Thursday, September 19, 2019

Ku Tak ingin Menjadi Karun Jaman Now!


      Sebuah kisah nyata seorang tetangga sebut saja bernama Karun. Karun ini dulu adalah warga desa biasa dan hidup miskin walaupun tidak miskin-miskin amat sebenarnya. Yang namanya orang miskin pasti berusaha dan bekerja keras agar hidupnya tak miskin terus. Pekerjaannya adalah petani dengan bercocok tanam berbagai tanaman mulai dari tembakau, sayuran, padi, jagung, dll. Dia bekerja sangat keras mulai dari jauh sebelum matahari terbit hingga jauh sesudah matahari tenggelam. Kalau dibandingkan dengan bapak saya maka 11 12. Si saat subuh saya sedang bersiap berangkat ke masjid dia juga sudah berangkat ke ladang dan saat jelang Isyak pun saya melihatnya kadang baru pulang. Luar biasa dan memang kehidupannya sedikit demi sedikit mulai terangkat.
      Yang unik adalah selama bekerja belasan tahun belakangan ini dia selalu sukses! Tak pernah sekalipun gagal panen atau kejadian apapun yang membuatnya rugi. Dewi Fortuna sepertinya memang sudah membuat keputusan tuk berjodoh dengannya selamanya. Di saat semua orang lain jatuh bergelimpangan, dia sendirian berdiri tegak menggenggam erat piala dan panji-panji kemenangan yang berkibar-kibar dengan megahnya ditiup angin. Kekayaannya terus meningkat dan status sosialnya terus naik tak terbendung persis seperti Karun di jaman dulu. Setiap musim panen tiba, kesuksesannya selalu menjadi buah bibir warga sekampung. Di tengah-tengah pergunjingan mereka saya menangkap aroma” iri hati mereka. Wajar siapa sih yang tidak pengen menjadi Karun jaman now seperti dia? Saya pun terkadang juga merasa iri cuma saya berusaha untuk tidak berkomentar buruk yang sama sekali tak ada untungnya dan cuma menambah dosa.
      Si Karun ini memang memiliki tangan bertuah. Semua yang telah dipegangnya langsung berubah menjadi emas bahkan batu sekalipun beda sekali dengan saya yang emas pun ketika saya sentuh malah berubah menjadi batu (hehe...). Mungkin ada yang berpendapat si Karun sukses karena memang pekerja keras. Kalau hanya bermodalkan bekerja keras, banyak juga warga kampung lain yang sama-sama melakukannya tetapi ternyata tidak bisa sesukses si Karun itu. Saya sadar jika rezeki Allah sudah mengaturnya. Tak perlu saya protes jika orang lain mendapatkan lebih banyak. Bagi saya rezeki itu bukan cuma perkara materi, jabatan, atau uang. Kesehatan, ketenangan, dan keamanan juga merupakan rezeki tak ternilai. Kalau banyak orang selalu mengindentikkan rezeki dengan uang maka itu adalah urusan mereka sendiri buat mendefinisikannya. Kalau pagi-pagi saya bisa berangkat ke masjid buat shalat subuh berjamaah maka itulah rezeki yang sudah Allah berikan yang berupa waktu “berjumpa” dengan-Nya dalam shalat walaupun saya tak mendapatkan rezeki pekerjaan karena memang belum bisa berangkat bekerja. Jika saya gagal bertanam dan merugi yang berarti saya tak mendapatkan rezeki uang, saya pun ambil positifnya yang berarti tak perlu membayar zakat yang besar hehe... Yah pokoknya selalu disyukuri rezeki apapun yang sedang saya nikmati dan diambil positifnya saja. Saya percaya dalam sebuah kejadian seburuk apapun pasti ada hal positif yang bisa diambil.
     Nah sampailah di suatu pagi ketika hari masih sangat gelap seperti biasa Karun pun mulai berangkat kerja di gudang tembakau untuk menurunkan daun-daun tembakau. Rupa-rupanya suasana yang masih gelap membuat Karun kehilangan kewaspadaan dan dia pun terjatuh dari ketinggian 10 m. Beruntungnya dia tidak tewas. Karena takut ada patah tulang maka keluarganya pun membawanya ke dukun. Kalau saya lihat memang tidak ada bagian tangan atau kaki Karun yang patah tetapi sepertinya dia mengalami cedera tulang belakang (dia mengeluh nyeri di punggung) dan menurut saya ini jauh lebih berbahaya dibandingkan patah kaki atau tangan karena pada tulang belakang terletak banyak sekali syaraf. Jika syaraf di situ rusak maka bisa mengakibatkan kelumpuhan. Akan tetapi semua itu hanya sekedar hipotesa saja karena toh si Karun tak pernah dibawa ke RS untuk rontgen atau diperiksa lebih lanjut. Hingga saat ini dia masih terbaring di tempat tidur.  Semua kebutuhan lain seperti makan dan BAB dibantu oleh anggota keluarganya. Saya yakin Karun pasti menderita sekali. Bagaimana bisa hidupnya mendadak berubah 180 derajat hanya dalam beberapa detik saja? Sekarang semua kekayaan dan kesuksesan yang telah diraihnya selama belasan tahun pasti seolah tiada harganya lagi baginya jika kemudian dia menjadi orang cacat yang hanya bisa terbaring di atas tempat tidur di sisa hidupnya. Di titik inilah saya menyadari bahwa kenikmatan Allah sungguh banyak rupa dan tidak selalu melulu tentang uang. Apa yang kelihatannya sebagai sebuah kenikmatan sepele namun bila terlepas maka bisa jadi akan terlihat sangat besar dan saya pun tak ingin menjadi seperti si Karun jaman now!  

No comments:

Post a Comment