Monday, June 12, 2017

Tata Cara Perpanjangan SIM di Satlantas Jember

Bulan Mei kemarin SIM saya sudah mau mati. Berdasarkan pengalaman 5 tahun sebelumnya saya memperpanjang lewat bus perpanjang SIM keliling. Akhirnya saya coba mencari FP yang dulu pernah memberi jadwal bus keliling ini. Setelah lama mencari-cari di halaman FB saya kok FPnya tidak ketemu jua? Entah FPnya sudah koit atau terhapus atau gimana saya juga tidak tahu. Akhirnya saya coba menghubungi Ditlantas Polda Jatim lewat WA dan saya diberi tahu jika mereka juga tidak memiliki jadwal bus itu untuk kabupaten Jember. Saya hanya diberi link supaya melihat sendiri jadwal di link situs tersebut tetapi saya tetap tidak menemukannya. Berbekal google akhirnya saya menemukan satu situs yang memuat jadwal bus perpanjangan SIM itu.
Sayang jadwa bulan Mei belum keluar juga meski sudah saya tunggu hingga akhir Mei. Yang ada jadwal hanya pada bulan April dan Maret 2017. Saya tidak tahu apakah di luar bulan itu busnya tidak beroperasi atau memang adminnya tidak kasih update. Dari google saya mendapatkan info jika sekarang perpanjangan SIM bisa dilakukan online. Setelah situs perpanjangan SIM saya klik dan saya masukkan data saya ada pesan jika nomor SIM saya sudah kadaluarsa padahal kalau melihat tanggal di kartu SIM belum kadaluarsa. Ah sudahlah berarti cara ini juga gagal.

Dari FB saya mencoba mencari FP Satlantas Jember. Saya coba komen meminta info di FPnya tetapi entahlah tidak dijawab juga berhari-hari. Cara ini pun saya anggap gagal. Masih berbekal google saya akhirnya mencari nomor telepon Satlantas Jember barangkali mereka bisa kasih tahu jadwal bus perpanjangan SIM. Saya coba telepon ke nomor mereka tetapi ada pesan nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Lagi-lagi cara ini gagal. Saya masih belum menyerah, langkah terakhir saya telepon POLRES Jember siapa tahu juga mereka bisa kasih jadwal, tetapi lagi-lagi saya harus kecewa karena bahkan nada dial pun tidak bisa saya dengarkan. Saya tetap berpikir bagaimana cara saya mendapatkan info itu. Akhirnya saya mencoba menanyakan kepada para warga sekitar dimana bus itu dulu pernah mangkal kalau-kalau mereka pernah melihat keberadaan bus itu dan barangkali bisa memberikan info jadwalnya. Rupanya mereka sama sekali tidak pernah melihat keberadaan bus itu lagi. Yang mereka lihat selama ini hanya mobil untuk perpanjangan STNK dan bukan bus. Dah kayaknya saya memang tidak memiliki pilihan lain selain memperpanjang langsung di kantor Satlantas.

Mengapa saya ngotot banget bisa memperpanjang SIM di bus perpanjangan SIM?
1.       Hemat waktu dan BBM. Kalau saya harus berangkat ke kantor Satlantas saya harus menghabiskan 2 jam pp perjalanan dan sejumlah BBM yang tidak sedikit. Kalau memperpanjang SIM di bus bisa hemat waktu dan BBM karena jaraknya cukup dekat dari rumah.
2.       Pengalaman buruk 10 tahun lalu. Terakhir saya memperpanjang SIM benar-benar seperti sebuah mimpi buruk. Saya harus menghabiskan waktu 2 hari sendiri karena waktu itu entah mengapa katanya ada bahan yang habis sehingga terpaksa SIM baru bisa saya ambi keesokan harinya. Saya tidak tahu bahan apa itu tetapi bagi saya itu sangat tidak menyenangkan. Prosedurnya berbelit dan melelahkan. Calonya juga banyak berkeliaran sangat mengganggu sekali. Udah gitu mahal lagi. Jadilah saya benar-benar trauma.

Meskipun memori buruk memperpanjang SIM di kantor Satlantas dulu takkan pernah hilang dari ingatan saya akhirnya hanya bisa pasrah juga terpaksa mau tidak mau harus memperpanjang di sana. Pagi-pagi sekitar pukul 8 saya berangkat dan tiba di sana pukul 9. Untuk parkir kalau dulu bisa langsung masuk dari pintu depan tetapi sekarang sudah dibuatkan jalan tersendiri agak ke timur lewat perumahan polisi. Setelah parkir saya kemudian langsung menuju ke tempat perpanjangan SIM dan menemui bagian CSnya. CS-nya minta fotocopy KTP, SIM, SIM asli, dan surat keterangan sehat. Wah saya tidak membawa surat keterangan sehat dari Puskesmas nih. Kalau dulu prosedurnya ada dokter di lokasi kantor yang berpraktek di sebuah ruangan yang khusus yang bertugas memeriksa dan memberi surat keterangan sehat ini. Seingat saya ruangannya sempit sekali sehingga selalu berjubel. Lokasinya di bagian timur. Di situ setiap pemohon SIM diharuskan periksa mata sambil membaca huruf-huruf yang makin lama makin kecil. rupanya keberadaan ruangan itu sudah tidak ada. Kata petugasnya untuk surat keterangan sehat ini bisa didapat di Puskesmas tak jauh dari kantor Satlantas ke barat. Kalau tidak salah ini adalah Puskesmas Sumbersari.  Akhirnya jadilah saya berangkat ke Puskesmas ini. Saya agak kecewa juga kenapa kemarin-kemarin saya tidak membuat surat keterangan sehat sendiri di Puskesmas dekat rumah. Ternyata sesampainya di Puskesmas untuk mendapatkan surat ini harus naik ke lantai 2. Jadi bukan di lantai dasar. Dari halaman Puskesmas langsung ke belakang lewat parkir roda 2 sebelah timur kemudian naik tangga. Di situ ternyata puluhan orang sudah mengantri. Bagusnya di ruangan itu telah disediakan banyak bangku sehingga bisa nyaman menunggu tanpa harus berdiri. Saya hanya meletakkan fotocopy KTP di kotak depan para petugas. Sambil menunggu saya sempat pesimis bakalan lama nih antrian tetapi saya salah. Rupanya meskipun jumlah pengantrinya banyak tetapi petugasnya sangat cepat bekerja. Ada 3 orang petugas yang bekerja sekaligus. Setiap orang hanya memerlukan waktu paling lama 1 menit sudah bisa mendapatkan surat itu. kalau saya mencari surat di puskesmas dekat rumah maka saya akan
Antri di Puskesmas
dicampur dengan pasien lain sehingga waktu menunggunya malah bisa sangat lama dibandingkan ini. Dengan dipisahkan antara pasien dengan orang yang hanya berkepentingan memperoleh surat keterangan sehat maka proses bisa dipercepat dengan signifikan. Saya hanya membutuhkan waktu kira-kira ½ jam menunggu. Begitu dipanggil saya hanya ditanyai BB dan tinggi badan serta golongan darah. Itu saja. Saya tidak diharuskan tes mata. Hmmm... saya hanya menganggap jika surat ini hanya formalitas saja. Toh  kalau memang untuk menentukan benar-benar apakah seseorang sehat atau tidak kan harus ada pemeriksaan langsung? Lagipula secara logika orang yang bisa datang ke tempat itu pasti orang sehat. Kalau sakit mana bisa jalan sampai ke situ apalagi sampai naik tangga segala. Yang mengejutkan adalah saya hanya dikenakan biaya adm Rp 5 ribu padahal 5 tahun sebelumnya saya dikenakan tarif Rp 7500 di Puskesmas dekat rumah. Kok malah turun ya? Padahal di internet ada yang kena Rp 20 ribu. Memang kala itu saya sempat ditensi segala. Saya tidak tahu apakah tarif surat ini ada standarnya antar Puskesmas atau tidak. Yang pasti saya menyarankan jika mencari surat keterangan sehat selalu dapatkan dari Puskesmas karena surat saya pernah ditolak karena waktu itu saya memakai surat dari dokter praktek pribadi (ketika memperpanjang di bus) dan rupanya surat dari dokter praktek pribadi tidak diakui oleh mereka.

Selesai mendapatkan surat ini saya kembalikan ke CS dan saya dikasih formulir biru untuk diisi. Tips saja jangan lupa bawa bolpen sendiri karena kalau menunggu bolpen yang tersedia di situ bakalan lama karena selalu terpakai terus. Setelah diisi saya kasihkan ke petugasnya lagi. Oleh petugasnya diperiksa sejenak dan entah kenapa saya lupa memberi tanda tangan. Sebenarnya saya tidak lupa tetapi saya memang tidak tahu. Waktu saya isi tadi saya sudah mencari-cari dimana saya harus menanda tangan formulir ini dan saya tidak menemukannya. Rupanya warna biru formulir membuat saya kurang teliti. Coba kalau formulirnya berwarna putih saja. Akhirnya setelah saya tanda tangani saya balikkan ke petugas CS beserta SIM asli, fotocopy SIM, dan fotocopy KTP. Semua dokumen dijepret dalam map. Selanjutnya CS-nya mempersilahkan saya menekan tombol agar mendapatkan nomor antrian untuk penyerahan dokumen. Saya menunggu
Menunggu depan loket
lagi dan tak lama kemudian saya dipanggil. Saya serahkan semua dokumen di loket. Kembali saya duduk menunggu untuk panggilan pembayaran. Begitu dipanggil oleh bagian pembayaran saya maju dan menyerahkan sejumlah uang. Nilai uang tergantung dari jenis SIM yang kita akan perpanjang. Si mbak kasir kemudian akan menyerahkan kertas berisi barcode untuk dibawa ke ruang potret. Saya kemudian berjalan ke depan ruang potret. Tak lama kemudian petugas potret memanggil orang-orang yang sedang antri. Begitu masuk ada 3 petugas yang bekerja sekaligus melakukan pemotretan. Tinggal serahkan struk yang berisi barcode itu. Setelah struk discan kemudian kita diambil gambar wajah dan sidik jari. Setelah usai kita bisa kembali menunggu di depan ruang potret. Tak lama kemudian saya dipanggil dan akhirnya SIM baru saya dapatkan.


Lepas dari ruang itu ada box kepuasan konsumen. Saya memasukkan fotocopy KTP ke box bagus. Saya melihat banyak sekali fotocopy KTP di box sangat bagus. Hmmm... saya berpendapat pelayanan yang sekarang sudah sangat jauh lebih bagus dibandingkan 10 tahun lalu cuma saya melihat hanya ada satu kekurangan utama yaitu beban petugas CS-nya terlalu tinggi. Antrian menumpuk disitu dan karena posisinya dekat pintu maka agak menghalangi orang yang akan masuk. Akan lebih baik kalau petugas di CS ditambah atau petugas di loket penyerahan/pendaftaran sebagian dialihkan ke CS atau mungkin di bagian CS bisa dibuatkan mesin antrian sendiri. Kalau itu dilakukan maka saya yakin mutu pelayanannya akan masuk kategori excellent. Yang pasti sekarang memperpanjang SIM lebih nyaman dan cepat serta tidak terganggu calo lagi. 

Sunday, June 4, 2017

Dilema Shalat Tarawih

Memasuki bulan Ramadlan seperti sekarang ini umat muslim disunnahkan untuk menjalankan shalat tarawih pada malam hari yang diselenggarakan sesudah shalat isyak. Bagi saya yang cukup mengganggu saat sedang menjalankan shalat tarawih adalah anak-anak yang ribut di belakang. Mereka berteriak-teriak, berlarian kesana kemari, bergulat bahkan menangis. Bahkan anak-anak yang sudah agak besar (kelas 6 SD) juga begitu kelakuannya. Hampir semua masjid atau mushala di desa selalu begitu keadaannya. Saya hanya merasa heran apakah orang tuanya tidak tahu jika ulah anak-anak itu bisa mengganggu orang yang sedang shalat tarawih? Dulu ada seorang ustad yang pernah mengingatkan kepada para jamaah sebaiknya tidak membawa anak kecil ke dalam masjid karena hanya akan menimbulkan keributan tetapi rupanya cuma dianggap angin lalu. Ada yang membantah jika mereka membawa anak-anak dengan tujuan mengenalkan masjid kepada mereka. Mengenalkan masjid dengan mengganggu yang lainnya? Pernah ada juga yang mengingatkan orang tua anak-anak yang sering ribut itu tetapi malah dimusuhi. Jadinya kemudian setiap tahun seolah sudah menjadi “tradisi” jika sedang shalat tarawih anak-anak ribut di belakang. Kadang saya merasa ingin menghentikan shalat tarawih yang saya kerjakan karena sudah tidak betah dengan suara ribut-ribut itu. Kalau di kota lebih tertib. Pernah saya melihat sendiri ada anak-anak ribut di belakang kemudian imamnya memperingatkan mereka.

Tradisi lain adalah sistem kejar setoran. Sudah “tradisi” jika imam tarawih ditentukan kualitasnya berdasarkan kecepatan shalatnya. Semakin cepat semakin baik. Semakin cepat maka akan semakin banyak jamaahnya. Imam yang suka lelet saat shalat biasanya akan mendapat banyak komplen. Jadilah shalat tarawih seperti sopir angkot kejar setoran alias ngebut. Padahal tidak semua jamaah adalah orang-orang muda. Ada pula yang sudah lansia yang tentu saja akan merasa kesulitan jika harus melakukan shalat dengan tempo cepat seperti itu. Shalat bukannya sebuah komunikasi dengan Allah tetapi malah seperti menjadi arena balap. Memang tidak semua imam demikian tetapi tradisi yang hidup di tengah masyarakat seperti itulah yang malah membuat kenikmatan shalat tarawih menjadi hilang.