Monday, April 17, 2017

Fenomena “Ichitan”


Beberapa minggu ini dunia medsos dihebohkan dengan undian tutup botol berhadiah total 9M yang diselenggarakan oleh salah satu minuman pendatang baru yaitu Ichitan. Katanya sih total ada 30 tutup botol yang dilepas yang ada hadiah IDR 300 juta/tutup. Konsumen cuma diharuskan membeli Ichitan lalu memerikan di balik tutup apakah ada tulian hadiah uang 300 juta itu atau tidak. Hingga tulisan ini diturunkan (17/04/2017) yang saya tahu sudah ada 3 pemenang yang semuanya berasal dari wilayah Jawa bagian barat. Yang menghebohkan adalah acara ini diliput oleh stasiun-stasiun TV nasional sehingga langsung menjadi buah bibir dimana-mana. Yang menarik dan perlu disimak adalah ternyata begitu banyak teman-teman kuter istri saya yang bisa dibilang ter-”hipnotis” oleh undian Ichitan ini. Sebut saja si W. Dia langsung memborong berbotol-botol Ichitan dari minimarket. Sesampainya di rumah langsung dibuka semua botol itu sambil melihat di balik tutup barangkali ada tulisan 300 jutanya. Masalahnya adalah minuman yang dibeli terlalu banyak dan semuanya sudah terlanjur dibuka. Beberapa sempat diminum oleh seluruh anggota keluarga tetapi rupanya masih banyak yang tersisa. Mau disimpan di kulkas semua juga tidak muat akhirnya jalan terakhir adalah dibuang (entah kenapa kok tidak diberikan kepada kerabat atau tetanggnya?). Hasilnya? Tak satupun tutup botol yang ada hadiahnya! Melihat endingnya yang seperti itu saya cuma bisa mengelus dada. Sebuah kemubaziran yang luar biasa. Pertama membeli sesuatu yang sudah jelas-jelas bukan dibutuhkan tetapi hanya karena tergiur hadiah yang super wah. Yang kedua isi botol yang lebih penting dan bermanfaat dibandingkan tutupnya ternyata malah akhirnya cuma dibuang. Sudah mubazir plus kalau menurut saya begini caranya ada aroma-aroma perjudian pula disitu.

Oleh sebab itu saya selalu tekankan kepada istri saya agar jika mengikuti undian online atau offline jangan sampai terjerumus kepada kemubaziran dan judi. Akan tetapi memang susah menyadarkan orang yang pikirannya sudah tergiur dengan sesuatu yang wah. Dalihnya sudah pasti ah siapa tahu dengan kirim beberapa bungkus siapa tahu entar dapat Mercedez atau Alphard. Kelihatan ada unsur “gambling”-nya di sini. Padahal Allah sudah melarang perjudian. Bahkan negara ini juga setahu saya melarang perjudian.

Apakah saya tidak pernah mengikuti undian online atau offline? Pernah kok tetapi saya ikuti sewajarnya saja. Contoh undian kirim bungkus Kapal Api tahun ini. Saya memang penikmat kopi walau bukan pecandu kopi. Saya membeli kopi juga sewajarnya sesuai kebutuhan. Tidak karena ada undian lantas saya beli berlebihan. Tidak sama sekali. Saya hanya takut akan terjerumus ke dalam perjudian dan kemubaziran saja. Bahkan kopi Kapal Api yang saya beli juga karena sedang sale alias murah. Kalau lagi mahal atau enggak sale juga enggak bakalan saya beli dan saya membeli merek lain yang lebih murah. Saya suka seandainya dapat hadiah mobil Mercedez atau 
emas dari Kapal Api. Siapa yang mau menolak? Tetapi saya juga harus rasional. Bahkan untuk mengirim saya sekarang lebih suka pakai dropbox karena gratis. Perkara mau dropbox itu mau dibawa beneran ke Jakarta buat diundi atau cuma akhirnya dibuang atau dibakar ya terserahlah. Itu urusan pihak penyelenggara mereka mau amanah atau tidak. Istri saya pernah bercerita jika bahkan ada “pasar” buat jual beli bungkus-bungkus makanan atau stiker khusus untuk undian. Jadi jika anda tidak memiliki bungkus kopi Kapal Api sekarang entah karena anda bukan penikmat kopi, atau penikmat merek lain, anda bisa memesan hanya bungkusnya saja berapapun yang anda butuhkan.

Undian-undian semacam ini memang akhirnya menciptakan kuter-kuter offline dengan spesialis undian atau race point. Modal mereka luar biasa besar. Memang akhirnya mereka bisa menang ini itu. Hadiah ponsel adalah hal yang sangat biasa. Tak jarang mereka mendapatkan hadiah liburan atau motor atau umrah. Akhir tahun lalu saya sempat kepingin mengikuti jejak mereka karena tergiur dengan kesuksesan mereka tetapi saya urungkan tahun ini karena selain modal gak kuat hehehe... juga saya pikir kok malah akhirnya jadi terkesan seperti berjudi. Membeli susu berkarton-karton bukan buat diminum tetapi cuma buat diambil kardusnya lalu isinya dijual kembali dengan harga lebih murah. Membeli bihun berkardus-kardus cuma buat diambil kuponnya saja padahal belum tentu ada 1 kupon di antara 5 bungkus. Kalau sudah dibuka entah mau diapakai bihunnya yang kalau dimakan sekeluarga setiap hari juga enggak  bakalan habis setahun. Bagi produsen sih dengan adanya undian ini jelas akan mendongkrak omzet mereka. Kenaikan omzet mereka akan menutup biaya untuk hadiah yang akan mereka keluarkan. Mereka malah untung besar dengan event ini. Pantas saja ada sebuah merek snack cokelat kurang terkenal yang saya baru kenal namanya beberapa bulan lalu bisa mengadakan undian dengan hadiah ratusan juta berkali-kali hingga sekarang. Di sinilah lagi-lagi kita sebagai konsumen benar-benar diuji tingkat rasionalitasnya. Akan tetapi seperti yang pernah disampaikan oleh dosen marketing management yang pernah saya ikuti semasa kuliah jika dalam berbelanja konsumen biasanya kurang mengedepankan rasionalitas. Maaf bukannya mendiskriditkan kaum hawa cuma guru agama saya dulu waktu sekolah pernah bilang jika lelaki dikarunia 9 rasio + 1 nafsu sementar wanita sebaliknya 9 nafsu + 1  rasio. Makanya kebanyakan undian-undian ini diikuti oleh kaum hawa karena biasanya di dalam RT salah satu tugas mereka adalah berbelanja. Bahkan kegiatan yang satu ini selalu identik dengan kaum hawa. Dengan hanya memiliki 1 rasio maka wajarlah jika dalam berbelanja sering tidak atau kurang rasional dan “kelemahan” menjadi sasaran empuk dan dimanfaatkan benar oleh banyak produsen dan marketer. Di kampung saya juga sudah menjadi pemandangan umum tiap ada pedagang kain atau panci keliling para wanita langsung datang  mengerubuti. Meskipun belum lama membeli baju baru kadang para wanita ini masih mau beli baju juga. Panci di dapur juga sudah berlusin-lusin sampai jadi sarang debu dan laba-laba tetapi juga masih masuk terus panci-panci baru sampai bingung entah mau diletakkan dimana lagi. Padahal yang dipakai terus menerus tiap hari kadang cuma 1-2  panci saja. Eitss.. maaf malah ngelantur kemana-mana...

Akan tetapi bukan berarti tidak ada dampak negatif dari fenomena “Ichitan” ini. Benar, di pasaran akhirnya akan muncul produk-produk produsen bersangkutan tanpa kemasan. Ini saya ketahui waktu istri saya bercerita jika ada salah seorang temannya yang memborong produk popok MP lalu mengambil kemasannya saja sementara popoknya dikemas ulang dengan plastik biasa lalu dijualnya kembali di pasaran. Masalah ini katanya sudah disampaikan ke FP MP dan pihak MP tidak bertanggung jawab terhadap produknya yang dijual dengan kemasan bukan dari mereka. Jadi sebaiknya produsen juga jangan hanya mengejar target salesnya saja dengan cara mengadakan undian tetapi juga kalau bisa jangan sampai memunculkan sesuatu yang pada akhirnya di kemudian hari malah bisa menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri. 

No comments:

Post a Comment