Thursday, June 21, 2018

Oleh-oleh Lebaran 2018


1. Pesta penjor di kampung. Berbeda dengan lebaran tahun kemarin yang gelap gulita maka tahun ini suasana kampung semarak dengan penjor di jalan dan depan rumah. Awalnya di kampung cuma ada 1 gang yang memasang penjor tetapi kemudian merembet ke bagian kampung lainnya hingga akhirnya seluruh warga di kampung memasang penjor di jalan depan rumah dan bahkan di bagian-bagian tertentu dari rumah. Penjor ini dipasang sekitar 10 hari jelang lebaran dan hanya di jalan-jalan yang relatif sepi karena jika dipasang di jalan yang ramai dengan kendaraan besar akan beresiko terserempet karena banyak warga yang memasang penjor tidak terlalu tinggi (untuk menghemat bambu).
2. Semakin khawatir dengan asap rokok. Sudah umum jika di rumah setiap warga yang sedang mearayakan lebaran selalu juga disediakan rokok. Persoalannya adalah banyak orang yang merokok meskipun di dekatnya ada anak-anak. Inilah yang selalu menimbulkan keresahan buat saya. Entah para perokok itu tidak mengerti resiko bagi anak-anak, tidak peduli, atau mungkin sudah tidak betah lagi karena kecanduan atau ingin segera merokok.
3. Horor di atas jalan raya. Entah perasaan saya jika saya merasa semakin tahun jumlah kendaraan yang berlalu lalang di atas jalan raya selama lebaran terus semakin meningkat. Kemacetan pun menjadi pemandangan harian di kota-kota kecil. Semua jenis kendaraan tumplek bleg tumpah ruah di atas jalan raya. Di hari ke- 3 saat masih pagi saya sudah melihat sendiri ada mobil menyerempet tutup knalpot sebuah motor hingga pecah. Malam harinya ketika berkunjung ke salah satu teman istri bahan pembicaraan pun berkisar tentang kerabatnya yang tengah dirawat di RS karena siangnya habis mengalami kecelakaan di jalan raya saat naik motor. Gigi depan korban sampai copot 2. Yang dibonceng luka di bagian belakang telinga. Begitu pulang melewati jalan bulakan yang sempit dari depan tiba-tiba sebuah mobil pickup mengebut ugal-ugalan hampir menubruk saya. Saya heran itu jalan sudah sempit sekali dan lebaran begini banyak kendaraan bagaimana dia bisa mengebut? Apakah dia sedang mabuk? Di hari ke-6 pun saya melihat kemacetan panjang sekitar 2 km. Ternyata di depan saya melihat ada banyak serpihan body motor dan kaca di atas aspal. Di pinggir jalan menggerombol banyak orang. Saya tidak berhenti tetapi saya yakin baru saja terjadi kecelakaan. Tak lama kemudian di sebuah lampu merah nan padat sebuat mobil merah terjebak di tengah jalan. Rupanya dia nekad menerobos lampu merah hingga terjebak di tengahnya dan sialnya rupanya ada petugas di situ. Langsung aja dia diminggirkan dan ditilang. Pulangnya sekitar 20 m di depan saya tiba-tiba ada motor terjatuh di lajur kanan (saya di lajur kiri). Dua orang perempuan dan seorang anak laki-laki tersungkur dengan benjolan sebesar telur di dahinya. Saya tidak begitu jelas bagaimana kronologisnya. Saya hanya bisa menolong sejenak karena sudah malam dan keburu pulang. Di separuh perjalanan ketika mulai gerimis mendadak dari arah kiri di kira-kira 5 m di depan saya sebuah mobil mau menyelonong langsung masuk ke jalan. Saya bel berkali-kali dan kata istri saya si sopir sedang asyik menelepon. Sudah jelas menelepon sambil mengemudi sangat berbahaya tetapi kenyataannya siapa yang mau mengindahkannya jaman sekarang?
     Situasi yang sangat serba salah. Lebaran tidak mungkin tidak melakukan silaturahmi tetapi keadaan di jalan benar-benar horor sekali buat saya sehingga itulah yang sebenarnya membuat saya semakin malas keluar. Seharusnya jalanan yang padat akan membuat semua pengguna jalan untuk semakin lebih berhati-hati, lebih waspada,  dan mengutamakan keselamatan. Semua orang pasti ingin segera sampai ke tempat tujuan. Semua pasti tidak betah terjebak di tengah kemacetan lalu lintas yang bikin stress. Akan tetapi apa gunanya mengorbankan keselamatan diri sendiri dan keluarga hanya demi segera sampai tujuan?  Kita berusaha semaksimal mungkin menjaga keselamatan diri sendiri namun semuanya akan sia-sia jika pengguna jalan lainnya tidak mau peduli dengan keselamatan bersama.
     Kecelakaan yang saya saksikan terakhir adalah tanggal 23 Juni saat hari lebaran ketupat. Di pinggir jalan orang-orang menggerombol. Feeling saya sudah jelas mengatakan barusan terjadi kecelakaan. Tampak seorang wanita sedang memarahi pemuda yang mengendarai motor. Rupanya si wanita ini entah korban atau teman korban karena kemudian kami melihatnya berada di depan UGD Puskesmas tak jauh dari lokasi kejadian. Prediksi saya kecelakaan-kecelakaan seperti ini akan semakin banyak saya jumpai di masa depan saat lebaran dan ini bukanlah sebuah gambaran yang menyenangkan namun lebih cenderung menakutkan. Pemerintah perlu membuat sebuah aturan supaya bisa meminimalkan angka kecelakaan saat lebaran seperti saat ini misalnya dengan menyebar lebih banyak petugas di tempat-tempat yang rentan kecelakaan (kalau perlu libatkan TNI, Hansip, dan sukarelawan sekalian). 
4. Topik pembicaraan yang selalu melulu tentang pekerjaan. Saya tidak tahu mengapa banyak orang suka membawa-bawa topik pekerjaan kemanapun mereka berada termasuk saat hari raya. Uniknya karena yang dibahas adalah pekerjaan dan orang biasanya selalu memiliki pekerjaan yang sama dari tahun ke tahun maka topik yang sama itulah yang selalu menjadi bahan obrolan setiap lebaran. Sebuah topik yang membosankan menurut saya padahal sebenarnya masih banyak topik menarik lain kalau mau dibahas. Kalau menurut saya orang yang selalu membahas pekerjaan adalah orang yang tidak memiliki ketrampilan komunikasi yang bagus dan bisa jadi sebenarnya dia tidak nyaman dengan lawan bicaranya. Bahasan pekerjaan biasanya selalu berujung pada sukses atau gagalnya pekerjaan yang selama ini dilakukan dan berakhir pada penghasilan, gaji, atau upah yang menurut saya merupakan topik internal sebuah rumah tangga yang seharusnya tidak sampai meluber keluar rumah. Saat lebaran adalah saat liburan yang seharusnya sejenaklah kita bisa melepaskan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan. Kalau saat liburan cuma diisi dengan topik pekerjaan lantas apakah sebaliknya saat bekerja kemudian diisi dengan topik liburan? Logika terbalik dong kalau begitu. Topi dikenakan di kaki dan sepatu di kepala. Wajar kalau kepala jadi benjol kena sol sepatu yang keras.
     Di antara sekian banyak khutbah hari raya hanya ada 1 yang masih saya selalu ingat-ingat sampai sekarang. Sebuah khutbah yang mengajarkan cara berbeda menjalankan Idul Fitri. Intinya seharusnya perayaan hari raya Idul Fitri tetap tidak boleh terlepas dari nuansa ibadah. Idul Fitri bukanlah momen berfoya-foya dan bergembira secara berlebihan. Seharusnya ketika bertemu dengan kerabat atau sanak saudara topik yang diobrolkan sebaiknya juga masih berkaitan dengan ibadah misalnya apakah puasanya sukses dan tidak bolong-bolong? Apakah tidak lupa membayar zakat fitrah? Sudah berapa kali khatam Alquran?  Jujur saja saya tidak pernah menemui ada orang yang menanyakan hal ini kepada saya atau keluarga saya saat kami sedang bertamu.













1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete