Wednesday, March 27, 2019

Arti Sebuah Keikhlasan




     Beberapa bulan ini saya aktif di organisasi nirlaba bersih-bersih masjid. Jadi sepekan 2 kali tiap akhir pekan saya dan sejumlah rekan melakukan aksi bersih masjid secara sukarela. Semua peralatan dan bahan pembersih sepenuhnya berasal dari swadaya. Meskipun saya tidak diserahi tugas untuk mencari dana secara eksplisit tetapi melihat kondisi keuangan organisasi yang minim maka saya berusaha untuk mencari sumbangan kesana kemari. Sebenarnya saya agak malu meminta sumbangan tetapi tak apalah demi kebaikan saya rela bermuka gedek. Di sini saya akan bercerita sedikit tentang pengalaman mencari sumbangan itu sekaligus sebuah pengalaman berharga tentang makna sebuah keikhlasan yang saya baru benar-benar pahami.
     Pertama sasaran saya adalah seorang teman yang memiliki sebuah toko. Dia adalah putra seorang konglomerat” walaupun cuma skala kampung. Semua anak-anak si konglomerat ini memang menjadi pengusaha. Toko teman saya itu sangat ramai dan saya perkiran dalam sehari bisa mencapai omzet belasan juta. Barang-barang yang dijualnya juga sedikit lebih mahal jika dibandingkan toko-toko lain. Karena itulah saya berpikir pasti margin labanya gede dan pendapatan bersih per bulannya juga pasti wow. Rumah dan mobilnya juga wow kok. Saya pikir minimal saya bisa mendapat Rp 500 ribulah. Akan tetapi jreng-jreng ternyata saya cuma dikasih Rp 150 ribu! Upil banget? Ya sudahlah tentu saja saya harus berterima kasih dibandingkan bila tak dikasih sama sekali.
     Yang kedua seorang teman akrab walaupun agak jarang kontak. Sama aja teman saya ini juga pemilik toko dan seorang investor. Walaupun demikian gaya hidupnya biasa-biasa saja. Dalam filosofi pemikiran saya dan dia cenderung sama sehingga karena itulah saya masih bisa dekat dengannya. Dia juga religius beda dengan teman pertama di atas yang memang agak kurang religius. Saya yakin akan mudah mendapatkan sumbangan darinya. Saya pun langsung mengontaknya lewat WA. Ternyata responnya mengejutkan saya. Dia menolah mentah-mentah permintaan sumbangan saya. Ah speechless deh kalau begini. Saya merasa kecewa sekali. Saya benar-benar tak habis pikir! Akan tetapi saya tidak mau memancing konfrontasi karena sesuai dengan aturan yang sudah saya buat di awal bahwa semua cuma soal keihklasan. Mau dikasih atau tidak atau dikasih berapapun harus saya terima dan say thank you! Bahkan saya sempat berpikir mungkin persahabatan dengannya akan berakhir gara-gara hal ini. Dua puluh empat jam berlalu dan mendadak ada kiriman pesan lewat WA jika berniat menyumbang. Saya pun langsung merasa lega luar biasa. Saya berpikir paling juga cuma dikasih Rp 100 ribu. Keesokan harinya saya pun datang ke rumahnya dan saya sudah bersiap jika akan pulang dengan uang lembaran Rp 100 ribu di genggaman. Akan tetapi apa yang terjadi? Dia memberikan saya Rp 500 ribu langsung! Sontak saya kaget dan langsung bilang, kok banyak banget? Rupa-rupanya Allah sudah memberikan hidayah kepadanya. Semoga dimudahkan langkahmu teman di akherat nanti.
     Yang berikutnya adalah seorang kenalan tenaga kesehatan. Layaknya tenaga kesehatan di negara ini yang hidup ala borju dengan mobil mewah saya pun optimis paling tidak bisa mendulang Rp 500 ribu-lah. Di suatu sore yang bermendung tebal saya pun tiba di rumahnya. Setelah berbasa basi sejenak saya pun langsung menyatakan niat minta sumbangan. Saya berikan foto-foto semua kegiatan saya dan tim di WA. Setelah beberapa saat berlalu dia pun masuk ke dalam lalu balik lagi. Saya sudah sangat optimis akan datang 5 helai lembaran ratusan ribu. Ternyata hanya selembar doang yang datang… Ahh, serasa dunia seakan mau runtuh saja tetapi saya coba tidak terlalu menunjukkan kekagetan saya. Setelah berbasa basi sejenak sekali lagi saya pun berpamitan pulang dan sepanjang perjalanan saya baru tersadar arti sebuah keikhlasan. Saya tahu jika arti uang Rp 100 ribu baginya bukan cuma sekedar upil kering yang nempel di dalam rongga hidung tapi mungkin hanyalah laksana setitik debu yang menempel di kap mobil mewahnya. Tak berasa, tak terlihat, dan tak berarti.  Ah, sudahlah....!  

Serangan Hama Wereng 2019 Nan Ganas


     Ada yang berbeda dengan musim tanam padi tahun ini yaitu serangan hama wereng nan ganas tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Saya tidak tahu pasti apa penyebabnya. Mungkin perubahan iklim yang tengah terjadi saat ini yang menjadi biangnya. Persoalannya adalah hama wereng yang telah menyerang ini nyaris kebal terhadap insektisida apapun. Akhirnya petani memakai insektisida yang konon katanya paling ampun untuk membasmi wereng tetapi sayangnya juga sangat amat mahal sekali mereknya P*en*m. Satu sachet kecil eceran dijual Rp 50 ribu hanya untuk 2 tangki kapasitas 14 liter. Sehingga untuk lahan 1 bau yang biasanya membutuhkan sekitar 10 tangki maka bisa menelan biaya Rp 250 ribu hanya untuk sekali aplikasi. Kalau 3 atau 4x aplikasi sudah berapa coba? Wow banget bukan? Jauh lebih mahal daripada biaya aplikasi pestisida CMB (Cabai Merah Besar).
     Saya melihat jika apa yang terjadi saat ini hanyalah reaksi panik petani padi terhadap serangan wereng. Dulu saat masih membudidayakan padi saya selalu “membentengi” padi sejak masih berusia 2 minggu dengan aplikasi insektisida. Padahal mana ada petani yang mau mengaplikasikan pestisida sejak masih usia 2 pekan? Mereka sepertinya lebih suka menunggu terserang dulu baru bertindak jika dibandingkan melakukan pencegahan. Padahal jika sudah terserang maka akan sulit dilakukan penanganan. Yang unik tanaman padi jelang panen justru digempur dengan pestisida habis-habisan padahal seharusnya pemakaian pestisida justru dikurangi saat jelang panen. Tanaman yang sudah menua tidak efektif diberikan pestisida apalagi yang sistemik karena jaringan tubuhnya sudah tidak bagus. Saat ini mereka mengaplikasikan pestisida sistemik itu berkali-kali dalam jarak dekat padahal setahu saya biasanya pestisida sistemik yang sama tidak boleh diaplikasi berulang-ulang dalam jarak dekat. Padi sudah rusak sedangkan biaya meningkat tajam. Akhirnya terpaksa padi dipanen masih belum cukup tua benar. Jadilah nanti rendemennya pasti rendah. Selain itu akibatnya harga tebasan padi jadi sangat murah. Untuk 1/4 bau yang biasanya bisa mencapai 5 jutaan sekarang rata-rata hanya 3 juta.
     Beberapa hari lalu saya pernah berbincang dengan salah satu petani padi. Dia mengatakan jika saat ini ada insektisida yang jauh lebih ampuh dari P*en*m yang dia lupa namanya dari D*P*nt. Insektisida ini sangat kuat dengan spektrum sangat luas plus harga yang super aduhai. Bahkan burung pun bisa mampus karenanya. Jujur saya malah bukannya takjub tetapi malah super ngeri! Bagaimana pestisida semacam ini bisa diloloskan?? Pestisida yang sudah jelas-jelas sangat berbahaya! Apa yang tidak aman buat binatang, saya percaya juga tidak sepenuhnya aman buat manusia. Daripada repot-repot mending pakai api saja praktis dan ampuh langsung ludes semuanya.