Tuesday, December 11, 2018

Berbagi Pengalaman Mendapatkan Pelayanan di Galeri Pelayanan Dipesduk Jember


     Artikel ini masih ada benang merah dengan artikel sebelumnya. Sebelum artikel ini saya tulis memang saya sudah melihat sendiri bagaimana pelayanan  Galeri di Roxy ini beberapa waktu lalu walaupun belum pernah mencoba sendiri merasakan pelayanannya. Seperti yang pernah saya tuliskan bagaimana “purbanya” pelayanan Galeri ini. Maaf jika saya menggunakan kata yang kurang pantas tetapi saya kira kata itu cukup mewakili kualitas pelayanan. Di era digital yang menuntut segalanya serba cepat dan mudah eh masih aja pakai antri-antri panjang macam begitu macam antri BBM jaman orde lama saja (1955). Padahal ini sudah tahun berapa? Akan tetapi hari ini (11-12-2018) saya melihat ada sesuatu yang sedikit berbeda yaitu ada kursi buat menunggu walaupun jumlahnya tidak seimbang dengan yang antri (seingat saya dulu belum ada). Jadinya sebagian penunggu harus rela duduk-duduk di lantai (karena bersandar di tembok tidak diperbolehkan sama pak SATPAMnya).
     Baiklah saya akan bercerita bagaimana kemudian kronologis hingga saya atau tepatnya kami (dengan istri) tiba di Galeri ini. Bulan Agustus 2018 lalu telah terjadi sebuah tragedi yaitu dompet istri hilang padahal di dalamnya ada KTPnya, ada kartu ATM saya, dan sejumlah uang (padahal itu uang kami satu-satunya). Dompet itu jatuh di pinggir hutan dan tidak sampai 10 menit kami pun kembali ke area dimana kira-kira dompet itu lenyap tetapi ternyata hasilnya nol. Dompet tetap hilang. Kami pun memasang pengumuman di sejumlah grup dan juga medsos siapa tahu ada yang menemukannya. Dengan adanya KTP di dalam dompet kami berharap sekali KTP itu bisa dikembalikan walaupun uangnya tak kembali. Akan tetapi apa yang terjadi? Ternyata malam setelah kehilangan memang ada si penelepon yang mengaku sudah menemukan dompet itu. Dia mengaku berada di Pati. Saya heran, Jember ke Pati kan sangat jauh tetapi cepat banget ya dompet itu terbang dari Jember ke Pati? Apa kira-kira dompetnya naik pesawat? Bisa saja sih tetapi keganjilan pertama adalah kok begitu mudahnya dia menemukan dompet di pinggir hutan? Apa dia seorang petualang alam gitu? Dia menemukan dompet itu tanpa uang dan cuma ada KTP. Lucunya dia masih meminta transfer sejumlah uang supaya dompet itu dikirim balik. Keganjilan kedua, sewaktu istri saya meminta menyebutkan nomor KTP yang berada di dalam dompet dia sama sekali tidak bisa menyebutkan. Skak mat deh! Yang lebih mengherankan lagi si penipu ini masih marah-marah sama istri lagi! Ah orang Indonesia banget gitu loh! Setelah itu tak berapa lama kemudian muncul lagi penipu ke-2 yang menelepon masih dengan modus sama yaitu telah menemukan dompet tetapi oleh istri langsung ditutup. Setelah kejadian itu maka cepat-cepat saya edit nomor telepon kontak di medsos sehingga jika ada yang memang benar-benar menemukannya maka saya sarankan untuk diberikan ke balai desa atau kantor polisi terdekat. Sungguh menyakitkan di saat ada orang sedang mengalami kesulitan bukannya membantu namun malah justru masih berniat menipu. Semoga orang-orang ini kelak disadarkan oleh Allah entah dengan cara apa.
     Akhirnya hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan tidak ada kabar juga dari si dompet. Kami pun berkesimpulan jika dompet itu memang telah raib. Kami hanya menduga jika si penemu sudah mengambil uang dan membuang KTP, kartu ATM beserta dompetnya. Mungkin si penemu takut disuruh mengembalikan uang atau entahlah. Kami pun harus segera mencari pengganti kartu ATM dan KTP itu. Langkah perdana adalah mencari surat kehilangan di kantor POLSEK. Awalnya kami cuma datang doang tanpa membawa dokumen apapun. Ternyata untuk mendapatkan surat kehilangan harus ada data pendukung. Kalau KTP harus ada KK dan begitu sebaliknya. Untuk kartu ATM harus ada buku tabungan. Kami pun pulang dan balik lagi beberapa hari kemudian ke kantor polisi. Ternyata satu surat hanya untuk satu macam dokumen yang hilang. Jadi kalau sampai ada 5 dokumen yang hilang maka akan ada 5 lembar surat yang berbeda. Syukurlah pelayanan di kantor POLSEK cepat.
     Sedikit out of topic, saya pun kemudian mendapatkan pengganti kartu ATM yang hilang di bank. Prosesnya cepat karena cuma menyodorkan KTP dan surat kehilangan langsung diganti deh itu kartu. Nah yang kemudian menjadi persoalan adalah si KTP istri ini. Istri mencoba mencari-cari info bagaimana supaya bisa mendapatkan KTP pengganti. Konon katanya ada aplikasi SIP Online yang bisa memudahkan mengurus dokumen kependudukan (tidak cuma KTP doang). akan tetapi ternyata aplikasinya memble alias tidak berfungsi dengan baik. Typical aplikasi pelayanan pemerintah yang biasanya cuma bagus di awal doang tetapi lama kelamaan jadi memble seiring waktu. Kami pun harus bersiap dengan plan B. saya mengusulkan jika sebaiknya mengurus lewat kantor kecamatan saja dengan alasan dekat dibandingkan dengan mengurus di Galeri di kota yang sangat jauh. Istri menolak dengan alasan pelayanan di kantor kecamatan sangat lamban. Dia berkilah kalau bisa sehari jadi ngapain harus menunggu sebulan atau setahun? Konon ada temannya yang mengurus akta lahir setahun baru jadi. Saya pikir masak sih bisa selama itu? Karena saya pernah mengurus KK dan akte lahir si kecil dulu 2 bulan juga sudah jadi dan menurut saya itu tidak lama. Lagian saya tak yakin kalau di Galeri sehari bisa langsung jadi. Proses pembuatan KTP langsung jadi yang pernah saya alami cuma di jaman Suharto dulu. Sudah lekat jika layanan birokrasi pemerintah identik dengan lambat dan berbelit jadi tidak ada gunanya jika kita mengharapkan cepat selesai. Istilahnya take it or leave it dan sebagai warga negara mau tidak mau kita harus take it. Prinsip saya dalam menghadapi birokrasi adalah ikuti saja permainannya! Enggak usah banyak berharap! Kalau mau cepat ya pakai PUNGLI atau suap tapi kayaknya sekarang dimana hampir semua urusan serba online akan semakin menyulitkan praktek PUNGLI ini. Birokrasi pemerintah ibarat naik becak jadi jangan berharap cepat. Bisa sampai tujuan dengan selamat saja sudah syukur banget. Si istri masih ngotot saja tetap menginginkan supaya pengurusan KTPnya dilakukan di Galeri di Roxy sementara saya bersikeras sebaiknya di kantor kecamatan saja. Akibatnya muncul riak-riak kecil antara saya dan istri karena masing-masing tetap bersikukuh mana yang terbaik. Situasi pun semakin memanas dari waktu ke waktu. Daripada pecah perang Baratayuda 40 hari 40 malam akhirnya saya mengalah menyetujui untuk melakukan pengurusan di Galeri sembari sekali mendapatkan kartu KIA buat si kecil.
     Sebelum berangkat istri mencari info lewat teman-temannya bagaimana tata cara pengurusan di Galeri. Yang utama konon harus berangkat sepagi mungkin! Nomor antrian mulai dibagikan pukul 7. Akhirnya hari ini tanggal 11 Desember jam 6 pagi kami sudah berangkat karena perjalanan ke Galeri sendiri memerlukan waktu 1 jam. Sampai di Roxy masih pukul 7 dan suasana cukup sepi. Pintu-pintu masuk Roxy sendiri juga masih tutup. Tempat parkir motor dan mobil belum dibuka jadi saya
nongkrong di pinggir jalan. Istri pun masuk lewat pintu sempit depan Roxy untuk mengambil antrian. Ternyata petugas yang membagikan antrian belum datang. Pukul 7.30 tempat parkir motor baru dibuka dan kalau mobil pukul 9. Jadi mending kalau mengurus pakai motor saja karena kalau mobil harus parkir di pinggir jalan depan Roxy sampai pukul 9 yang notabene ada rambu larangan parkir. Rupa-rupanya ada salah satu orang yang mungkin belum pernah datang kesini. Melihat Roxy masih tutup dia bingung mau masuk lewat mana dan jadilah nekad masuk dengan melompati pagar. Aksinya ini ketahuan bapak SATPAM dan langsung kena tegur. Begitu pula ada beberapa orang naik motor yang mau keluar dari Roxy tetapi terhalang pintu parkir yang masih tertutup karena memang belum beroperasi sepagi itu.  Mereka tertahan ada 1 jam sendiri di situ.
     Kami pun menuju sisi timur Roxy dan di sana kami mengantri secara “tak resmi” artinya mengantrilah dari arah utara ke selatan karena nantinya petugas berada di utara. Udara pagi mendung tetapi hawanya sangat panas bikin keringat bercucuran. Saya lihat yang antri sudah cukup banyak (mungkin 50 orang). Ada bahkan yang berangkat sedari pukul 5 pagi! Akhirnya pukul 8 datanglah 2 petugas pria yang memberikan nomor antrian. Ada yang mengeluh kecele karena mereka malah asyik mengobrol di utara gedung dan bukannya antri "tak resmi" di timur Roxy. Sesudah semua orang menerima tiket kami masih memiliki waktu 1 jam hingga layanan dibuka. Lumayan lama juga sementara kami terpaksa harus bertahan di halaman Roxy yang panas udaranya. Pukul 9 pintu Roxy dibuka tetapi Galeri sendiri masih tutup. Orang-orang di halaman pun masuk ke dalam Roxy yang lebih adem. Pukul 10 semua petugas datang dan 10 menit kemudian satu per satu
Antrian "tak resmi"
mulai dipanggil. Ada 4 macam layanan di sini yaitu loket 1 untuk akta (lahir atau kematian), 2 untuk KIA, 3 untuk KK, dan 4 untuk KTP. Lebih setengah jam angka di layar monitor antrian tidak bergerak. Saya lihat petugasnya seperti orang yang sedang menghadapi mobil mogok di tengah jalan yang ramai. Mereka sibuk menelepon kesana kemari. Feeling saya pasti ada yang tidak beres dengan komputer di depan mereka dan biasanya itu karena jaringan down. Saya pun kemudian dipanggil di loket KIA. Saya berikan semua dokumen dan mbaknya bilang jika kartu tidak langsung jadi. Feeling saya pun ternyata tidak meleset!! Jaringan internetnya memang down! Saya cuma diberi secarik kertas yang bertuliskan tanggal saya akan bisa menngambil kartu itu. Lah ini berarti saya harus bolak balik kesini lagi? O my god!! Speechless deh. Akan semakin banyak waktu yang harus saya buang lagi nanti buang ambil kartu KIA beberapa hari lagi. Setelah itu antrian bisa bergerak lebih cepat.
     Di bagian pengurusan KTP istri saya juga dipanggil tak lama kemudian tapi berhubungan jaringan down maka istri tidak mendapatkan apapun. Petugasnya cuma menyarakan untuk membuat surat keterangan pengganti KTP di kantor kecamatan. Nah lho??! Akhirnya endingnya urusan mesti balik lagi ke kantor kecamatan. Jadi buat apa sudah capek-capek datang kesini jauh-jauh sudah menghabiskan waktu tenaga dan BBM???! Kami pun kemudian pulang tiba di rumah pukul 13. Nyaris 7 jam sudah kami buang tapi tidak mendapatkan hasil apapun di Galeri ini! Benar- benar sangat mengecewakan sekaligus melelahkan!
     Kalau saya kaji sebenarnya keberadaan Galeri ini sudah OK-lah dalam membantu masyarakat mendapatkan layanan administrasi kependudukan tetapi tidak untuk semua orang. Artinya layanan ini lebih cocok diperuntukkan bagi warga dalam kota yang bekerja sibuk seharian sehingga hanya memiliki waktu malam atau sore untuk mengurus administrasi kependudukan (karena buka sampai pukul 21).  Untuk warga yang jauh dari lokasi mending mengurus langsung ke kantor kecamatan
terdekat daripada harus jauh-jauh datang kesini. Jadi kalau misalnya di kantor kecamatan terjadi gangguan atau hambatan maka tidak akan membuang waktu dan tenaga yang banyak. Kalau seluruh warga kabupaten yang jumlahnya jutaan orang maunya tumplek bleg di sini bisa dijamin bakalan overload yang ujung-ujungnya akan berdampak kepada menurunnya kualitas pelayananan. Biaya pengurusan memang gratis tetapi waktu yang terbuang setengah hari tidak bisa bekerja, waktu yang terbuang dalam perjalanan, menunggu, mengantri, biaya untuk membeli BBM, uang makan, dll kalau dihitung-hitung malah jauh lebih costly. Inilah yang pada akhirnya membuat PUNGLI tidak bisa dibabat habis. Orang akhirnya jadi berpikir lebih baik memberikan sejumlah uang kepada petugas asal dia tidak repot dan urusan lebih cepat beres.










No comments:

Post a Comment