sayur, dll padahal di sini mereka adalah petani tulen. Ada juga yang nekad tetap bertahan menjadi petani padahal lahannya sebenarnya sangat tidak cocok untuk pertanian.
3. Program transmigrasi menyediakan jaminan hidup (Jadup) selama 1 tahun. Saat start dalam kehidupan adalah saat tersulit maka dengan Jadup ini akan sangat membantu meringankan beban transmigran. Ya ibarat persneling kendaraan yang paling berat adalah persneling satu. Dengan disediakannya beras dan lauk pauk maka beban keuangan rumah tangga akan berkurang apalagi biasanya lahan pertanian pada tahun-tahun pertama belum bisa berproduksi optimal.
4. Fasilitas layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan yang berdekatan dengan lokasi transmigrasi. Jadi anak-anak tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk biaya transportasi ke sekolah. Dengar-dengar ada salah seorang tetangga bercerita jika cucunya yang saat ini tinggal di Kalbar (bukan wilayah transmigrasi) untuk biaya ojek ke sekolah tiap hari harus mengeluarkan uang Rp 20 ribu. Kalau sebulan sudah berapa tuh?


     Saya sendiri sudah sejak 2013 pengen sekali mengikuti program transmigrasi ini tetapi ternyata kenyataan jauh dari harapan. Saya coba mencari-cari informasi mengenai program pemerintah ini lewat internet. Prosedurnya calon transmigran harus mendaftarkan diri secara online di bursa transmigrasi online kemudian nantinya akan dipanggil oleh Depnakertrans untuk melengkapi berkas-berkas persyaratannya. Akhirnya jadilah saya mendaftar online. Saya tunggu berbulan-bulan kok sama sekali tidak ada panggilan dari pihak Depnakertrans sehingga kemudian saya datang sendiri ke kantornya. Ternyata mereka sama sekali tidak mengetahui situs itu padahal domain situs itu .gov yang berarti memang benar-benar milik pemerintah. Yang mereka tahu hanya pendaftaran calon transmigran harus secara offline. Wah kalau begini apa gunanya situs itu? jadilah saya kemudian menyerahkan berkas-berkas berupa fotocopy KK, KTP, dan surat nikah. Oleh petugas transmigrasi dijelaskan bahwa transmigrasi sekarang beda jauh dengan jaman dulu. Kalau dulu program ini dikelola langsung oleh pemerintah pusat tetapi sekarang sudah menjadi wewenang daerah menjadi kerjasama antar daerah. Jadi suatu daerah asal transmigran harus mendapatkan kuota transmigran dari daerah tujuan transmigran. Kalau tidak dapat kuota ya gigit jari alias tidak bisa memberangkatkan transmigran. Saya melihat animo masyarakat mengikuti program ini sangat besar. Di situs bursa transmigrasi online tiap hari saya melihat ada puluhan orang yang baru mendaftar tetapi kalau sistemnya masih seperti ini maka waiting list akan semakin panjang (kok kayak orang mau naik haji?). Bahkan yang cukup menyedihkan sejak tahun lalu situs bursa transmigrasi online itu sudah tidak bisa diakses (down).  Sebenarnya tujuan pemerintah pusat bagus yaitu supaya status lahan tujuan transmigran jelas karena masih banyak lahan di luar Jawa yang statusnya berupa tanah adat yang tidak diperbolehkan menjadi kawasan transmigrasi. Itulah kenapa pada masa lampau sering terjadi bentrok antara transmigran dengan penduduk setempat. Selain itu daerah tujuan juga harus dipersiapkan sebaik mungkin oleh pemerintah termasuk infrastrukturnya supaya nantinya para transmigran betah dan tidak ada kesan “dibuang di tengah hutan”. Itu juga saya kira yang mungkin menjadi salah satu penyebab lambannya proses pemberangkatan transmigran ini.


     Daerah saya tahun 2013 hanya bisa memberangkatkan 4 KK (kepala keluarga) sementara tahun 2014 tidak memberangkatkan transmigran sama sekali karena memang tidak ada kuota dan tahun 2015 pun sepertinya tidak ada yang diberangkatkan. Sekarang sudah tahun 2016 dan masih belum ada kabar sama sekali kapan saya diberangkatkan (mungkin karena memang tidak ada kuotanya). Selama 2014-2015 saya cukup rajin datang ke kantor depnakertrans tetapi berhubung sepertinya harapan untuk diberangkatkan semakin tidak jelas maka saya kini berusaha untuk tidak lagi banyak berharap dan tentu saja jadinya sudah malas datang ke kantor Depnakertrans. Mimpi bertransmigrasi pun saya campakkan. Padahal transmigrasi ini merupakan salah satu program NAWACITA bapak presiden tetapi kenyataannya di lapangan? Ah, sudahlah...


Monday, August 8, 2016

Kesenian Macapat Yang Terus Menerus Tergerus Jaman

Sejujurnya saya bukanlah seniman kesenian tradisional ataupun orang yang berkecimpung di dalamnya tetapi bisa dibilang kehidupan saya cukup dekat dengan kesenian tradisional. Walaupun demikian saya merasa kesenian tradisional merupakan salah satu aset bangsa yang sangat berharga yang tidak boleh hilang begitu saja. Di daerah saya sebenarnya ada beberapa kesenian tradisional yang sudah lama berkembang dan dikenal masyarakat seperti Jaranan Sandur dan Macapat. Untuk Sandur sudah lama sekali saya tidak bisa menyaksikannya lagi di sini karena sepertinya memang sudah menghilang. Entah kalau di daerah lain masih ada yang menyelenggarakannya. Sementara untuk Macapat kadang-kadang masih ada yang menyelenggarakannya meski sudah sangat jarang sekali. Dalam 1 tahun juga belum tentu sekali. Sebenarnya seni Macapat ini bukanlah sebuah tontotan tetapi hanya untuk didengarkan saja karena tidak ada aksi peran di sini. Seni Macapat ini umumnya berupa grup yang terdiri dari orang-orang yang sudah sepuh. Kalau grup Macapat yang anggotanya anak-anak muda saya masih belum pernah melihatnya sama sekali tetapi kalau band pop atau rock malah banyak sekali. Kalau anak-anak muda ditanya tentang seluk beluk kesenian ini pasti banyak yang bakalan tidak tahu. Ya begitulah nasib kesenian tradisional Indonesia umumnya. Saya sendiri juga hanya mengetahui sedikit sekali tentang seni Macapat ini. Tidak ada kaderisasi dan tidak ada dukungan dari pihak berwenang sehingga lambat laun menghilang tergilas perkembangan jaman.




Grup kesenian Macapat yang akan saya ulas ini adalah grup yang didirikan oleh pakdhe saya, bapak Giman, mungkin lebih sekitar 15 tahun lalu. Grup ini diberi nama Ngesthi Kawedhar. Salah satu anggotanya adalah bapak saya sendiri. Dalam pertunjukkannya menggunakan sistem giliran, jadi misal bulan ini di rumah pak A maka bulan depan di rumah pak B, begitu seterusnya. Saat pertunjukkan berlangsung menggunakan aneka gamelan. Uniknya gamelan ini semuanya adalah
Persiapan Macapat
handmade pakdhe saya. Pakdhe saya membuatnya dari drum bekas lalu dipotong-potong kemudian dibentuk menjadi gong, gender, saron, kenong, bonang, kendang, dll. Bagian tersulitnya adalah menyelaraskan nada gamelan itu. pakdhe saya kadang harus menghabiskan banyak waktu untuk menyelaraskannya. Sayangnya pakde saya semakin menua sehingga tenaganya semakin berkurang dan anak cucunya tidak ada yang meneruskan usahanya itu sehingga beliau kemudian memilih berhenti membuat gamelan sampai sekarang.

Pertunjukkan Macapat biasanya dimulai lepas pukul 9 malam dengan bantuan pengeras suara sampai dengan pukul 1 dinihari tetapi pukul 00 sesuai aturan pemerintah pengeras suaranya dimatikan. Pertunjukkan diawali dengan membaca aneka tembang-tembang Jawa seperti Pucung, DandangGula, Pangkur, Gambuh, Sinom, Kinanthi, dll yang diiringi alunan suara gamelan. Jadi peserta Macapat ini harus memiliki skill ganda, selain harus bisa nembang mereka juga harus bisa manjak (menabuh gamelan). Begitu selesai nembang maka mereka harus manjak menggantikan rekannya yang nembang. Memang bikin capek kalau seseorang harus nembang kemudian manjak atau sebaliknya. Oleh sebab itu jika si tuan rumah memiliki cukup banyak duit biasanya mereka lebih suka menyewa panjak sendiri supaya yang nembang tidak kelelahan karena tidak jarang untuk 1 orang bisa nembang sampai ½ jam. 


Sebenarnya tembang-tembang ini berasal dari tulisan Jawa Kuno seperti serat Wulangreh, Kalatidha, dan Wredhatama (sumber Wikipedia). Kalau dilihat isi tembang-tembang Macapat berisi pesan-
Macapat in action
pesan kebaikan seperti untuk selalu ingat kepada Tuhan, berbuat baik kepada sesama, dll. Kalau tidak salah juga macapat ini merupakan salah satu sarana para Walisanga untuk menyebarkan Islam di pulau Jawa. Untuk menembangkannya tidak bisa sembarangan karena setiap tembang ada aturan ritme dan nada yang harus ditaati. Berikut ini saya berikan 1 halaman dari kitab yang berisi tembang-tembang Macapat yang pernah ditembangkan oleh grup kesenian Ngesti Kawedhar. Kitab ini usianya sudah belasan tahun ditulis dengan tangan oleh bapak saya sendiri jadi wajar jika tulisannya jadi agak "mblobor" sekarang. Waktu itu awalnya bapak saya hanya bisa menghapal sedikit sekali tembang-tembang Macapat kemudian dia bertekad belajar sungguh-sungguh kepada seorang kenalannya. Hampir tiap malam beliau belajar dan menghapal tembang-tembang dalam kitab ini sampai akhirnya bapak mampu menguasainya semuanya dengan baik. 
Kitab berisi yang berisi aneka tembang Macapat





Begitu acara selesai pukul 1 dilanjutkan dengan makan ala kadarnya.  Oya untuk saat ini bisa saya sampaikan jika grup Ngesti Kawedhar saat ini sudah bubar karena pakdhe saya sakit-sakitan dan beberapa anggotanya sudah meninggal dunia. Jadi bisa dibilang ini adalah video kenangan sekitar 7 tahun lalu saat giliran di rumah bapak. Syukurlah saya masih memiliki dokumentasinya satu-satunya. Di Wikipedia lengkap tersedia teknis apa dan bagaimana Macapat itu cuma kalau belajar sendiri bakalan sangat sulit (saya sudah lama mencobanya) tanpa ada guru yang membimbingnya. 



Maaf jika videonya terlalu pendek karena jika diupload semua ukurannya sangat besar...

Sunday, August 7, 2016

Perlunya Bantuan Inovasi Untuk Mengatasi Kekeringan Parah di Kecamatan Wuluhan-Jember

Jagung 2014 walau kelihatan bagus tetapi produktivitas rendah

Saya adalah petani yang tinggal di wilayah Jember bagian selatan tepatnya di kecamatan Wuluhan. Bisa dibilang saya berada di titik paling selatan Jawa Timur. Dalam satu tahun saya dan kebanyakan petani di sini membudidayakan 3 komoditas pertanian yaitu padi (Januari-Maret), tembakau H8 (Mei-Juli), dan jagung (Agustus-Oktober). Di sini sudah tersedia irigasi teknis yang airnya berasal dari arah utara. Masalah yang sering ditemui petani adalah saat musim tanam jagung yaitu kekurangan air pada tanaman. Setiap tahun kejadian ini selalu berulang terus menerus. Bahkan pada musim hujan pun meskipun sudah tersedia air dari irigasi teknis tetapi jumlahnya sering tidak mencukupi khususnya pada posisi sawah yang agak jauh dari sungai. Akhirnya petani saling berebutan air. Saat akan mengairi padi di sawah saya selalu bangun dini hari sekitar pukul 00 untuk memasukkan air ke sawah saya. Kalau saya memasukkan air pada siang atau pagi hari, baru 5 menit memasukkan air pasti sudah ada petani lain yang menutup lubang masuknya air ke sawah saya. Begitu sumbatan di lubang itu saya buka 5 menit kemudian pasti sudah ada yang menutupnya lagi. Biasanya itu dilakukan oleh petani yang posisi sawahnya lumayan jauh dari sungai. Kebetulan posisi sawah saya agak dekat dengan sungai. Biasanya ujung-ujungnya berbuntut keributan dan itu cukup sering terjadi. Bahkan tak jarang ada orang-orang tertentu yang nekad mencuri air dari sawah saya. Begitu air sudah masuk ke dalam sawah maka lubang pembuangannya dijebol dan airnya dialirkan ke sawahnya. Sejak itulah saya selalu menghindari bentrok rebutan air dengan memilih waktu dini hari saat semua orang sedang tertidur lelap. Jika saya buka lubang pemasukan air pukul 00 maka pukul 3 atau 4 pagi saya cepat-cepat tutup kembali karena kalau sampai ada yang tahu bisa ada yang marah atau tidak senang. Padahal itu semua terjadi pada musim hujan yang notabene masih ada pasokan air tambahan dari hujan.

Pada musim tanam tembakau sudah masuk musim kemarau ditambah kebutuhan air pada tembakau tidak banyak maka dengan mengandalkan sumur atau belik sudah sangat cukup. Pada musim tanam tembakau ini juga air di sungai sengaja tidak dialirkan karena untuk memenuhi kebutuhan budidaya padi untuk wilayah yang lebih utara. Dalam 1 tahun wilayah saya hanya bisa bercocok tanam padi 1x sementara wilayah yang lebih utara bisa 2x tanam padi. Malah untuk awal 2016 ini penanaman padi mundur menjadi awal Februari karena kemarau panjang selama 2015. Selama Januari hampir 1 bulan tidak turun hujan. Banyak petani yang kemudian salah membuat prediksi. Akibatnya usia persemaian bibit padi menjadi terlalu tua karena mulai disemai awal Desember. Normalnya usia bibit 20-25 HSS (Hari Setelah Semai) sudah bisa ditanam tetapi karena hujan tidak kunjung turun maka jadilah bibit ditanam awal Februari pada usia 40 bahkan 50 HSS. Beberapa petani nekad menanam sesuai jadwal atau awal Januari agar bibit tidak terlalu tua dengan cara mengairi sawah dengan menggunakan pompa air (termasuk saya). Akibatnya biaya BBM yang dikeluarkan sangat besar. Untuk luasan ¼ ha saja berdasarkan pengalaman saya menggunakan 2 pompa air bensin bisa menghabiskan masing-masing 10 liter per hari. Jika harga 1 liter bensin Rp 6500 maka Rp 6500x10x2 = Rp 130 ribu padahal air dari hasil memompa itu paling lama 3 hari bisa bertahan di sawah. Sesudah itu air dengan cepat mengering dan tanah kembali retak-retak. Tanah yang cepat mengering itu juga membuat gulma sukar dikendalikan. Gabungan kemarau panjang dan usia bibit yang terlalu tua membuat produktivitas padi melorot sampai 50%. Jika normalnya ¼ bau bisa menghasilkan 2 ton gabah basah maka musim panen padi kali ini hanya menghasilkan 1 ton bahkan ada yang hanya 7 kuintal. Sialnya harga gabah merosot juga karena pedagang mengeluh karena rendemen gabah rendah. Ibarat jatuh sudah tertimpa tangga.

Saat kesulitan air yang paling besar adalah saat tanam jagung atau mulai dari bulan Agustus. Kenapa memilih tanaman jagung? Karena tanaman jagung secara ekonomis masih cukup bagus nilainya dan relatif tahan terhadap kekeringan. Mulai bulan Agustus biasanya air sungai mulai mengalir tetapi tidak setiap hari atau tidak cukup sering. Terkadang 10 hari sekali atau seminggu sekali. Kalau tingkat kekeringannya sangat parah seperti tahun 2015 maka dengan periode giliran air seperti itu tentu tidak cukup atau terlalu lama untuk mengairi jagung. Yang perlu diketahui bahwa debit air sungai di saluran sekunder dan primer pada musim kemarau dan hujan sangatlah berbeda. Pada musim hujan air dari saluran sekunder bisa masuk langsung ke saluran tersier dan kalenan kecil-kecil sehingga memiliki daya jangkauan luas tetapi pada musim kemarau air hanya mengalir sampai di
saluran air sekunder dekat sawah saya saat kemarau
saluran sekunder sehingga petani harus menyedotnya dengan pompa lalu dialirkan ke sawah. Jadi bisa dibilang pada musim kemarau, hanya lokasi sawah yang dekat dengan saluran sekunder yang bisa menikmati air sungai. Yang agak jauh atau jauh jangan harap bisa menikmatinya. Yang lebih menyebalkan lagi adalah waktu giliran air selalu tidak bisa diprediksi tetapi biasanya paling cepat setelah ashar atau pukul 16.00 bahkan tak jarang pukul 19.00 baru datang airnya. Jadilah terpaksa para petani harus begadang semalaman untuk mengairi air. Untuk posisi sawah yang lebih selatan malah mungkin dinihari baru tiba airnya. Itupun kalau stok air di sungai sedikit tidak sampai 24 jam kemudian aliran airnya juga sudah mati.



Solusinya hanyalah dengan membuat belik (sumur) tetapi pada musim kemarau debit belik sangat kecil. Contoh saat saya bertanam jagung pada akhir musim kemarau 2014 untuk luasan ¼ bau saya membutuhkan waktu hampir seminggu dengan berangkat pukul 5 pagi dan pulang pukul 5 sore setiap hari. Air di dalam belik hanya mampu disedot paling lama 15 menit dengan kekuatan rendah saat pagi hari sementara kalau semakin siang bisa mengecil menjadi hanya 3 menitan. Jika menggunakan kekuatan sedot pompa cukup tinggi mungkin tidak sampai semenit air di belik sudah licin tandas. Jadi terpaksa pompa air harus sering di on-off kan. Sedot air selama beberapa menit lalu matikan sambil menunggu air di belik penuh yang bisa memakan waktu sampai 30 menit. Begitu penuh sedot lagi. Benar-benar
Mesin pompa air sedang bekerja
pekerjaan yang membosankan dan pompa air yang bekerja on off semacam itu menjadikan boros BBM karena pompa harus selalu memulai menyedot dari nol lagi. Dalam 1 hari hanya bisa mengairi beberapa baris jagung. Akhirnya sambil menunggu, saya sering tiduran di bawah tanaman jagung. Jujur saja rasanya mau gila mengairi air dengan cara seperti ini. Meskipun saya sudah berusaha mati-matian mengairi jagung tetapi laju pengeringan tanah oleh musim kemarau yang ekstrim terlalu cepat dan hasilnya produktivitas jagung saya tetap rendah. Jadi kalau dihitung-hitung biaya dengan hasil tidak seimbang atau merugi. Luasan 1/4 bau dengan kerja super keras seperti itu hanya menghasilkan pendapatan kotor Rp 2 jutaan selama 3 bulan.


Tahun 2015 musim kemarau lebih parah lagi dimana air irigasi tidak sampai ke sawah saya. Titik air sungai terakhir berhenti hanya sampai 1 km di utara lahan saya. Jadilah banyak lahan mangkrak tidak bisa ditanami apapun karena ketiadaan pasokan air. Sebuah dilema dimana air sungai tidak sampai sementara air belik jelas tidak mencukupi. Jumlah lahan yang mangkrak itu mungkin mencapai ratusan hektar. Kalau dihitung dengan uang bernilai pasti banyak kerugian yang harus diderita para petani musim kemarau tahun lalu padahal kebanyakan petani di sini adalah penyewa lahan dan harga sewa cukup mahal bisa mencapai Rp 20-25 juta/ha/tahun.


Yang pasti kejadian itu selalu berulang setiap tahun. Yang saya harapkan dari pemerintah adalah bagaimana agar petani tetap nyaman membudidayakan tanaman saat kemarau dengan adanya jaminan pasokan air yang lebih memadai. Sebenarnya saluran air baik sekunder ataupun tersier sudah sering dikeruk dan dirawat tetapi kalau menurut saya entah mengapa cepat sekali mendangkal. Ada yang bilang penyebabnya karena hutan di wilayah utara terus menerus mengalami kerusakan karena penambangan emas liar. Akibatnya jika hujan deras banyak lereng yang longsor sehingga menyumbat aliran sungai dan mempercepat pendangkalan. Yang menjadi keluhan saya juga adalah mengapa material kerukan ditumpuk terus menerus di tepi sungai? Sekarang tinggi tumpukan itu sudah mencapai 2 meter dan kalau ditumpuk terus akan semakin lebih tinggi lagi. Saat musim hujan tumpukan itu khususnya saat belum ditumbuhi rumput akan larut bersama air dan membuat jalan aspal di sampingnya menjadi berlumpur dan licin yang sangat membahayakan kendaraan yang lewat. Tumpukan itu juga membuat jalan semakin lama semakin menciut lebarnya. Bukankah sudah disediakan lahan khusus untuk membuang hasil kerukan itu? Mengapa tidak dimanfaatkan?

Thursday, August 4, 2016

Pengalaman Adalah Guru Terbaik



     Ungkapan di atas saya kira cocok untuk pekerjaan atau usaha di bidang apapun jua. Salah satunya yang dekat dengan kehidupan saya adalah dunia pertanian. Banyak yang menganggap dunia pertanian selalu identik dengan kebodohan, kemiskinan, dan  keterbelakangan. Yah ini semua berangkat dari suatu kenyataan bahwa mayoritas petani memang berpendidikan rendah dan kebanyakan miskin. Para remaja sekarang semakin sedikit yang bersedia terjun langsung ke dunia pertanian. Mereka lebih suka bekerja menjadi buruh toko atau pabrik padahal sektor pertanian adalah pondasi penting kehidupan sebuah bangsa karena yang menghidupi manusia adalah produk-produk pertanian. Lulusan sarjana pertanian pun banyak yang lebih suka bekerja di belakang meja entah di sektor perbankan, manajemen perkebunan besar milik asing, atau sekedar tenaga administrasi. 


     Dunia pertanian adalah dunia yang sangat dinamis. Salah satu yang membedakan dengan sektor lain adalah besarnya konstribusi kekuatan alam dalam kesuksesan sebuah budidaya pertanian. Meskipun faktor-faktor produksi budidaya sudah dipersiapkan dengan matang namun jika musim berubah tidak seperti yang diharapkan maka semuanya akan bisa berantakan. Seperti yang terjadi saat ini musim kemarau basah tengah melanda desa saya. Bulan Juli 2016 yang seharusnya menjadi puncak musim kemarau namun kini hujan mengguyur hampir setiap hari. Sebenarnya awal tahun ini sudah ada warning dari BMKG akan adanya fenomenan La-Nina yang akan terjadi pada musim kemarau ini. La-Nina akan menyebabkan curah hujan tinggi di atas normal. Fenomena ini sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi. Tahun 2010 dan 2013 juga terjadi hal yang sama. Waktu awal-awal musim kemarau ini banyak petani di sini masih optimis jika musim kemarau ini akan normal. Rupanya mereka terbawa oleh keadaan tahun lalu. Sepanjang tahun 2015 memang kemarau kering dan panas yang merupakan fenomena El-Nino. Walaupun tidak menggunakan prediksi BMKG gejala-gejala La-Nina sudah terasa sekali akan datang tahun ini. Awal musim kemarau yang normalnya turun banyak kabut, tahun ini sama sekali tidak kabut. Padahal jika kemarau normal, setiap pagi selalu muncul kabut tebal yang bergulung-gulung yang membuat jarak pandang sangat terbatas (< 5 meter). Suhu minimal harian yang biasanya jika kemarau normal bisa mencapai hingga 18’C sekarang minimal hanya 24’C atau lebih hangat. Angin muson yang biasanya bertiup kencang dari Australia pada musim kemarau, tahun ini entah mengapa tidak kunjung datang. Angin muson ini merupakan angin dingin, kencang, dan kering yang biasanya mulai bertiup sekitar jam 9 pagi. Yang ada sekarang justru kadang-kadang datang tiupan angin panas. 


     Yang mengherankan saya adalah banyak petani yang masih memaksakan diri menanam palawija di musim kemarau basah ini terutama tembakau karena mayoritas petani di sini adalah petani tembakau. Tembakau adalah tanaman yang akan bermasalah dengan hujan sekecil apapun. 
1. Hujan terus menerus membuat lahan yang rendah jadi becek sepanjang waktu. Ini akan menyulitkan petani untuk membajaknya karena lahan yang becek tidak bisa dibajak untuk ditanami palawija karena bongkahan tanah akan lengket ke mata bajak. Hingga akhir Juli hampir 50% lahan mangkrak sejak April lalu. Yang tumbuh hanya rumput dan singgang (tunas padi dari tanaman sebelumnya). Berarti sudah 3 bulan petani tidak mendapatkan penghasilan apapun padahal sebagian besar petani mendapatkan lahan dengan cara menyewa dan Desember biasanya kontrak sudah habis. Selama April-Desember normalnya petani bisa menanam 2 komoditas secara berurutan, biasanya tembakau yang diikuti dengan jagung namun kini berhubung April hingga kini lahan mangkrak maka kemungkinan besar petani akan kehilangan 1 komoditas dengan asumsi hujan terus menerus ini akan cepat berhenti.

2. Hujan terus menerus membuat palawija tidak bisa tumbuh optimal. Contoh untuk tembakau rasio penyulaman di awal musim tanam akan sangat tinggi karena banyak yang mati. Pada hawa yang lembab terus menerus tembakau rentan terserang jamur, virus, dan bakteri. Tanaman yang terserang jamur dan bakteri biasanya tidak lama kemudian akan mati namun yang terserang virus akan bisa hidup terus hanya saja menjadi kerdil. Sekarang sudah saya lihat dimana-mana tembakau petani keriting karena terserang virus ini. Untuk mengurangi serangan virus ini banyak petani menyiasati
Tembakau tidak bisa tumbuh seragam
dengan tidak memupuk sama sekali tanamannya. Persentase serangan virus keriting ini memang bisa  berkurang tetapi tanaman jadi tidak bisa tumbuh subur sehingga daunnya tidak bisa lebar. Setelah tumbuh setinggi 1,5 m biasanya langsung muncul bunga yang menunjukkan fase akhir vegetatif sehingga jumlah daunnya sedikit sekali atau turun hampir 50% dari tanaman normal. Hujan menyebabkan tanaman tembakau tidak tumbuh merata pada lahan yang sama meskipun dengan usia tanam yang sama. Akibatnya saat petik daun, kualitas yang dihasilkannya akan sangat beragam dalam satu nomor daun. Ini akan berakibat menyulitkan proses sortasi dan grading saat penjualan nanti. Absennya kabut juga membuat daun tembakau kurang bisa elastis saat pengeringan. Hujan juga membuat tanaman tembakau menjadi sukulen dan jika dikeringkan di gudang akan memerlukan banyak kayu bakar padahal kayu bakar tidaklah murah. Masalah lainnya yang biasanya muncul di gudang antara lain daun membusuk, warna tidak sesuai harapan, dan tidak berbobot. Serentetan masalah itu sebenarnya bukan hal baru bagi petani yang sudah lama berkecimpung dalam budidaya tembakau dan solusinya hanyalah dengan menanam saat musim benar-benar ideal. Toh masih banyak komoditas lain yang bisa ditanam dengan aman di musim kemarau basah ini semisal jagung. Memang nilai ekonomis jagung tidak seberapa tetapi hanyalah jagunglah yang paling tahan menghadapi musim yang tidak menentu. Yang membuat saya tidak habis pikir mengapa mereka ngotot menanam saat musim sedang tidak bersahabat? Mengapa mereka sedemikan “kepala batu”nya? Paradigma “musim harus ikut kemauan saya bukannya saya harus ikut kemauan musim” masih terasa kental rupanya dalam keyakinan diri mereka.

     Padahal kebanyakan petani menggunakan modal budidaya yang berasal dari hutang di bank yang notabene dengan suku bunga yang tinggi. Mengapa mereka tidak belajar dari kesalahan-kesalahan pengalaman-pengalaman masa lalu? Mengapa mereka selalu mengulang-ulang kesalahan yang sama? Mengapa mereka terus menerus selalu jatuh ke lubang yang sama? Mengapa mereka tidak mau belajar dari kesalahan yang telah lalu? Bukankah pengalaman adalah guru terbaik? Itulah sebabnya para petani banyak yang tidak bisa membangun pondasi modal. Tiap akan memulai menanam sesuatu mereka selalu hutang dulu. Kalau tidak hutang mereka sama sekali tidak memiliki modal. Mereka selalu mulai dari nol. Kalau begini kapan akan tinggal landas? Coba lihat kantor-kantor bank yang biasa memberikan kredit, di awal musim tanam (sekitar Maret-Mei) selalu berjubel dengan petani yang antri untuk pencairan dana. Orang tua saya sendiri pernah datang ke bank pukul 13 dan baru dicairkan sekitar pukul 19. Itupun masih nanti masih ditambah potongan biaya administrasi, biaya materai, biaya BPJS-TK, biaya inilah itulah, dll sehingga seandainya pinjam Rp 10 juta pulang ke rumah paling hanya bisa mengantongi Rp 9,5 juta sementara bank tahunya mereka meminjamkan Rp 10 juta dan mereka akan menghitung bunga dari angka itu.


     Bunga untuk sektor pertanian juga jauh lebih tinggi dibandingkan sektor lain semisal perdagangan. Seorang petani tidak akan bisa melunasi hutangnya jika belum panen padahal panen butuh waktu. Paling cepat taruhlah komoditas yang ditanamnya membutuhkan waktu 4 bulan baru panen maka selama 4 bulan itu petani tidak bisa mencicil. Bank akan memberlakukan bunga akumulasi. Jadi bunga pada bulan pertama akan ditambahkan jumlah kredit awal lalu dihitung sebagai kredit baru pada awal bulan kedua. Begitu seterusnya atau dengan kata lain bunga berbunga beranak bercucu bercicit. Kalau dunia dagang umumnya setiap bulan mereka bisa mencicil karena mereka sudah bisa mendapatkan pendapatan sejak hari pertama mereka beroperasi sehingga bunganya hanya dihitung per 1 bulan dengan demikian perhitungan total bunganya lebih rendah dari sektor pertanian. Inilah yang banyak tidak disadari petani. Mereka sudah digerogoti oleh sistem perbankan tanpa belas kasihan. Waktu beberapa bulan lalu saya meminjam uang di bank langganan kebetulan kepala banknya ganti. Yang sebelumnya saya sudah kenal baik tetapi kepala bank yang baru ini berbeda dengan sebelumnya. Setiap kreditur saat akan pencairan ada semacam tes wawancara padahal sebelumnya bertahun-tahun pinjam di bank ini juga tidak pernah seperti itu. di akhir tes pak kepala ini berpesan bahwa mereka cuma ingin petani bisa melunasi hutangnya tepat waktu atau jauh sebelum jatuh tempo. Dia juga menekankan jika bank tidak mau tahu petani gagal panen atau apapun yang penting lunas. Titik! Duh serasa saya sedang tidak berhadapan dengan seorang bankir tetapi lebih seorang rentenir. Apa sih beda bankir dan rentenir kalau begini? Padahal di dunia bank ada risk seandainya kredit mereka macet. Saya yakin mereka tahu itu. Itulah seharusnya bank melakukan screening calon kreditur dari awal. Yang agak aneh dan tidak habis pikir, menurut saya adalah mengapa jumlah plafon kredit diberikan hanya berdasar atas luas tanam dan bukan agunan? Ada calon kreditur memiliki agunan yang nilainya kecil tetapi berhubung luas tanamnya besar maka mendapatkan kredit yang besar padahal kalau kredit macet agunan yang dijual atau dilelang tidak cukup untuk menutup besarnya kredit.




     Wajar jika pihak bank kini semakin memperketat pemberian kredit khususnya kepada para petani tembakau. Apalagi saya melihat beberapa kali bank sempat mengalami kredit macet untuk petani dengan jumlah luar biasa. Saya pernah mengalami pengalaman sendiri mengajukan kredit ke bank tahun 2014 yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan budidaya tembakau namun berhubung banknya sedang mengalami kemacetan kredit yang luar biasa karena petani tembakau banyak yang menunggak akibat musim yang tidak menentu, tanpa sebab yang jelas pengajuan kredit saya tidak diproses hingga 1 tahun yang kemudian terpaksa saya batalkan. Padahal saya adalah kreditor dengan histori kredit yang excellent karena sama sekali tidak pernah menunggak sejak pertama kali mengambil kredit selama bertahun-tahun. Bahkan meskipun belum jatuh tempo sering sudah saya lunasi. Ibaratnya saya kena getahnya meskipun tidak ikut menikmati nangkanya. Saya kira penting untuk memperhitungkan antara kemampuan dan kemauan. Jangan sampai seperti istilah nafsu besar tenaga kurang. Begitu bank menagih kredit kepada mereka yang sudah jatuh tempo, mereka malah tidak mau kooperatif dan menghindar. Tidak ada yang salah dengan mengambil resiko tetapi bantalan pelindung juga tak kalah penting peranannya supaya kalau terjatuh tidak terasa terlalu sakit. Sudah tiba saatnya para petani tidak hanya belajar membudidayakan tanaman tetapi juga bersikap sebagai investor dengan menjadikan pengalaman sebagai bahan pelajaran untuk mengambil keputusan yang lebih baik di tengah perubahan iklim global yang tidak menentu.

Thursday, July 28, 2016

Penyebab Libur Buat Artikel di Blog Selama Sebulan


Sudah sebulan tidak membuat menulis artikel di blog gara-gara komputer kesayangan satu-satunya rusak. Awalnya suatu pagi tiba-tiba saat usai dinyalakan tidak mau booting meskipun kipas prosesor berputar padahal malam sebelumnya baik-baik saja. Sebenarnya ini bukan yang pertama kali. Pernah beberapa kali tidak mau booting dan biasanya masalahnya ada di DDR RAM. Biasanya asal saya copot terus saya bersihkan pinnya dengan karet penghapus maka komputer akan normal kembali. Maka langkah pertama yang saya ambil adalah mencopot DDR RAM dan membersihkan pin-nya dengan karet. Saya pasang kembali ke slotnya dan hasilnya tidak mau booting. Saya coba bolak balik posisi RAM masih juga sama hasilnya. Wah mulai harap-harap cemas nih. Langkah berikutnya saya coba bersihkan motherboard dengan kuas hingga benar-benar bersih saya nyalakan komputer masih gagal booting. Pikiran mulai melayang ke PSU yang memang jarang saya bersihkan. Saya copot PSU lalu saya bersihkan semua komponennya. Saat saya nyalakan PSU ternyata kipasnya tidak mau berputar. Cepat-cepat saya lihat di mbah Google dan ada yang bilang jika kipas PSU yang tidak mau berputar adalah salah satu gejala PSU sudah melemah atau koit. Terpaksa deh ini harus cari pinjaman PSU. Kebetulan punya teman yang punya usaha pengetikan, langsung saya telepon. Akhirnya dikasih 1 PSU bekas. Sesampainya di rumah saya jajal itu PSU dan hasilnya motherboard masih anteng. Pikiran sudah ketar ketir jangan-jangan sudah rusak ini motherboard tetapi saya belum menyerah jadilah saya membeli PSU baru. Hasilnya ketika PSU datang memang benar motherboard lagi-lagi tidak mau menunjukkan tanda-tanda bip. Akhirnya motherboard saya copot dan saya rendam dalam larutan deterjen selama ½ jam. Lho kok direndam? Saya coba mengikuti trik yang ada di internet jika salah cara menghidupkan motherboard yang sudah koit adalah dengan mencucinya. Setelah ½ jam saya sikat pelan-pelan motherboard dengan sikat gigi lembut. Setelah itu saya kering anginkan dan ketika sudah kering saya coba pasangkan dengan PSU dan saya nyalakan. Jeng..jeng.. masih juga motherboard adem ayem. 

Sudah sangat jelas jika motherboardnya sudah menemui ajal. Salah satu tips mengecek apakah motherboard adalah dengan menempelkan jari ke chipset saat menyala dan benar chipset tidak menunjukkan kehidupan sama sekali. Jadilah kemungkinan besar chipset koit. Saya hanya tidak menyangka komponen yang pertama kali rusak adalah chipset. Saya pikir dulu chipset itu tidak mudah rusak. Mungkin motherboardnya sudah uzur juga. Maklum sudah 8 tahunan. Satu-satunya jalan kemudian adalah membeli motherboard. Kalau saya beli model yang baru maka saya harus membeli prosesor dan RAM terbaru. Uang darimana? Apalagi sedang kismin berat gini. Jadilah coba-coba cari motherboard seken di Tokopedia (padahal seumur-umur belum pernah saya beli barang seken). Begitu dapat hari sudah H-1 lebaran sore. Untung sellernya segera merespon

meskipun barang masih akan dikirim 1 minggu kemudian karena libur lebaran. Saat kirim ternyata entah kenapa sellernya mengganti ekspedisi (semula J*E) tanpa pemberitahuan langsung kepada saya. Jadilah saya kebingungan karena nomor kiriman tidak bisa dilacak. Saya coba hubungi sellernya lewat PM tapi tidak ada respon respon. Akhirnya saya pasrah entah kapan motherboard itu akan sampai ke tangan saya sampai ketika salah seorang pengguna FB di FP J*E mencoba membantu saya melacak itu barang dan ternyata barang itu dikirim dengan ekspedisi yang paling saya hindari yaitu T*KI karena memang ekspedisi itu petugasnya tidak pernah mau mengantar barang sampai ke rumah padahal semua ekspedisi lain bersedia. Ya sudahlah, yang penting barang sudah sampai dengan selamat. Sebulan berlalu sudah tanpa terasa dan akhirnya saya bisa menulis artikel kembali. Yah beginilah nasib blogger misqueen. Yang terpenting tetap semangat berkarya dan menulis untuk menyalurkan hobi!!

Sunday, July 24, 2016

Layanan Wifi.id yang Menggelikan...


Kenapa saya bilang menggelikan?
1.       Kalau tidak salah tujuan Telkom membuat produk wifi.id ini adalah untuk memeratakan penyebaran internet kepada masyarakat agar semakin banyak yang menikmati akses internet. Aneh saja kenapa kok pakai sinyal wifi buat memeratakan akses internet? Bukankah sinyal wifi itu jangkauannya sangat sempit. Paling banter cuma 20 m. Satu kecamatan biasanya cuma memiliki 1 Wifi Corner yang berarti cuma warga yang berada di sekitar itu yang bisa menikmatinya yang notabene cuma belasan orang. Lantas letak pemerataannya dimana? Malah kecamatan saya tidak memiliki Wifi.id Corner karena memang tidak ada kantor Telkomnya. Kalau lihat shelter Wifi.id jadi teringat era Wartel dulu ketika komunikasi masih serba sentralistik. Mau telpon dikit-dikit harus ke kantor Telkom atau Wartel. Dengan adanya Wifi.id Corner keadaanya jadi mirip. Saat mau akses internet dikit-dikit harus ke kantor Telkom atau Wifi Corner. Belum lagi kalau hari Minggu shelter Wifi.id jadi penuh sesak oleh pengguna yang bikin tidak nyaman.
2.       Wifi.id corner terdekat dengan tempat saya tidak OL 24 jam. Awalnya saya heran tetapi waktu saya tanyakan ke FP Wifi.id dijawab jika jam operasional wifi.id mengikuti jam kerja Telkom. Haregene internet masih mengikuti jam kerja? Emang internet cuma buat kerja? Hadeeh...
3.       Tidak ada upaya untuk lebih memeratakan akses Wifi.id dengan membuat Wifi.id Corner lebih banyak. Hingga sekarang kecamatan saya sama sekali tidak ada Wifi.id Cornernya. Kecamatan tetangga itu juga sudah bertahun-tahun cuma punya satu. Gak nambah-nambah sama sekali sampai kini. Sebenarnya pembangunan Wifi.id Corner jangan hanya di kantor Telkom melulu. Coba tiap-tiap sekolah dikasih. Sekarang sekolah-sekolah di tempat saya malah membeli internet dari jasa tembak wifi. Mereka di hadapkan pada pilihan sulit. Di satu sisi mereka ingin memberikan akses internet untuk para muridnya tetapi infrastruktur internet yang murah tidak tersedia. Kabel Telkom tidak ada. Mau menggunakan akses seluler mau keluar dana berapa per bulan? Terpaksa mereka menggunakan jasa tembak wifi yang sebenarnya kalau menurut saya masih cukup mahal. Dengan speed 512 kbps harus keluar Rp 100 rb/bulan. Dengan speed segitu jika diakses ratusan murid secara bersamaan apa jadinya? Jasa tembak wifi ini merupakan pihak yang menjual akses wifi baik untuk perorangan atau lembaga seperti sekolah. Mereka biasanya mendapatkan akses internet dari IndiHome rumahan lalu dijual kembali. 

S     Secara tarif Wifi.id masih yang terbaik menurut saya karena tarifnya yang sangat murah. Dengan Rp 50 ribu/bulan bisa mendapatkan akses unlimited. Bahkan untuk IndieSchool bisa buat 6 bulan tuh. Kalau untuk akses internet seluler, Rp 50 rb paling banter cuma dapat 2 GB yang kalau dipakai buat akses FB sama Twitter doang selama 2 minggu bakalan ludes tandas. Akhirnya masyarakat khususnya pedesaan terpaksa menggunakan akses internet seluler yang mahal mencekik leher. Apalagi harga paket internet terus melangit hari demi hari saat ini. Contoh paket internet Telkomsel khusus mahasiswa (yang digunakan istri saya) beberapa bulan lalu untuk kuota 4 GB masih seharga Rp 50 ribu tetapi mulai bulan ini sudah naik menjadi Rp 70 ribu/bulan. Naik hampir 50% dan sepertinya akan naik terus. Tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti dalam waktu tidak lama lagi akan menjadi Rp 100 ribu/bulan.  Sudah tiba waktunya pemerintah memperluas akses Wifi.id sehingga beban keuangan masyarakat untuk membeli paket internet akan berkurang karena sekarang paket internet tak ubahnya sudah seperti sembako. Malah mungkin sudah sama pentingnya dengan sembako kali. Buktinya beberapa waktu lalu ada penerima BLT yang mendapatkan uang tunai dan menggunakan uang tersebut untuk membeli pulsa bukannya untuk membeli sembako. Bahkan sampai-sampai bapak presiden akan mengancam memberhentikan BLT kepada warga yang ketahuan menggunakan uang tunainya untuk membeli pulsa. Saya sih cuma bisa ketawa dalam hati? Emang tiap penerima BLT mau diintip terus pakai kamera CCTV selama 24 jam kemana mereka akan membelanjakan uangnya?

Friday, July 22, 2016

Terlalu Cinta Pada Premium

Sudah beberapa bulan ini pihak Pertamina melarang pembelian bensin premium di SPBU dengan menggunakan dirigen. Rupa-rupanya para pengecer tak kurang akal. Mereka pun memodifikasi tangki bahan bakar motor mereka dengan ukuran lebih besar dibandingkan standar. Jadi sekali berangkat ke SPBU mereka bisa mengisi tangkinya hingga belasan sampai puluhan liter lalu keluar SPBU. Di depan SPBU mereka sedot dari tangki ke dirigen lalu kembali ke SPBU lagi untuk mengisi tangki. Ada juga yang mengakali dengan membuat dirigen dari logam. Selama ini pihak Pertamina atau SPBU sepertinya mendefinisikan dirigen sebagai wadah yang terbuat dari plastik. Jadi kalau wadahnya dari logam maka itu tidak dianggap dirigen yang harus dilarang. Jadi sesungguhnya aturan pelarangan itu sama sekali tidak ada gunanya dan seharusnya dicabut saja. Bukankah orang-orang Indonesia kebanyakan paling jago kalau mengakali aturan? Hehehe...

Mengapa para pengecer masih berusaha keras mendapatkan premium di SPBU? Bukankah sekarang sudah ada Pertalite dan Pertamax? Kalau dari pandangan saya banyak masyarakat yang sudah terlalu jatuh cinta dengan premium sehingga kini meskipun ada yang lebih “cantik” seperti Pertalite atau Pertamax, mereka susah ke lain hati. Maklum sudah berapa tahun masyarakat kita mengonsumsi Premium? Saya pikir sejak adanya bensin di Indonesia pertama kali, Premium itulah adanya. Di tempat saya aja Pertamax tersedia baru 1 tahun ini di SPBU terdekat kalau Pertalite mungkin baru ada 6 bulanan. Apalagi harga Premium yang paling murah meski sebenarnya selisihnya tidak banyak dengan bensin lainnya. Yang aneh saya masih sering menyaksikan pemandangan lucu sekali di SPBU mobil mobil mewah mengonsumsi Premium dan motor-motor tua mengonsumsi Pertamax. Ibarat orang memiliki ponsel Iphone 6 tetapi cuma diisi pulsa Rp 1000.  Di masyarakat sini juga sudah lama beredar propaganda Premium is the Best. Saya tidak tahu mengapa bisa ada propaganda seperti itu. Contohnya paman saya tidak mau sama sekali menggunakan bensin selain Premium karena bensin lain dianggap cuma merusak mesin dan membuat macet. Memang paman saya ini pernah memiliki pengalaman mengisi tangki semprot dengan Pertalite dan macet tetapi begitu diganti Premium langsung jalan lancar. Kemudian paman saya langsung menarik kesimpulan jika bensin selain Premium adalah jelek atau lebih parahnya lagi sudah lebih mahal jelek lagi. Padahal dari pengalaman saya sendiri mengisi kendaraan dengan berbagai level oktan bensin sangat mempengaruhi performance mesin. Mulai dari Premium, Pertalite, Pertamax 92 hingga Pertamax 94 sudah pernah saya coba dan memang beda terasa. Untuk kendaraan bermotor semakin tinggi oktan maka mesin akan terasa lebih halus. Memang tujuan dibuat oktan semakin tinggi adalah untuk menekan gejala ngelitik atau “knocking” pada mesin. Semakin tinggi nilai oktan maka gejala ini akan semakin berkurang yang berakibat usia mesin bisa lebih awet karena lebih minim getaran.  Impossible kalau oktan lebih rendah justru mutu bensin lebih baik. Apalagi kini mesin-mesin kendaraan baru banyak yang menggunakan teknologi injeksi yang menuntut mutu bensin lebih baik. Yang aneh juga karena relatif lebih susah didapat maka premium dijual Rp 7500-8000/lt di level eceran padahal dengan uang segitu bisa mendapatkan Pertamax 92 di SPBU karena harga Pertamax sekarang hanya Rp 7600.