Sunday, June 4, 2017

Dilema Shalat Tarawih

Memasuki bulan Ramadlan seperti sekarang ini umat muslim disunnahkan untuk menjalankan shalat tarawih pada malam hari yang diselenggarakan sesudah shalat isyak. Bagi saya yang cukup mengganggu saat sedang menjalankan shalat tarawih adalah anak-anak yang ribut di belakang. Mereka berteriak-teriak, berlarian kesana kemari, bergulat bahkan menangis. Bahkan anak-anak yang sudah agak besar (kelas 6 SD) juga begitu kelakuannya. Hampir semua masjid atau mushala di desa selalu begitu keadaannya. Saya hanya merasa heran apakah orang tuanya tidak tahu jika ulah anak-anak itu bisa mengganggu orang yang sedang shalat tarawih? Dulu ada seorang ustad yang pernah mengingatkan kepada para jamaah sebaiknya tidak membawa anak kecil ke dalam masjid karena hanya akan menimbulkan keributan tetapi rupanya cuma dianggap angin lalu. Ada yang membantah jika mereka membawa anak-anak dengan tujuan mengenalkan masjid kepada mereka. Mengenalkan masjid dengan mengganggu yang lainnya? Pernah ada juga yang mengingatkan orang tua anak-anak yang sering ribut itu tetapi malah dimusuhi. Jadinya kemudian setiap tahun seolah sudah menjadi “tradisi” jika sedang shalat tarawih anak-anak ribut di belakang. Kadang saya merasa ingin menghentikan shalat tarawih yang saya kerjakan karena sudah tidak betah dengan suara ribut-ribut itu. Kalau di kota lebih tertib. Pernah saya melihat sendiri ada anak-anak ribut di belakang kemudian imamnya memperingatkan mereka.

Tradisi lain adalah sistem kejar setoran. Sudah “tradisi” jika imam tarawih ditentukan kualitasnya berdasarkan kecepatan shalatnya. Semakin cepat semakin baik. Semakin cepat maka akan semakin banyak jamaahnya. Imam yang suka lelet saat shalat biasanya akan mendapat banyak komplen. Jadilah shalat tarawih seperti sopir angkot kejar setoran alias ngebut. Padahal tidak semua jamaah adalah orang-orang muda. Ada pula yang sudah lansia yang tentu saja akan merasa kesulitan jika harus melakukan shalat dengan tempo cepat seperti itu. Shalat bukannya sebuah komunikasi dengan Allah tetapi malah seperti menjadi arena balap. Memang tidak semua imam demikian tetapi tradisi yang hidup di tengah masyarakat seperti itulah yang malah membuat kenikmatan shalat tarawih menjadi hilang.

No comments:

Post a Comment