Monday, February 4, 2019

Caleg 2019: Berdagang Dengan Kereta Kosong?


     Jauh sebelum 2019 para caleg banyak yang sudah mencuri start melakukan kampanye terselubung dengan memasang spanduk, big board, pamflet, dan baliho dimana-mana. Apalagi sekarang ketika musim kampanye sudah tiba hampir di sepanjang jalan raya penuh dengan gambar-gambar mereka. Pemasangannya juga tidak beraturan. Ada yang dipasang di atas jalan, ditanam di pinggir jalan atau dipaku di pohon. Spontan istri saya mengatakan jika fenomena ini menimbulkan pemandangan tidak sedap. Saya cuma menjawab singkat ya mau gimana lagi? Dari dulu setiap jelang Pemilu ya selalu begini keadaannya. Inilah Indonesia Raya kita! Beberapa waktu ada salah seorang asal Indonesia yang sudah lama menetap dan menjadi warga negara Jepang. Beliau meng-upload sebuah video suasana kampanye caleg di Jepang. Sungguh jauh berbeda keadaan disini. Pamflet dan baliho yang mereka pasang pada tempat-tempat tertentu yang memang disediakan buat itu. Saat seorang caleg memaparkan programnya pun cuma pakai wawancara di sudut jalan dan sama sekali tidak ada massa berkerumun di situ. Kalau di sini jika sudah tiba musim kampanye jalanan macet karena penuh dengan peserta kampanye yang memenuhi jalan dan tentu saja bisa dipastikan tidak tertib.  Entah sampai kapan para caleg kita akan menjadi dewasa ketika berkampanye.
     Yang menarik adalah di antara semua gambar-gambar itu tak ada satu caleg pun yang menuliskan apa yang akan mereka perjuangkan nanti seandainya bila mereka telah terpilih. Mereka hanya menuliskan asal partai dan nomor urut. Ini jelas-jelas sukar sekali diingat. Sampai sekarang meskipun sudah puluhan atau ratusan kali melihat gambar caleg yang sama, saya tetap tidak mampu mengingat dengan baik jika caleg A itu dari partai X dengan nomor urut sekian. Yang saya ingat cuma ada 1 caleg dari sebuah partai yang mau menuliskan tawarannya yaitu SIM berlaku seumur hidup dan penghapusan pajak motor. Tidak peduli apakah si caleg tersebut nanti akan terpilih atau tidak dan apakah dia akan menepati janjinya atau tidak namun sunggu brilian dia berani menuliskan janjinya itu di atas baliho. Sementara para caleg lain tak lebih dari pedagang yang berdagang dengan kereta kosong. Mereka cuma berteriak-teriak supaya orang membeli barang dagangan mereka tetapi setelah ditengok eh cuma kereta kosong. Ada juga yang masih bertahan dengan slogan-slogan kosong kuno nan basi. Sayang sekali, uang besar yang telah mereka guyurkan untuk pendanaan kampanye saya rasa hanya akan sia-sia belaka.

     Yang lebih menarik lagi adalah tak ada satu pun caleg yang mau mencantumkan fanpage atau akun Instagram mereka. Apakah mereka tidak tahu jika medsos adalah sarana paling penting di jaman ini dalam berkomunikasi? Dengan sarana ini para konstituennya bisa menyampaikan aspirasinya dengan sangat mudah. Dengan cara ini pulalah seorang caleg bisa membangun citra dan kepercayaan publik.  Apakah mereka sebegitu GAPTEKnya? Atau mereka takut kritik, di-bully, dan serangan haters? Mengapa harus takut jika mereka memang benar-benar ingin mendapatkan kepercayaan dari publik? Sekarang mereka berusaha mati-matian meminta kepercayaan publik tetapi anehnya tidak mau membangun hubungan dengan publik. Mereka masih tetap terkesan eksklusif dan tidak merakyat. Siapakah mereka? Saya atau kita semua kebanyakan pasti akan menjawab, tidak tahu atau tidak kenal! Toh kalaupun sudah berhasil terpilih saya jamin mereka pasti akan lupa dengan yang sudah memilih. Berkaca pada pengalaman masa lalu demikianlah yang selalu terjadi. Kalau caranya saja tidak berubah sudah dipastikan mereka juga tidak akan pernah berubah dari yang sudah-sudah. Apalagi saat ini katanya caleg-caleg yang pernah terjerat kasus korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri. Sebuah langkah mundur yang sangat signifikan dalam pemberantasan kasus korupsi. Sudah banyak event PEMILU saya lalui tetapi banyak yang tak berubah dalam teknik para Caleg berkampanye.  Mereka masih banyak yang menggunakan cara-cara lama yang boleh dikatakan sudah out of date yang tentu saja tak menarik dan tak sesuai perkembangan jaman. 

No comments:

Post a Comment