Monday, April 17, 2017

Konspirasi di Balik Melawan Padi Varietas Logawa?

Baru musim ini saya menanam varietas Logawa ini. Asal muasalnya saya menanam varietas ini karena “termakan” omongan salah seorang kerabat. Tahun lalu saat musim sedang tidak bagus, kerabat saya ini dengan Logawanya mampu menghasilkan panen yang bagus dibandingkan varietas lainnya. Jadilah saya lantas menanam varietas ini. Awal pertumbuhan padi ini benar-benar mengecewakan. Daunnya tidak selebar varietas lain. Tinggi tanamannya juga kalah dan pertumbuhannya lambat. Aduh mak ini mimpi buruk apalagi? Akan tetapi soal ketahan terhadap hama dan penyakit patut diacungi jempol. Yang mengecewakan lagi adalah jumlah anakan yang lebih sedikit.

Seiring bertambah usia apalagi setelah bunting ada yang aneh dengan varietas ini yaitu mendadak pertumbuhannya meninggi melesat meninggalkan varietas lain. Malai dan daun benderanya juga lebih panjang. Saat jelang panen pun daun bendera tetap hijau. Syukurlah pikiran saya langsung adem dan tenang. Sampai kemudian panen datang. Untuk luasan ¼ bau biasanya paling banter prestasi yang pernah saya raih adalah 1,8 kwt gabah basah maka dengan Logawa ini saya bisa meraup hampir 2 ton! Coba kalau seandainya varietas ini bisa menghasilkan anakan lebih banyak. Pasti bisa lebih fantastis lagi. Usianya memang agak panjang (sekitar 95 HST sementara varietas lain rata-rata 90 HST).

Akan tetapi rupanya masalah baru muncul usai panen. Saat akan dijual beredar isu jika varietas ini tidak laku dan kalaupun ada yang mau pedagang akan membelinya dengan harga murah sekali. Seperti langit runtuh rasanya. Padahal selama ini setahu saya para pedagang biasanya tidak peduli dengan varietas ini itu. Saya mencoba menelusuri apa yang menjadi duduk perkaranya. Dari salah satu tetangga ada yang mengatakan jika dia pernah berbincang dengan salah seorang pedagang. Ceritanya si pedagang ini tahun lalu bangkrut gara-gara rendemen Logawa ini rendah. Oo berarti masalahnya cuma rendemen? Akhirnya gabah yang sudah kering saya coba selepkan sendiri sekedar untuk mengetahui berapa rendemen sebenarnya. Hasilnya ternyata sama saja dengan varietas lain yaitu 66 kg beras dari 100 GKG. Beberapa waktu kemudian saya mencoba selepkan lagi Logawa ini dan hasilnya masih saja konsisten. Jadi isu jika Logawa memiliki rendemen rendah terbantahkan sudah. Lantas kenapa para pedagang membuat isu ini? Apakah karena produktivitas Logawa yang tinggi? Bukankah wajar padi yang memiliki usia agak dalam atau dalam memang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan yang genjah? Atau ada “faktor” lain? Apakah cuma sekedar untuk menjatuhkan harga? Saat dimasak pun rasanya juga enak. Setahu saya tahun lalu memang kualitas gabah semua varietas sangat rendah karena musim yang tidak kondusif sementara tiap tahun musim terus berubah jadi semestinya kesimpulan tahun lalu tidak bisa dipakai untuk men-judge hasil panen tahun ini. Butiran beras Logawa ini memang agak besar-besar. Apakah ini yang menjadi masalah sebenarnya? Akan tetapi selama ini kalau saya makan nasi saya tidak pernah mempedulikan butirannya besar atau kecil. Saya masih menunggu dan mencari jawaban pasti mengapa bisa terjadi diskriminasi varietas padi seperti saat ini?




(17/04/2017)

No comments:

Post a Comment