Wednesday, November 29, 2017

Mud Warrior 3: Ketika Semua Menjadi Salah

Medali finisher

    Entah mimpi saya yang bisa sampai mengikuti acara ini tetapi setelahnya saya baru tahu jika keputusan mengikuti acara ini adalah salah satu keputusan dalam hidup saya yang tak pernah saya sesali. Berawal dari tiket gratis yang diberikan oleh FP NoPainNoGain (Counterpain) rasanya sayang kalau dilewatkan begitu saja. Awalnya saya merasa acara ini bukanlah acara yang menarik. Sempat maju mundur beberapa hari mau ikutan atau tidak. Akhirnya saya putuskan untuk ikut. Kalaulah tidak menarik paling tidak saya sudah mencobanya.
     Seperti yang sudah saya ceritakan di artikel perjalanan ke Tretes dan Trawas 2017, bahwa saya datang hari Sabtu di Tretes bersama anak dan istri. Saya check in hotel sekitar pukul 13.00. Disinilah kesalahan pertama sudah saya buat. Seharusnya saya datang paling tidak hari sebelumnya (Jumat) sehingga saya bisa beradaptasi dengan hawa pegunungan yang sejuk dan katanya oksigennya lebih tipis. Kesalahan kedua sebenarnya saya dalam kondisi tidak fit 100% karena beberapa hari sebelum itu saya sempat melakukan donor darah dan saat cek kadar HB saya tidak lolos. Sudah berkali-kali donor baru kali ini HB anjlok. Kesalahan ke-3 adalah keputusan untuk lari dari Tretes ke Trawas Minggu pagi. Sabtu malam saya ngobrol dengan istri memutuskan transportasi apa yang sebaiknya saya ambil dari Tretes dan Trawas. Dari GPS saya perkirakan jarak keduanya hanyalah sekitar 5 km.  Saya kira jarak segitu cukup pendek dan saya perkirakan dalam tempo tidak sampai 1 jam saya sudah tiba di lokasi. Ternyata dari Endomondo ketika saya tiba di UTC pukul 6 tertera jarak 11 km lebih. Gilanya lagi trayek tidak
Gambar gelap karena masih pagi buta
datar tetapi naik turun bahkan naik curam. Dari arah Tretes hingga ke POLSEK enak saja trayek turun terus tetapi begitu belok kiri menuju Trawas jalan mulai naik gila. Kalau begini jarak 10 km saja artinya dengan 20 km datar. Akhirnya aktivitas lari yang sudah saya set di Endomondo saya ubah menjadi jalan. Jadi lari jalan lari jalan. Untungnya saya berangkat cukup pagi sekitar pukul 4.15 sehingga seandainya molor saya masih memiliki banyak waktu. Syukurlah di tengah jalan Jolotundo saya dibonceng seorang anak dari Mojokerto. Saya lupa juga jika pegunungan memiliki oksigen yang lebih sedikit. Kesalahan ke-4, tidak ada atau sedikit carbo loading. Entah mengapa saya kok sabtu malam tidak menyiapkan misal roti atau biskuit buat sarapan esok hari. Hujan dan udara dingin benar-benar telah membekukan semua pikiran saya. Saya cuma sarapan dengan 2 batang kecil wafer sisa si kecil. Saya putuskan kalau-kalau di jalan bisa bertemu warung atau minimarket 24 jam maka saya akan membeli makanan. Kenyataannya saya tidak menemukan apapun juga. Semua tutup rapat sepanjang jalan. Saya agak heran karena di tempat tinggal saya yang notabene lebih "ndeso" ada minimarket 24 jam. Syukurlah perut saya masih bisa diajak kompromi. Sebenarnya sih saat akan start dari hotel ada ojek yang menawarkan jasa cuma saya merasa over confident jadilah saya tolak. Kesalahan ke-5 dehidrasi. Saya berangkat dengan tenggorokan kering karena stok air di kamar habis semuanya padahal sorenya sudah beli cukup banyak air mineral. Rupanya cemilan wafer dan keripik sudah bikin kami semua banyak minum. Saya cuma menyeruput air keran sedikit dan berharap tidak pilek. Saya baru menemukan sebuah warung kecil buka dekat jalan Jolotundo kalau tidak salah dan membeli air mineral di sana dan langsung saya masukkan water bladder. Saya tidak sarapan di situ karena rupanya si ibu masih sibuk baru saja mulai memasak. Sialnya saya lupa membersihkan water bladder sehingga sisa air beberapa hari sebelumnya tercampur dengan air yang baru masuk. Jadinya rasa air mineralnya aneh, ada asam-asamnya. Ah sudahlah berhubung sudah haus ya diminum saja. Semoga tidak sakit perut. Kesalahan ke-5, saltum alias salah kostum. Ini mutlak kesalahan saya sendiri. Saya memang tidak menyiapkan kostum sendiri tetapi istri yang menyiapkan. Saya pikir istri sudah tahu kostum yang biasa saya pakai buat olahraga. Tak tahunya istri membawa kostum yang bukan setingan buat olahraga tetapi buat santai di rumah. Kaosnya berwarna kuning cerah dan kebesaran. Celana pendeknya juga kebesaran dan berat. Pas deh sehingga bikin saya susah lari. Sialnya ketika celana pendek ini terkena lumpur langsung seperti mau melorot saja. Kaos itu kemudian menjadi korban karena dicuci selama apapun dan dengan cara bagaimana pun tak pernah bisa bersih. Duh beneran sial banget. Kesalahan ke-6, kurang tidur. Tidur di tempat dimana saya belum pernah tidur sebelumnya selalu membuat saya susah tidur. Mana orang di kamar sebelah ngorok keras sekali sepanjang malam. Baru kali itu saya mendengar ada orang ngorok sekeras itu. Padahal kurang tidur bisa menyebabkan performance olahraga menurun tajam.
       Kesalahan ke-7, saya tidak tahu banyak Mud Warrior. Gambaran awal tentang Mud Warrior adalah trail running yang dibumbui rintangan-rintangan alam “kecil”. Tak tahunya semua di luar dugaan saya. Seharusnya saya menggali lebih jauh tentang event ini dari internet sebelumnya. Begitu memasuki lapangan saya kira acara sudah selesai dan tak tahunya tantangan sebenarnya baru saja mulai. 3 tantangan akhirnya tidak bisa saya lewati yaitu rope climbing, monkey bar, dan 7th wall. Great wall sebagai rintangan terakhir membuat nyali saya langsung menciut karena melihat sebagian besar peserta gagal sehingga saya tidak mencobanya sama sekali. Padahal semestinya saya harus mencobanya entah akan gagal atau tidak. Kesalahan ke-8 tidak bawa baju pengganti karena saya kira hanya akan memberatkan isi hydropack saja. Jadilah saya harus bertahan dengan celana pendek
basah selama beberapa jam. Ditambah udara dingin membuat rasa basah semakin menggigit. Kesalahan ke-9 saya kebingungan menentukan transport balik ke Tretes. Saya sudah tidak mungkin lari lagi dengan energi yang sudah nol dan udara panas. Untunglah ada shuttle pickup dari UTC hingga perempatan apa namanya saya tidak tahu. Langkah pertama saya adalah mencari warung makan. Ada sebuah warung kecil langsung saya belok. Menunya sederhana sekali. Saya cuma memesan sup bandeng. Sialnya penjualnya kasih saya nasi banyak sekali dan nasinya pun nasi lembek padahal saya tidak doyan nasi lembek. Lihat hidangannya saja sudah membuat saya langsung kenyang. Walhasil nasi cuma saya makan sedikit. Berikutnya saya bertanya-tanya ke orang-orang di pinggir jalan kira-kira dengan cara apa saya sampai ke Tretes. Ada mbak yang menyarankan saya naik angkot 2x supaya sampai Tretes. Duh kelamaan keburu sudah tidak tahan dengan celana yang basah. Akhirnya ibu penjual nasi itu menyarankan saya naik ojek saja. Saya jalan kira-kira 200 m dan bertemulah dengan mas ojek. Mas ojek kasih harga Rp 25 rb. Ya sudahlah berhubung saya sudah dalam kondisi capek parah dan celana basah membuat saya harus segera sampai ke hotel kembali. Lagi-lagi 100 m dari hotel hujan lebat langsung menghajar saya. Kesalahan ke-10 adalah awalnya saya menganggap acara ini adalah acara yang biasa-biasa saja tetapi ternyata ini adalah acara yang luar biasa hebat! 
     Meskipun demikian bukan berarti tidak ada kesenangan sama sekali dari acara ini. Saya banyak bertemu dengan orang-orang dari berbagai wilayah di Indonesia. Ada yang sendirian tetapi tidak sedikit bersama dengan komunitas olahraganya. Sebagian besar masih anak-anak muda yang penuh semangat. Bahkan banyak yang kelihatan sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari dengan melatih fisik dan mental. Di awal race saya sempat tidak yakin bisa finish namun saya bertekad bahwa saya harus mencoba dan terus berusaha tidak peduli apapun yang sedang terjadi. Hingga masuk lapangan semua rintangan bisa saya lewati dengan baik tanpa hukuman burpees. Bahkan beberapa peserta elite pria dan wanita yang sudah berangkat lebih dulu ada yang bisa saya lewati. Sayangnya begitu masuk lapangan maka tenaga saya sudah berada di titik nadir hingga 7th wall pun tidak bisa saya lewati. Sepanjang rute ada 2 water station cuma sayangnya yang tersedia hanya air elektrolit padahal saya berharap ada energy bar atau gel atau paling tidak pisanglah karena saat berolahraga
yang paling cepat terkuras selain cairan adalah glukosa. Acara yang luar biasa. Semoga tahun depan bisa lebih menantang lagi. Kalau bisa setiap ada event ada beberapa tantangan baru yang unpredictable sehingga peserta tidak tahu sebelumnya. Begitu pula jarak tempuhnya sebaiknya ditambah semisal >10km. Dengan begini akan semakin terlihat endurance peserta. Tidak cuma uji kekuatan tetapi juga ketahanan. Tahun depan kemungkinan besar saya pasti akan bergabung kembali tentu dengan persiapan yang jauh lebih baik. Jarang ada yang sempurna saat pertama kali tetapi biasanya yang pertama kali itu yang paling berkesan dan tetap dikenang terus. Banyak orang mungkin berpikir buat apa gila menghabiskan waktu, tenaga, dan uang hanya untuk sebuah event seperti ini? Mereka hanya belum tahu bagaimana rasanya ketika bisa melakukan sesuatu yang awalnya kita yakini tidak mampu kita lakukan sama sekali.

Kenangan Perjalanan Wisata Keluarga Ke Tretes Dan Trawas 2017


     Sebenarnya jelang akhir tahun ini sama sekali tidak ada rencana buat liburan jauh tetapi karena saya telah memenangkan tiket gratis (terima kasih ya Counterpain!) Mud Warrior 3 yang diselenggarakan di Trawas maka sayang sekali jika kesempatan emas itu dilewatkan begitu saja. Apalagi saya belum pernah ikutan event-event seperti ini. Dulu sempat dapat tiket Jogja Marathon gratis dari bank Mandiri tetapi tidak saya gunakan karena terbentur dengan masalah keuangan (bahasa halus: bokek). Kebetulan ada sedikit rejeki tahun ini maka tidak salahlah kiranya jika saya mengikuti event ini. Itung-itung sebagai pengalaman saja. Awalnya saya berencana sendirian yang akan berangkat langsung ke Trawas tetapi saya kira tidak salahlah jika sekali-sekali mengajak istri dan si kecil juga. Pertama-tama saya coba melihat-lihat harga hotel di sekitaran Trawas lewat internet dan gila sama sekali tidak ada yang murah. Kemudian saya coba menghubungi admin Mud Warrior 3 siapa tahu bisa kasih info penginapan yang murah di  seputaran Trawas dan dari semua tempat yang direkomendasikan ternyata tak satupun yang terjangkau bagi kantong saya. Saya harus putar akal. Berhubung saya naik kereta api maka stasiun pemberhentian terakhir saya adalah stasiun Bangil. Saya kemudian berpikir kenapa saya tidak menginap di Bangil saja? Saya kemudian sekali lagi mencari info hotel di Bangil. Ternyata pilihannya sangat terbatas dan saya berpikir jarak Bangil Trawas kan lumayan jauh sementara jam 7 pagi acara sudah dimulai. Saya ragu jika saya bisa tiba tepat waktu di Trawas. Lagipula saya masih belum mendapatkan gambaran transportasi apa yang akan saya gunakan dari Bangil ke Trawas. Coba lagi mencari-cari lokasi hotel yang dekat dengan Trawas akhirnya saya mendapatkan Tretes. Sebenarnya tempat ini bukanlah tempat yang asing bagi saya. Saat kuliah dulu saya 2x mengunjungi tempat ini bersama-sama dengan teman-teman kuliah sekitar tahun 1995 dan 1998 mungkin. Untuk Trawas pernah sekali sekitar 1997 di air terjun Dlundung saat menjadi OC Camp Maba. Untuk mendapatkan harga yang benar-benar bagus saya search dari berbagai aplikasi dan web dan akhirnya saya mendapatkan hotel di Pesangrahan di Tretes. Saya booking 3 malam 4 hari biar puas liburannya dan juga untuk mengantisipasi hal-hal tak terduga.
     OK masalah hotel sudah selesai sekarang tinggal masalah transportasi. Untuk kawasan Tretes paling mudah memang dijangkau dengan bus umum karena jika menggunakan kereta api agak susah namun istri tetap meminta naik kereta api. Jika menggunakan bus bisa turun di terminal Pandaan dan langsung naik angkot ke Tretes. Kalau naik kereta api entahlah bagaimana. Akhirnya saya putuskan nanti saja saat sudah tiba di stasiun baru dipikirkan.
     Hari yang ditunggu pun tiba, Sabtu 25 November kami berangkat menuju stasiun Rambipuji (Jember) dengan diantar. Setelah check in, kereta Tawang Alun pun datang sekitar pukul 8 dan tiba di stasiun Bangil sekitar pukul 11 siang. Hawa Bangil panas menyengat berbeda jauh dengan hawa di dalam gerbong yang sejuk. Sebentar saja baju sudah basah kuyup oleh keringat. Langkah pertama saya mencoba keluar terminal melihat-lihat aneka angkutan umum yang tersedia. Ada ojek pangkalan, ada angkot warna kuning, dan ada pula taxi. Saya jadi bingung. Saya kemudian bertanya kepada salah satu petugas kereta api yang ada di dalam stasiun dan merekomendasikan angkot kuning tetapi saya masih ragu menggunakannya karena kondisi angkot yang kosong melompong semuanya. Dari sekian angkot kosong melompong seluruhnya. Kalau saya harus menunggu keberangkatanya pasti akan memakan waktu sangat lama. Akhirnya saya mencoba-coba buka aplikasi gojek. Yang pertama saya coba adalah layanan GoCar. Ternyata setelah searching sekian lama sama sekali tidak ditemukan drivernya. Kesimpulan saya layanan ini memang belum tersedia. Akhirnya terpaksa saya mencoba GoRide. Saya masukkan titik awal keberangkatan Bangil dan tujuan adalah Tretes. Aplikasi sempat error karena jarak yang melebihi 25 km tetapi entah bagaimana kemudian bisa juga. Dengan Gopay ongkos 36 ribu sedangkan cash 46 ribu. Berhubung saldo Gopay cuma 50 ribu ya terpaksa saya pakai cash dan istri pakai Gopay. Rupanya aplikasi ini bisa melakukan 2 order sekaligus. Jadi buat yang tidak punya aplikasi bisa numpang yang punya. Setelah itu langsung muncul seorang driver gojek dan seorang temannya. Perjalanan pun dimulai. Jalan ke arah Tretes cenderung naik. Sesampainya di Pandaan cuaca langsung berubah mendung. Begitu masuk Tretes cuaca sudah berubah menjadi hujan deras. Syukurlah rider istri dan si kecil membawa mantel sehingga mereka tidak basah tetapi saya yang sial. Ridernya tidak membawa mantel dan jadilah saya basah kuyup. Sepatu, kaos kaki, jaket, dan celana basah semuanya. Mana hawa Tretes dingin luar biasa lagi. Saya coba bertanya ke mas-mas gojeknya apakah pernah mereka mengantarkan penumpang hingga ke
Pemandangan dari arah balkon 
Tretes? Mereka bilang baru sekali ini. Selama ini jarak terjauh baru Pandaan. Setelah check ini saya pun beristirahat sembari menikmati pemandangan pegunungan nan asri. Hujan terus mengguyur hingga pukul 16.30 dan kamipun langsung keluar buat melihat-lihat suasana di sekitar hotel sembari membeli makanan. Langit masih mendung dan sesekali petir menyambar yang berarti tidak lama lagi bakalan turun hujan. Benar sekitar pukul 17 hujan deras kembali turun hingga larut malam padahal rencana saya sekitar pukul 14 akan langsung mencoba masuk ke wisata Kakek Bodo. Waktu kami habiskan buat mengobrol kira-kira besok saya ke Trawas mau naik apa. Nanti akan saya ceritakan semuanya di artikel Mud Warrior 3: Ketika Semua Menjadi Salah. Keesokan paginya (Minggu) saya berangkat ke Trawas untuk mengikuti lomba Mud Warrior 3 sampai dengan pukul 11.30. Pulang dari Trawas dengan ojek, 100 m dari hotel hujan lebat kembali turun padahal saat saya masih di Trawas cuaca hanya mendung. Kembali hujan tidak mau berhenti hingga malam hari. Praktis kami menghabiskan waktu hanya dengan menonton TV sambil menyiapkan acara besok pagi berwisata ke Kakek Bodo.
     Senin pagi saya mengajak istri dan si kecil jalan-jalan sebentar hingga ke istana durian dan istri tertarik mencoba sebuah durian. Istri memang penyuka durian walau saya tidak begitu suka. Entah kenapa makan durian sedikit saja sudah eneg. Si kecil malah tidak doyan. Durian Monthong dengan daging tebal empuk jadi sarapan pagi. Kembali ke hotel kami sudah diberikan sarapan nasi goreng. Usai sarapan kami langsung berkemas menuju wisata Kakek Bodo yang jaraknya hanya 500 m dari hotel. Tiket masuk murah di hari kerja hanya rp 10 ribu. Suasana sangat sepi. Saya hanya melihat sepasang pemuda/i di belakang saya ikut masuk. Kalau saya bandingkan dengan 19 tahun lalu terakhir saya menginjakkan kaki di Kakek Bodo banyak sekali perubahan yang sudah saya lihat. Saya melihat sekarang lebih bersih, terawat, dan teratur. Fasilitas-fasilitasnya juga lebih banyak. Saya mencoba melihat lokasi camp saat saya masih menjadi Maba tahun 1995 dulu dan ternyata sudah banyak berubah. Toiletnya lebih bersih dan bagus. Begitu pula ada ayunan. Yang cukup mencolok adalah banyak sekali pedagang dari pintu masuk hingga air terjun dimana dulu saya sama sekali
Kakek Bodo
tidak melihat satu pedagang pun. Di area air terjun saya melihat pintu yang membatasi akses pengunjung untuk mandi-mandi padahal dulu seingat saya pintu pembatas ini tidak ada. Si kecil pun tak tahan langsung mandi-mandi di sungai yang ada di situ. Saat itu hawa cukup panas namun tak berapa lama berselang mendung pun datang. Hawa panas langsung berubah menjadi sejuk. Dari mulut saya langsung keluar uap.  Istri saya pun menyuruh saya cepat cepat turun supaya tidak terperangkap hujan. Kami pun segera turun tetapi mencoba lewat pintu 01. Ternyata ada kolam renang di dekat pintu masuknya padahal dulu tidak ada. Kami melangkah bergegas menuju hotel dan benar 100 m dari hotel gerimis langsung menyergap. Tak lama berselang hujan datang. Kembali kami terperangkap di dalam hotel hingga larut malam.
     Hari selasa pagi adalah hari terakhir liburan kami. Semula kami akan check out agak siang sekitar pukul 11 karena kereta berangkat dari stasiun Bangil masih pukul 18 tetapi berhubung cuaca tak menentu maka kami memutuskan untuk check out lebih pagi sekitar pukul 9. Setelah diberi sarapan roti bakar kami pun berjalan kaki menuju depan Inna Tretes menunggu angkot lewat. Angkot sering lewat hanya sampai pukul 7 karena banyak anak berangkat sekolah. Lewat pukul itu sudah sepi. Setelah menunggu cukup lama akhirnya datanglah angkot yang membawa kami hingga ke terminal Pandaan dengan tarif Rp 10 ribu/orang. Saya baru ingat jika terminal Pandaan ini terminal kecil. Di depan ada supermarket besar dan istri beli oleh-oleh di sana. Usai belanja lagi-lagi kami kebingungan akan pergi ke Bangil. Setelah bertanya pada jukir di supermarket di dapat info jika kami bisa melanjutkan perjalanan dengan naik angkot tetapi untuk itu harus berjalan sekitar 1 km.         Lumayanlah jalan sambil membawa tas yang lumayan berat dan si kecil yang sedang rewel. Ternyata itu adalah perempatan besar. Saya kembali bertanya kepada seorang SATPAM toko yang ada situ dan mendapatkan info jika angkot yang menuju Bangil jarang-jarang ada. Kami pun menunggu lama dan si kecil sudah menangis gas pol plus hawa panas bukan main. Berhubung situasi sudah tidak memungkinkan akhirnya saya kembali buka aplikasi Gojek siapa tahu menemukan rider di sekitar situ dan saya langsung menemukan. Berhubung kami dua orang maka saya mencari satu rider lagi dan saya tidak menemukannya karena mas ini rupanya satu-satunya rider Gojek di Pandaan yang sedang berada di dekat saya. Ya sudahlah saya suruh istri berangkat dulu. Saya memutuskan untuk naik angkot jika ada yang lewat tetapi jika tidak ada saya akan order gojek lagi. Beberapa menit berlalu datanglah angkot yang saya tunggu-tunggu dan apesnya ketika meraba kantong dompet kok lenyap? Saya kontan menelepon istri dan dikatakan jika dompet terbawa olehnya. Gagal deh mau naik angkot. Akhirnya saya memilih menunggu gojek balik. Saya tiba di stasiun Bangil masih sekitar pukul 11.30. Kereta jelas masih lama sekali datangnya. Si kecil rewel bukan main karena hawa Bangil yang gerah panas. Saya kemudian mencoba-coba melihat-lihat pusat kota Bangil yang belum pernah saya lihat sama sekali. Saya pun mencoba shalat di masjid jami Bangil yang megah itu buat pertama kali. Untuk shalat Ashar saya mencoba mencari mushala di seputar stasiun dan bertemulah dengan mushala 100 m dari stasiun ke barat.  Akhirnya setelah menunggu berjam-jam kereta datanglah bersamaan dengan diiringi hujan lebat. Kereta penuh dengan orang-orang yang akan bepergian ke Banyuwangi sehingga agak susah mencari rak untuk menyimpan tas. Berbeda dengan saat berangkat yang relatif longgar. Kami tiba pukul 20.30 malam di stasiun Rambi dijemput oleh adik istri dan tiba di rumah sekitar pukul 22.15. Demikianlah kisah perjalanan kami kali ini. 
     Sayang sekali hujan yang terus menerus turun membuat kami tidak banyak melakukan aktivitas outdoor padahal sebenarnya masih ada sejumlah tempat wisata alam yang cukup menarik di Tretes seperti air terjun Putuk Truno dan Taman Safari. Wisata kulinernya juga tidak sempat kami coba. Mungkin pertengahan musim kemarau adalah saat terbaik berwisata ke tempat ini. Saya baru ingat jika tempat saya menginap bersama teman-teman dulu ada di sekitar hotel Surya atau sekitar 1 km dari lokasi kami menginap.  

Update: 10-12-2017
Ternyata waktu sedang berlibur ke Tretes itu kami memang tidak hoki karena waktu itu Indonesia sedang terkena badai Cempaka. Pantas saja hujan deras terus menerus setiap hari. Begitu kami pulang dari berlibur (tanggal 28 November) cuaca cerah di rumah terus berlangsung hingga hari ini (10 Desember). Meskipun tidak banyak yang bisa kami lakukan selama di Tretes tetapi ini menjadi salah satu kenangan berlibur kami yang takkan bisa kami lupakan apalagi ada event Mud Warrior 3. Mungkin kalau tidak ada event itu kami takkan pernah berlibur ke Tretes.  

Thursday, November 16, 2017

Yang Membuat Kesalahan Mereka Kok Saya Yang Harus Repot?

Struk EDC cuma keluar 1 lembar dari 2x gesek

     Ini adalah pengalaman terburuk berbelanja di minimarket dengan non tunai. Sebenarnya selama ini sih sudah cukup buruk tetapi ini sepertinya yang terburuk. Saya memang menyukai belanja non tunai baik menggunakan vocer, kartu debit, e-money, atau Tcash karena praktis tidak perlu bawa uang yang kadang terkena uang palsu atau tidak ada kembalian. Uang tunai cuma bikin dompet makin tebal saja. Kisahnya suatu pagi saya berbelanja di Alfamart dengan total belanja Rp 130 ribu dengan rincian Rp 100 ribu saya bayar dengan vocer Sodexo Rp 100 ribu sementara sisanya Rp 30 ribu dengan debit BRI. Setelah menggesekkan kartu saya disuruh memasukkan PIN dan saya masukkan tetapi entah mengapa sepertinya tidak keluar struk. Si kasir pun menggesek ulang katu saya dan meminta saya memasukkan PIN lagi dan keluarlah struk. Di sini petaka dimulai. Saya merasa curiga dengan 2x gesekan kartu saya. Oleh sebab itu keesokan harinya (Jumat sore seingat saya) saya cek coba mutasi lewat ATM dan benar ada debet ganda dengan nilai persis sama Rp 30 ribu pada hari itu. Sudah jelas ini adalah dari mesin EDC di Alfamart tempat saya belanja itu. Saya bingung kemana saya harus komplen. Jika saya mendatangi BRI jelas tidak mungkin karena sudah
Dobel debet
Jumat sore. Oleh sebab itu saya langsung komplen ke FP Alfamart. Sesudah komplen saya sampaikan keluhan saya ke lewat twitter BRI juga. CS BRI mengatakan supaya saya datang ke kantor BRI terdekat untuk pelaporan.
     Hari Minggu sore seingat saya ditelpon oleh CS Alfamart yang katanya laporan saya sudah masuk dan mereka akan proses. Hari Selasa sore kalau tidak salah saya mendapat telepon dari anak toko tempat saya belanja jika mereka akan datang ke rumah saya. Saya tidak tahu maksud mereka apa. Akhirnya mereka datang dan menjelaskan jika saya harus menyerahkan fotocopi KTP 2 lembar, fotocopy buku tabungan 2 lembar, dan fotocopy printout transaksi pada hari itu dari buku tabungan. Akhirnya sore  ini (16 November) saya datang ke kantor BRI dan di sana antri gila. Saya sampaikan keluhan saya seperti saran CS BRI di twitter tetapi ternyata mereka yang bekerja di sana cuma bisa menyarankan saya datang ke outlet Alfamart. Saya akhirnya datang ke outlet Alfamart menyerahkan semua fotocopi kecuali bukti printout transaksi di buku. Pihak Alfamart tetap bersikeras hanya mau menerima printout buku. Terpaksa saya balik ke kantor BRI lagi dan meminta printout buku dan mereka menolak dengan alasan sudah penuh padahal jam masih menunjukan pukul 14.18. Saya cuma dikasih struk EDC. Saya bawa struk EDC ini ke Alfamart tetapi itu tidak berguna dan mereka juga tetap meminta fotocopi transaksi buku tabungan tetapi mereka tetap akan berusaha mengembalikan dana saya.
     Dari sini saya bisa menyimpulkan beberapa hal:
1. kelemahan fatal dari transaksi non tunai. Untung hari Jumat itu saya cek mutasi rekening di ATM. Kalau tidak maka saya takkan pernah tahu jika terjadi 2x debet. Jumlahnya memang tidak seberapa tetapi yang namanya salah ya tetap salah dan apakah benar uang saya masuk ke rekening Alfamart tanpa saya melakukan sebuah transaksi?? beda dengan transaksi tunai yang sangat-sangat jelas berapa uang yang saya berikan ke kasir. Padahal BI sangat menyarankan masyarakat beralih ke non tunai tetapi kalau kejadiannya seperti ini siapa yang dirugikan waktu, tenaga, dan uang??? bagaimana jika saya tidak melakukan mutasi rekening kala itu? Pasti saya takkan pernah tahu jika sudah terjadi debet yang tidak semestinya. Seharusnya BI harus melihat kesiapan merchant dan bank. Untung juga saya pakai kartu debit, kalau saya pakai e-money bagaimana coba? Sudah pasti saya tak kan pernah tahu telah terjadi debet ganda karena e-money tidak bisa melakukan mutasi. Bisa saja kalau mau curang seorang kasir mengatakan mesin rusak lalu meminta pelanggan memasukkan PIN ulang dan jika pelanggan tak teliti bukan tidak mungkin jika struk yang keluar dari EDC itu bisa digunakan oleh kasir atau pihak lain untuk berbelanja. Sebuah glitch fatal yang menghubungkan mesin EDC dan mesin kasir.
2. yang kedua saya melihat ketidakprofesionalan dari pihak BRI. Mesin tap Brizzi, EDC, dan ATM BRI sangat sering error atau mati. Ini bukan kali pertama saya mengalami masalah dengan EDC BRI. kadang sudah digesek berkali-kali kartu tak terbaca, kadang cuma loading melulu, kadang muncul pesan error. ATMnya juga kerap offline. Pernah suatu waktu saat sedang melakukan transaksi di ATM eh listrik padam dan kartu saya langsung tertelan padahal saya lagi butuh uang. Pernah juga saya pas belanja tanya-tanya kepada kasir Alfamart apakah mesin tap Brizzi bisa dipakai, mereka menjawab
jika mesin itu sudah lama rusak dan tidak ada perbaikan sama sekali.  Katanya BRI sudah punya satelit sendiri tetapi kok pelayanannya tidak semakin membaik? Mending diperbaiki dulu tuh mesin-mesin yang sudah soak supaya tidak menimbulkan masalah dan merugikan nasabah. Mungkin karena BRI yang masih berstatus BUMN sehingga pelayanannya masih terbawa ala-ala birokrat yang seharusnya sudah dibuang jauh-jauh.
3. Kasir seharusnya tahu apa yang harus dilakukan jika mesin EDC error. Jangan buru-buru melakukan gesek ulang. Nasib uang pelanggan ada di mesin EDC. Mesin EDC harus diperlukan dengan hati-hati. Sembarangan menggunakan mesin EDC sama saja dengan mencuri uang orang. Harus ada flowchart atau SOP yang harus dilakukan jika mesin EDC bermasalah. 
     Saya hanya melihat kedua perusahaan itu (Alfamart dan BRI) kurang profesional dalam menangani keluhan pelanggan dan masih main ping pong ala layanan birokrasi pemerintah. Haregene masih main ping pong pelanggan, kapan mau maju bangsa dan negara ini? Kemajuan yang cuma bersandar pada angka-angka semu sarat manipulasi data dan bukan pada kenyataan sebenarnya.  Yang sudah berbuat kesalahan mereka tetapi kenapa sekarang saya yang kena getahnya habis-habisan? Itu uang saya sendiri dan sudah diambil dengan cara tidak benar dan saya memintanya kembali tetapi kenapa sekarang saya yang harus repot sendiri kesana kemari? Capede...  



Datang jam 2-an kok sudah tidak bisa print buku?!

Published: 16-11-2017

Friday, November 3, 2017

Internet Xl: Aroma LTE Rasa GPRS

      Menuliskan tentang ulah operator satu ini rasa-rasanya tidak akan ada habis-habisnya. Satu kasus belum selesai sudah bikin masalah lainnya. Kini masalah yang saya rasakan adalah lelet yang luar biasa setiap malam ketika lewat pukul 18 padahal kekuatan sinyal juga tidak berubah. Ini bukti ping yang saya lakukan ke twitter. Dengan pengiriman ukuran 1 byte saja sudah RTO di sana sini. Seperti
biasa sudah berkali-kali saya komplen dan hasilnya ya tetap begitu tiap malam. Dengan sinyal LTE yang konon katanya bisa mencapai puluhan mbps tetapi kalau malam rasa-rasanya masih jauh lebih cepat  EDGE yang sudah purba banget. Kecepatan maksimum malam hari maks hanya 100 kbps. Ingat b kecil bukan B besar dan itu kecepatan maksimal dan bukan kecepatan rata-rata. Tentu saja kecepatann rata-ratanya tidak sampai segitu. Mungkin hanya sekitar 60 kbps yang setara dengan maks speed GPRS. Apakah layak di era internet berkecepatan tinggi, user masih diberi kecepatan segitu?  Sangat tidak layak untuk internet masa kini yang konon katanya bisa streaming tidak pakai putus atau video call dengan mulus. Boro-boro deh dengan speed segitu chat  lewat WA saja bisa bikin kesel. Saya maklum kalau malam banyak yang pakai tetapi paling tidak kasih setera UMTS-lah supaya browsing lancar. Atau gimanalah caranya supaya user tidak komplen melulu. Itu toh tugas XL buat memikirkannya. Masak saya harus ikutan repot memikirkannya? Jangan hanya ambil pulsa pelanggan saja yang cepat tetapi kecepatan internet mah jalannya bak keong bunting gitu. Saya heran apa mereka tidak lelah dikomplen melulu oleh pelanggannya? Atau jangan-jangan mereka sudah tebal kuping dengan cacian para pelanggan?



Update: 10-12-2017
Mungkin bisa sedikit membantu buat yang internet XL-nya bermasalah. Sekali lagi di sini saya memakai kata "sedikit" jadi memang tidak banyak membantu sebenarnya namun lebih baik dicoba siapa tahu toh berhasil. Secara tidak sengaja saya menemukan bahwa internet XL tidak suka diganti DNSnya! Saya pernah coba-coba menggantinya dengan DNS Google yang saya pikir bisa meningkatkan kecepatan resolving browser tapi tak tahunya eh malah mogok tuh browsernya. Jadi biarkan setting DNS berada pada automatic. 

Thursday, November 2, 2017

Program Pendaftaran Ulang Simcard Yang Amatiran

     Beberapa hari ini heboh kabar jika setiap pemilik hape diwajibkan untuk mendaftar ulang simcard mereka.  Sebenarnya ini bukan sesuatu yang baru karena selama ini memang saat mengaktifkan kartu simcard si pemilik wajib melakukan pendaftaran online dengan memasukkan data-data pribadi. Rupanya pada pendaftaran ulang ini data yang dimasukkan yaitu NIK dan nomor KK divalidasi langsung sehingga jika data yang dimasukkan salah atau sembarangan maka akan mendapatkan error yaitu data yang dimasukkan salah. Sebuah langkah yang bagus sebenarnya mengingat kejahatan dengan menggunakan ponsel sudah sangat amat marak dengan modus yang semakin lama semakin canggih. Bahkan si penjahat seperti sudah tidak malu-malu dan tidak takut-takut melakukan kejahatannya. Mereka sudah tidak sungkan-sungkan lagi mengirim SMS atau telpon dengan sejuta modus: modus menang undian, modus mama minta pulsa, modus menemukan anak yang tertangkap polisi karena menggunakan narkoba atau mengalami kecelakaan, dll. Saya kadang heran apakah mereka tidak takut jika sampai tertangkap? Apakah mereka tidak takut dengan dinginnya jeruji besi penjara seperti yang pernah dibilang oleh alm. Jupe? Saya tentu menyambut baik langkah pemerintah ini dan sebagai warga negara yang baik saya pasti akan melakukan registrasi ulang.
     Awalnya saya mendaftar ulang dengan mengikuti link yang disediakan oleh provider tetapi entah kenapa hasilnya error: NIK tidak ditemukan. Saya coba lagi mendaftar dan hasilnya eng ing eng masih sama juga, NIK tidak ditemukan. Saya coba langkah ini sampai berkali-kali dan hasilnya sama terus. Berhubung sudah buntu akhirnya saya mencoba twit CS provider dan disuruh melakukan pendaftaran lewat SMS dan hasilnya sama saja: NIK tidak ditemukan. Lagi-lagi saya coba berulang-ulang dan hasilnya benar-benar bikin naik darah, error yang sama terus menerus. Akhirnya saya merasa putus asa dan saya
biarkan hingga sekarang tidak saya daftarkan ulang lagi. Kalaulah memang nanti diblokir saya akan langsung ke kantor provider saja untuk melakukan pendaftaran ulang. Bukan salah saya toh kalau muncul error seperti itu? Hanya saja lagi-lagi itu menunjukkan ketidaksiapan pihak pemerintah seperti yang selalu terjadi tiap pemerintah melaunching sebuah program. Kok kesannya maaf amatiran banget? Apakah tidak ada PNS-PNS yang joss yang bisa membuat atau menjalankan server pendaftaran dengan lebih baik? Bukankah para PNS itu dulunya sudah masuk dengan susah payah, pakai tes ini itu dan ujian ini itu? Akan tetapi kenapa hasilnya selalu terkesan amatir? Atau jangan-jangan dana buat server-nya mungkin sudah dikorupsi? Saya tidak menuduh cuma jelaskan saja kenapa kok bisa tidak profesional seperti ini? Nanti kalau rakyat banyak yang tidak mendaftarkan ulang simcardnya, jangan-jangan kesalahan ditimpakan kepada rakyat? 

Wednesday, November 1, 2017

Suami-suami Pencet-Pencet Asyik


     Ini sama sekali tidak kaitannya dengan promo salah satu minimarket nasional Pencet-Pencet Asyik lho ya... Istilah ini saya dapat kemarin secara tidak sengaja sewaktu ngobrol dengan istri. Ceritanya adalah ada seorang lelaki, tetangga sendiri yang sudah cukup lama ditinggal suaminya menjadi TKW di luar negeri. Awal ditinggal kelihatan jika si tetangga kelihatan cukup keberatan harus berpisah. Maklum selain masih baru berumah tangga beberapa tahun, si anak juga masih kecil (2 tahun). akan tetapi karena tekanan ekonomi jadilah si istri tetap berangkat. Rupanya perjalanan waktu memang telah mengubah segalanya. Jika dulu dia resah karena ditinggal si istri tetapi rupanya sekarang keadaan sudah berputar 180 derajat. Beberapa waktu lalu bahkan dia menyombongkan dirinya bahwa jika butuh uang dia cukup pencet tombol hape maka transferan uang dari sang istri di luar negeri akan segera mengalir. Itulah yang saya istilahkan sebagai pencet-pencet asyik (PPA) karena cukup dengan memencet hape maka uang sudah mendadak datang.
     Sebenarnya ini bukan sebuah fenomena baru karena kebanyakan para suami jika ditinggal jauh istri yah begitulah keadaannya. Merasa ada yang sudah menafkahi maka para suami jadi kehilangan "instink" untuk mencari nafkah buat keluarga. Akhirnya waktunya cuma dihabiskan untuk bersenang-senang, membeli aneka barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, nongkrong di warung kopi, atau bahkan main perempuan layaknya mereka kembali menjadi "bujangan". Sementara si anak biasanya menjadi kurang terurus karena memang laki-laki umumnya kurang pandai mengasuh anak. Jadilah pekerjaan mengasuh anak kemudian jatuh ke orang tua atau mertua si suami.  Akibatnya lazim seorang nenek atau kakek menyebut si cucu dengan "anak" seolah anak kandungnya sendiri. Seiring dengan semakin banyaknya para ibu RT yang bekerja menjadi TKW di luar negeri maka bisa dibilang populasi suami PPA ini semakin hari semakin banyak.
     Padahal para istri yang bekerja di luar negeri bukanlah untuk berwisata. Mereka di sana sudah jelas harus bekerja keras dan jauh dari kehangatan keluarga di tanah air selama bertahun-tahun. Apakah para suami PPA itu tidak menyadarinya? Apakah uang yang begitu banyak sontak sudah membutakan mata mereka? Si istri sibuk ngosek WC tapi si suami malah asyik ngafe dari pagi sampai sore 😂