Bulan Februari dan Januari setiap tahun adalah puncak musim berburu belalang di sini.
Belalang? Yup benar! Kok belalang diburu sih? Emang buat apa? Hehehe.. belalang
yang diburu di sini adalah belalang yang hidup di hutan jati dan bukan belalang
yang tinggal di sawah. Belalang hutan memiliki ciri khas yang sedikit berbeda
dengan belalang sawah yaitu pada ukuran tubuh belalang hutan lebih
besar. Belalang hutan mendapatkan makanannya dari daun jati jadi dijamin bebas
pestisida. Meski demikian saya belum pernah mengonsumsi belalang hutan ini
karena takut alergi. Alasannya dulu pernah mengonsumsi larva tawon madu dan
hasilnya seluruh tubuh membengkak. Kapok deh sejak itu makan makanan dari
serangga. Meski demikian banyak yang bilang rasanya enak seperti udang. Cara
mengolahnya bermacam-macam. Ada yang cukup dengan digoreng atau dibakar saja.
Ada juga yang mengolahnya menjadi keripik belalang. Konsumennya banyak sekali
dan bisa dibilang tidak peduli berapa pun pasokan belalang per hari selalu
ludes terjual. Maklumlah murah meriah. Kalau beli udang segar berapa duit coba?
Ada 2 macam
tipe pemburu belalang. Ada yang sekedar untuk menghabiskan waktu sambil menunggu padi
panen dan ada yang memang berniat komersial. Bagi yang bertujuan komersial
dalam 1 hari bisa mendapatkan ratusan belalang. Seekor sekarang dijual Rp 500.
Jadi kalau bisa menangkap 200 ekor udah dapat pemasukan tambahan Rp 100 ribu
dan itu bukan jumlah yang kecil mengingat menangkap belalang tidak memerlukan
modal besar apalagi di musim paceklik seperti saat ini. Cukup jaring yang
biasanya digunakan menangkap ikan bisa juga digunakan untuk menangkap belalang.
Lokasi habitat belalang hutan ini adalah sebuah hutan jati yang cukup jauh dari
rumah saya (sekitar 15 km). jalan ke sana juga tidak mulus. Saya pernah kesana sekali sekitar tahun 2000 atau 2001 dan mungkin keadaan sekarang sudah berbeda saya juga kurang tahu. Mendekati dan masuk
hutan jalan berbatu-batu. Menjelang masuk hutan ada sungai sangat lebar yang cuma ada rakit penyeberangan. Baik motor ataupun sepeda bisa naik rakit ini
dengan membayar sejumlah uang. Hanya kalau lagi banjir bandang biasanya rakit
berhenti beroperasi. Masuk ke dalam hutan disambut oleh pohon-pohon jati besar
dan lebat. Kadang saya pernah menemui ada jejak kaki yang kata orang itu jejak
kaki banteng. Saya sendiri belum pernah masuk jauh hingga ke dalam hutan karena
merasa tidak aman saja. Dari orang-orang yang sudah pernah atau sering berburu belalang
di dalam hutan ada binatang-binatang berbisa seperti ular dan laba-laba
beracun. Tetangga sebelah pernah terkena sengatan laba-laba beracun itu. Untung
tidak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Begitu juga ular bedor harus diwaspadai karena ular ini memiliki
warna kulit sama dengan daun jati kering sehingga susah dibedakan dengan
lingkungan sekitarnya. Apalagi katanya ular bedor ini larinya cepat. Belum lagi
resiko menginjak semak berduri. Anak tetangga malah sempat dikejar-kejar anjing
liar dalam hutan. Yang tak kalah mengerikan adalah sungai tadi. Beberapa tahun
lalu sempat memakan korban. Kalau tidak salah ada pemburu belalang yang nekad
menyeberang saat banjir dengan berenang yang kemudian hanyut terbawa arus.
Tubuhnya baru ditemukan beberapa hari kemudian sudah dalam keadaan membusuk. Kemungkinan
rakit sedang berhenti beroperasi dan si pemburu berinisiatif menyeberang
sendiri tanpa rakit. Meski demikian tidak menyurutkan puluhan (atau ratusan?)
orang setiap tahun untuk menjadi pemburu belalang di hutan itu tanpa peduli
dengan bahaya yang mengancam.
UPDATE: 28-03-2017
Bagi yang suka dengan masakan belalang ini bisa bikin ketagihan. Kira-kira sebulan lalu kakak perempuan saya yang merupakan pecinta masakan ini makan lumayan banyak belalang goreng dan hasilnya keracunan. Dia muntah-muntah dan hampir pingsan. Jadi bagi yang ingin menikmati masakan belalang ini sebaiknya jangan berlebihan. Entar jadi nikmat membawa sekarat.
No comments:
Post a Comment