Monday, June 11, 2018

Fakta-fakta Unik Selama Ramadhan Di Kampung


1. Racing tarawih. Sewaktu awal puasa kemarin sempat viral sebuah video yang berisi jamaah yang sedang menjalankan Tarawih dengan tempo tinggi. Entah itu motionnya beneran atau dipercepat saya kurang tahu pasti. Hanya saja memang demikianlah kenyataan di lapangan termasuk di kampung saya sendiri selama bertahun-tahun. Semakin cepat seorang imam shalat Tarawih menjalankan shalatnya biasanya akan semakin banyak jamaahnya dan begitu sebaliknya. Oleh sebab itu mushala atau masjid yang cepat imamnya akan memiliki banyak jamaah. Semakin cepat maka akan semakin baik. Syukurlah di masjid saya imam shalat Tarawihnya bergantian dan memang ada yang cepat dan lambat tetapi buat imam yang cepat tidak sampai berlebihan kecepatannya. Sayangnya saat tiba giliran imam yang lambat biasanya banyak jamaah yang nggerundel karena kelamaan shalatnya padahal kalau menurut saya itu belum seberapa. Sewaktu masih tinggal di Surabaya dulu saya selalu dapat imam shalat yang sangat jauh lebih lambat dan itu bukan masalah sama sekali. Dulu di sana yang namanya Tarawih, katakanlah mulai pukul 19 bisa pulang pukul 21 padahal di kampung saya paling lambat Tarawih selesai pukul 19.30. Saya tidak paham benar dengan apa sebenarnya maksud imam atau orang-orang yang menjalankan shalat Tarawih dengan kecepatan tinggi. Pertama yang jelas akan kehilangan thumakninah padahal thumakninah merupakan salah satu syarat rukun shalat. Tanpa thumakninah maka shalat tidak sah. Yang kedua shalat adalah sarana berkomunikasi kita dengan Allah. Seharusnya momen Tarawih ini menjadi momen yang menyenangkan sehingga kita pasti ingin berlama-lama di hadapan Allah. Kalau kita sebagai jamaah maunya serba terlalu cepat seolah mengesankan kita tidak kerasan berlama-lama dengan Allah. Aneh bukan? Yang ketiga bukankah semakin cepat shalat maka akan semakin susah membaca doa-doanya dengan benar? Khusyuknya juga akan menghilang. Kalau sudah begini saya rasa shalat hanya akan menjadi sebuah ritual tanpa arti sama sekali.
2. Petasan. Kalau jaman dulu petasan dibuat homemade tetapi berhubung bahan peledaknya semakin susah didapat maka kini banyak orang membeli petasan siap pakai. Petasan ini mudah dibeli di kios-kios pinggir jalan dengan berbagai ukuran, harga, dan jenis. Sebenarnya saya tidak tahu apa sebenarnya guna petasan ini saat bulan puasa. Memang petasan yang ada sekarang relatif tidak berbahaya jika terkena ledakannya tetapi bukan itu masalahnya. Tiap bulan puasa setiap pagi anak-anak banyak yang bermain petasan di pinggir jalan raya. Ratusan anak menyalakan petasan dan kadang terlibat perang petasan. Mereka saling mengganggu atau melemparkan petasan. Persoalannya adalah entah sengaja atau tidak petasan ini bisa mengenai pengguna jalan lain. Dari pengalaman saya pernah saat mengendarai kendaraan mendadak ada petasan dilempar ke arah saya yang sontak membuat saya kaget tetapi untungnya saya bisa mengendalikan kendaraan. Coba kalau tidak, saya bisa jatuh dan mengalami kecelakaan. Anak-anak yang bermain petasan itu juga tidak mempedulikan kondisi jalan di sekitarnya. Mereka bahkan asyik menari-nari  atau tidur-tiduran di atas jalan raya. Mereka benar-benar menimbulkan keresahan buat para pengguna jalan.
3. Banyak yang tidak berpuasa. Ibadah puasa memang bukanlah ibadah yang kelihatan dan inilah yang menyebabkan orang di kampung lebih suka tidak berpuasa. Toh tidak kelihatan kan beda antara yang sedang berpuasa atau tidak?  Kalau di desa saya orang yang tidak berpuasa jumlahnya cukup banyak. Sebagian alasan utamanya karena bekerja di ladang yang panas terik sehingga mereka tidak akan bisa bertahan jika diharuskan berpuasa. Akan tetapi saya melihat masih ada yang memiliki tekad baja. Mereka tetap berpuasa walau harus bekerja di ladang sepanjang hari. Saya dulu juga pernah menghadapi situasi seperti ini dan solusinya adalah membagi waktu sebaik-baiknya. Untuk pekerjaan pagi saya mulai lebih awal dibandingkan bulan-bulan di luar puasa. Kalau bulan-bulan di luar puasa saya biasanya start pukul 6 maka saat berpuasa saya mulai segera pukul 5 sehingga pukul 9 pagi ketika panas mulai menyengat saya sudah bisa menyelesaikan pekerjaan. Untuk segmen sore saya buat lebih lambat. Jadi saya mulai pukul 14 atau 15 dari biasanya pukul 13 di luar bulan puasa dan selesai jelang maghrib. Beberapa warga mencoba mensiasatinya dengan bekerja usai Tarawih. Dengan menggunakan senter kepala mereka melawan gelapnya malam. Uniknya buat yang tidak berpuasa mereka masih tetap rutin menjalankan shalat Tarawih di masjid. Ini aneh juga, yang wajib ditinggal malah yang sunnah justru dijalankan. Padahal Idul Fitri adalah hari kemenangan. Menang setelah berjuang berpuasa sebulan penuh. Sekarang bagaimana seseorang bisa merayakan kemenangan jika sama sekali tidak ikut berjuang?
4. Tidak menghormati orang yang sedang berpuasa. Kalau jaman dulu orang-orang yang tidak berpuasa akan malu jika harus merokok atau makan di pinggir jalan yang mudah dilihat orang tetapi sekarang mereka sudah tidak malu-malu lagi. Bahkan warung-warung makan pun tetap ramai saat siang hari. Sebagian warung ada yang tidak mau menutup aktivitasnya dengan kain dan ada juga yang masih mau menutupnya walau tetap saja mudah kelihatan karena tidak cukup rapat. Sebenarnya orang-orang yang sedang berpuasa tidak ingin dihormati hanya saja sudah selayaknya buat yang tidak berpuasa untuk malu dengan diri mereka sendiri jika seenaknya makan atau merokok secara terbuka.
5. Jamaah Tarawih berkurang drastis mulai pertengahan Ramadhan. Biasanya di awal Ramadhan masjid akan penuh dengan jamaah Tarawih bahkan sampai luber tetapi begitu jelang pertengahan Ramadhan perlahan mulai berkurang dan biasanya 10 hari terakhir hanya akan tersisa 2-3 baris saja. Tadarus yang biasanya baru selesai pukul 00 makin lama akan semakin awal usainya malah tak jarang pukul 21 sudah tidak ada yang tadarus. Jelang lebaran para warga lebih suka menghabiskan waktunya di pusat perbelanjaan untuk membeli kue-kue, baju, atau perlengkapan rumah. Padahal Allah memerintahkan agar umatnya lebih intensif beribadah di 10 hari terakhir Ramadhan dan bukannya malah memble. Itulah sebabnya Allah memberikan insentif berupa Lailatul Qadr. Akan tetapi rupanya gemerlap diskon dan warna warni lampu pusat perbelanjaan jauh lebih menarik dibandingkan Lailatul Qadr sekalipun.
6. Pesta miras. Entah belakangan ini masih ada atau tidak kegiatan ini tetapi dulu marak sekali tiap jelang lebaran. Sungguh kontradiksi dengan bulan Ramadhan yang mengajarkan umat muslim untuk mensucikan diri dengan berpuasa. Jangan dikira pesta ini dilakukan di tempat tertutup atau tersembunyi tetapi justru di pinggir jalan sambil membunyikan musik keras-keras dan menari-nari seperti orang gila (bahkan ada yang sampai telanjang segala).
7. Tidak boleh tadarus begitu sudah khatam. Akibatnya masjid atau mushala malah sunyi sepi jelang lebaran. Padahal mencari pahala tidak harus mengikuti rumus Matematika. Memang apa masalahnya jika tetap tadarus walau sudah khatam. Toh seandainya tidak bisa khatam lagi masih bisa dilanjutkan di luar Ramadhan. Daripada masjidnya kosong melompong tidak ada aktivitas ibadah apapun di hari-hari yang justru Allah menganjurkan umatnya untuk lebih giat beribadah.
8. Melupakan zakat maal. Walaupun sebenarnya zakat maal tidak harus selalu dibayarkan saat bulan puasa tetapi saya kira momen Ramadhan adalah saat terbaik. Banyak warga yang berpendapat bahwa yang namanya zakat hanyalah zakat fitrah.  Sebenarnya lumayan aneh, para warga bisa membeli baju dan kue-kue lebaran bahkan merenovasi rumah ataupun membeli kendaraan baru  segala tetapi mengapa untuk membayar zakat maal tidak bisa?
9. Mengumandangkan adzan Isyak sebelum tiba waktunya. Jadi Adzan Isyak dikumandangkan lebih cepat 10-15 menit dari yang seharusnya. Padahal adzan adalah tanda sudah masuk waktu shalat. Jelas sangat dilarang mengumandangkan adzan sebelum tiba waktu shalat. Mungkin banyak orang yang menginginkan segera bisa memulai shalat Tarawih dan bisa cepat selesai.










No comments:

Post a Comment