Saturday, March 17, 2018

Cepat Atau Lambat Kesombongan Pasti Akan Hancur

     [Kisah Nyata] Ada salah seorang anggota keluarga dekat saya (sebut saja pak X) yang boleh dibilang sangat jumawa atau sombong. Kesombongannya karena dia merasa memiliki harta lebih banyak dibandingkan orang-orang di sekitarnya. Padahal Allah sudah memberinya peringatan berkali-kali bahwa harta takkan pernah kekal selamanya. Para pengusaha sukses baik skala dunia maupun nasional juga toh pada akhirnya harus menemui ajal yang merengut semua kesuksesan mereka. Setiap kali pak X berdebat dengan orang lain selalu saja harta miliknya yang ditonjolkannya. Sampai suatu ketika ada acara pengajian rutin majelis taklim yang diadakan di rumah saya. Usai acara, ketua majelis meminta semua jamaah untuk vote akankah kegiatan majelis taklim dihentikan sementara atau diteruskan selama bulan pemrosesan tembakau. Begitu sang ketua selesai berbicara, tanpa diminta pak X langsung berkata dengan lantang jika sebaiknya acara pengajian rutin dihentikan saja sementara waktu. Saya tahu pak X ini memang “nyego” (bahasa Jawa) atau maniak banget dengan tembakau. Baginya hidupnya sudah diabdikan 100% buat tanaman tembakau. Mungkin dia merasa terganggu jika saat memproses tembakau masih diharuskan untuk mengikuti pengajian rutin. Padahal sebenarnya berapa lama sih acara pengajian rutin ini? Paling lama juga 1 jam dan itupun cuma 1x/seminggu pada saat malam lagi! Saya cuma heran, apa susahnya sih menyisihkan waktu 1 jam/seminggu untuk beribadah yang akan menjadi bekal di kehidupan nanti? Bukankah Masih banyak tersisa ratusan jam lainnya per minggu yang bisa digunakan untuk kegiatan lain? Padahal di kampung-kampung lain saya tidak pernah mendengar kasus semacam ini.
     Sang ketua tetap menginginkan vote tetapi pak X juga terus ngotot memaksakan kemauannya tanpa vote sehingga suasana menjadi panas bahkan menjurus kepada perpecahan. Pak X bahkan melontarkan argumen jika tidak menanam tembakau maka tidak akan bisa naik haji. Yang lebih buruk lagi pak X telah melecehkan sang ketua yang memang saya tahu orang kurang mampu ekonominya. Akhirnya vote batal dilakukan karena ulah pak X ini dengan hasil bahwa bagi yang bersedia maka boleh ikut terus melaksanakan pengajian rutin dan bagi yang mau berhenti tidak masalah.  Setelah peristiwa itu terbetik kabar grup majelis taklim memang pecah. Satu grup lebih memilih mengikuti pak X dengan berhenti melakukan pengajian rutin sementara grup lainnya tetap bertahan dengan pengajian rutinnya.
     Beberapa waktu kemudian ketika malam tiba (pukul 21.30) mendadak terdengar bunyi letusan berkali-kali dan saya sangat tahu karena sudah sering mengalaminya jika itu adalah bunyi gudang tembakau yang sedang terbakar. Rupanya gudang salah seorang warga tengah terbakar dan lokasinya dekat dengan gudang pak X. Api pun dengan cepat membesar dan meluluhlantakkan 3 gudang sekaligus termasuk gudang pak X dalam hitungan menit. Pak X pun menderita kerugian yang tak sedikit. Ternyata jika Allah berkehendak maka semua bisa diratakan hanya dalam tempo sekejap saja. Apakah hingga sekarang pak X sudah tersadar akan peringatan Allah itu? Kalau saya amati tidak ada yang berubah dengan diri pak X. Dia masih tetap jumawa. Rupa-rupanya kejadian itu tidak membuatnya tersadar bahwa harta hanyalah titipan semata. Mungkin kalau pak X sudah jelang ajal akan terasa benar bahwa semua yang telah dimilikinya tidak akan ada gunanya sama sekali.
     Kisah lain adalah tentang pak P. Beliau seorang pengusaha sukses di kampung tetapi memang sombong. Saya pernah menyaksikan sendiri kesombongannya itu ketika sedang mengikuti sebuah selamatan di rumah salah seorang kerabat. Pak P datang belakangan ketika acara hampir mulai di ruangan yang sudah hampir penuh. Setelah menengok kanan kiri rupa-rupanya dia tidak menemukan tempat duduk dan tanpa malu-malu dia pun “mengusir” salah seorang yang sudah duduk terlebih dulu. Yang diusir pun mungkin juga merasa malu dengan kelakuan pak P sehingga memilih pindah tempat. Satu - dua tahun kemudian di suatu siang saya mendengar berita dari speaker masjid jika pak P sudah meninggal. Agak kaget juga padahal selama ini kelihatannya baik-baik saja. Kebetulan salah satu anaknya adalah teman baik saya. Saya coba mengorek keterangan mengenai apa yang telah terjadi. Rupanya pak P ini sudah lama sakit dan seminggu sebelum meninggal sudah diopname di RS dan juga menjalani operasi (katanya kepalanya di-bor segala) tetapi rupanya nyawanya sudah tidak bisa diselamatkan. Akhir hidup yang pasti tidak menyenangkan dan tentu menyakitkan buat pak P. 
     Satu kesamaan dari dua buah cerita di atas adalah kesombongan tidak terkait dengan usia. Dari tataran usia berapapun bisa saja memiliki sifat itu bahkan orang yang menjelang ajal pun juga masih bisa mengumbar kesombongan. Kesombongan juga biasanya disebabkan oleh kepemilikan semisal harta, jabatan, atau keturunan. Saya masih ingat betul ada salah seorang ustadz dulu yang pernah menyampaikan bahwa sombong adalah “baju” Allah karena itulah ketika manusia sombong maka sebenarnya dia sedang mencoba mengenakan “baju” Allah dan jelas tidak seorang mahluk pun yang akan mampu mengenakan “baju” Allah. Akhirnya manusia itu akan jatuh dan binasa.

No comments:

Post a Comment