Monday, November 19, 2018

Pantai Wisata Watu Ulo Yang Tidak Berkembang

Watu Ulo atau batu berbentuk ular

     Sewaktu masih kecil saya selalu kagum dengan pantai ini karena selalu meriah dan ada hotel kerennya (walaupun tidak pernah menginap disitu). Dulu di pantai ini sering diadakan event seperti pagelaran seni dan musik orkestra yang biasanya disponspori oleh perusahaan rokok (seingat saya GG). Bahkan kerabat kami dari kota-kota lain (Surabaya) sering datang sekedar untuk menyaksikan keindahan dan kemeriahannya. Biasanya kalau sudah berada di pantai ini kami kemudian menyeberang dengan melewati kaki bukit menuju pantai pasir putih (yang sekarang dikenal dengan nama Tanjung Papuma). Kami harus menyeberang saat air sedang surut karena jika sudah pasang maka jalan ini akan tertutup air dan tidak bisa dilewati. Maklumlah waktu itu jalan menuju ke pantai pasir putih itu belum bisa melewati hutan di atas bukit seperti sekarang ini yang sudah beraspal.
     Sayangnya seiring dengan pembangunan jalan melewati hutan di atas bukit yang menuju pantai Tanjung Papuma maka memudar pulalah kejayaan pantai wisata Watu Ulo ini. Orang-orang lebih suka langsung menuju ke pantai Tanjung Papuma yang lebih menarik. Mereka hanya lewat begitu saja di pantai Watu Ulo ini. Dulu sempat ada masalah bagi pengunjung yang akan menuju Tanjung Papuma karena harus melewati pantai Watu Ulo ini sehingga mereka harus membayar tiket ganda, satu tiket masuk ke pantai Watu Ulo dan tiket masuk ke Tanjung Papuma. Sampai kemudian masalah ini selesai ketika dibuatkan jalan khusus yang menuju pantai Tanjung Papuma dengan menyisir tepi perbukitan sehingga pengunjung yang hanya mau menuju Tanjung Papuma tidak perlu melewati pantai Watu Ulo.
     Akibatnya sudah sangat jelas popularitas Watu Ulo semakin nadir saja bahkan hingga detik ini. Terakhir saya melihat banyak gajebo sudah berantakan tak terurus. Yang mengenaskan adalah hotel Watu Ulo yang membuat saya kagum dulu kini hanya tinggal kenangan. Walaupun begitu sisa-sisa
bangunan hotel masih bisa disaksikan sampai sekarang. Yang cukup menyedihkan juga banyak penginapan di sekitarnya yang ikut gulung tikar.  Warung-warung makan di sekitarnya juga tidak berkembang padahal salah satu indikasi keberhasilan sebuah lokasi wisata adalah dilihat dari perkembangan jumlah penginapan dan rumah makan. Sungguh sayang sekali. Sebenarnya apa sih yang membuat pantai ini semakin tidak menarik:

1. Semata-mata hanya mengandalkan wisata alam. Kalau cuma ini yang dihandalkan tentu lama-lama orang akan bosan tanpa menghadirkan sesuatu yang baru. Dulu wisata ini ramai karena sering ada event-event diselenggarakan di sini. Sekarang hanya tersisa festival pegon yang cuma 1 hari sekali dalam setahun. Coba sekarang kalau misalnya dibuatkan waterboom atau tempat bermain untuk anak-anak saya yakin pasti akan dapat mendongkrak atau memulihkan popularitas pantai ini. Atau bagaimanalah coba dipikirkan kembali bagaimana menghidupkan kembali potensi wisatanya.
Eks hotel Wisnu

2. Tiket masuk yang overpiced. Tahun 2015 ketika tiket masuk ke pulau Merah (Banyuwangi) hanya Rp 5000, di sini seingat saya sudah mematok tarif lebih dari Rp 10 ribu. Akhirnya para warga Jember lebih suka lari ke pulau Merah walaupun jaraknya sangat jauh. Mungkin ada yang berpikir wong cuma selisih Rp 5000 aja? Kalau se-mobil ada 14 orang atau se-bus ada 50 orang coba hitung berapa total selisihnya? Signifikan bukan? Seharusnya PEMKAB Jember bisa mencontoh PEMKAB Banyuwangi yang memasang tarif wisata pantainya murah-murah. Apa gunanya jualan mahal kalau kemudian tidak ada yang mau beli?
3. Keamanan. Sewaktu mengobrol dengan petugas teluk Love, katanya di pantai Watu Ulo ini banyak preman berkeliaran. Saya tak mudah begitu saja percaya sampai kemudian membuktikannya sendiri. Memang benar kemudian saya betul-betul bertemu dengan seorang preman di pantai ini. Katanya preman ini akan mengincar yang datang sendirian atau berdua dan memang saya datang bersama istri saja saat itu ditambah suasana memang sedang sepi. Jadi jika anda ingin datang ke pantai ini sebaiknya datanglah dalam jumlah banyak pada hari libur yang ramai.
4. Jalan rusak terutama sisi selatan. Beberapa waktu lalu bahkan saya hampir jatuh gara-gara jalan rusak ini. Jalan aspal banyak berlubang-lubang ditambah pasir. 
5. Sampah di bawah pandan. Walaupun tidak sebanyak di pantai Payangan dan sepertinya sampah ini tidak pernah dibersihkan. Akan tetapi sebenarnya masalah sampah adalah masalah semua tempat wisata di tanah air karena orang-orang kita memang gemar membuang sampah semaunya dan pihak pengelola biasanya juga tidak mau ambil pusing. 
Saya melihat pantai wisata Watu Ulo ini seperti (maaf) hanya "sapi perahan" saja, diambil hasil tiketnya namun segala fasilitas dan promosi sudah tidak pernah dipedulikan lagi sampai detik ini. Sayang sekali...




No comments:

Post a Comment