Saya juluki
the silent killer karena penyakit ini sering tidak terdeteksi sejak dini.
Bahkan kerap tenaga kesehatan “kecolongan” dengan penyakit ini. Biasanya tahu-tahu
si penderita sudah berada pada stadium akhir dan susahnya hingga sekarang masih
belum ditemukan obatnya. Dalam proses perawatan tenaga kesehatan hanya mampu meredakan
gejala-gejala yang ditimbulkan oleh demam berdarah. Pertama kali saya mengenal
penyakit ini sekitar tahun 2003 ketika anak dari keponakan saya bernama Mila (3
tahun) terkena demam tinggi. Seperti biasa oleh ibunya kemudian dibawa ke pak
mantri kesehatan. Di sana hanya diberikan
RIP 2003 |
obat penurun panas. Di desa memang
tidak ada dokter jadi semua tugas pelayanan kesehatan dijalankan oleh pak
mantri ini. Keesokan harinya demam masih juga tinggi dan anak itu dibawa lagi ke
pak mantri dan lagi-lagi hanya diberi obat penurun demam. Setelah 3 hari demam
turun tetapi anak terlihat lemas. Kata orang-orang desa kemungkinan “owah”
(Jawa = kecapekan). Biasanya kalau “owah” begini anak langsung dibawa ke dukun
atau ustadz (maklumlah di desa..). Si Mila ini juga kemudian dibawa ke seorang ustadz. Di sana hanya
dipijit-pijit sebentar kemudian dikasih air bermantra dan diminumkan. Akan tetapi
semakin hari anak semakin terlihat lemas jadilah suatu sore dibawa ke praktek
dokter anak yang lumayan jauh (30 km). Di sana antrian pasien sangat panjang. Jam 9
malam berhubung antrian pasien masih panjang ibunya bertekad membawanya langsung ke UGD RS
terdekat. Sesudah diperiksa dan diambil sampel darahnya kemudian dipasang infus
dan saat itulah mendadak anak itu menghembuskan napas terakhirnya. Rupanya
sudah terlambat sehingga tidak tertolong lagi. Sebuah pukulan berat bagi
keponakan saya dan suaminya karena usia segitu anak sedang lucu-lucunya. Kalau sekarang
masih hidup mungkin sudah sekolah SMU.
Yang kedua
saya alami sendiri saat tahun 2008. Berawal dari demam tinggi dan badan terasa
sakit semua. Saya kira itu demam biasa sehingga hanya saya beri obat penurun
demam tetapi yang unik adalah meski saya sudah minum obat itu demam tidak mau
turun padahal biasanya sebelumnya sesudah minum obat demam selalu turun. Bola mata
terasa sangat panas sampai keluar air mata. Dua hari saya hanya tiduran. Di hari
ketika hanya rasa lemas sekali yang saya rasakan. Sorenya saya diajak oleh
bapak untuk periksa ke dokter praktek pribadi. Selama menunggu dipanggil saya
hanya bisa terbaring di ruang tunggu. Duduk saja rasanya sudah tidak kuat lagi. Oleh dokter saya diberi obat tetapi belum
sempat obat saya minum saya sudah pingsan. Sebelum pingsan saya hanya
merasakan lemas dan napas pendek-pendek
(gejala shock). Sesudah sadar saya langsung muntah-muntah banyak sekali. Oleh keluarga
saya dilarikan langsung ke RS dan ternyata saya terkena demam berdarah. Trombosit
terendah yang pernah saya dapat sekitar 50 ribu. Selama
Bukti kuitansi saat saya ranap di RS |
5 hari saya dirawat di
RS dan di hari ke-6 saya diperbolehkan pulang. Total biaya yang harus saya
keluarkan waktu itu hampir 5 jutaan dan terpaksa saya harus jual semua hasil kebun. Di sebelah kiri itu gambar tagihan RS yang harus saya bayar waktu itu. Lima juta mungkin jumlah yang kecil kalau sekarang tetapi tahun 2008 itu sudah besar nilainya bagi saya. Meski sudah sembuh tetap saja belum terasa
sehat sepenuhnya. Baru 2 minggu kemudian saya benar-benar sudah bisa
beraktivitas seperti biasa. Bersamaan dengan saya dirawat di RS itu ada
tetangga yang agak jauh yang ternyata juga sedang menderita demam berdarah. Saya
tahu setelah pulang dari RS. Sayangnya si tetangga itu termasuk keluarga tidak
mampu sehingga hanya dirawat ala kadarnya di rumah. Setelah beberapa hari saya
berada di rumah saya mendengar dia meninggal dunia. Setahun kemudian ganti
keponakan saya yang terkena demam berdarah dan langsung dirawat di sebuah
Puskesmas. Sayangnya hampir 2 hari keadaannya tidak kunjung membaik sehingga
terpaksa dirujuk ke RS. Di sana juga 4 hari dirawat baru diperbolehkan pulang.
Berikutnya terjadi
tahun 2015 lalu pada anak-anak tetangga saya yang lain. Keluarga yang ini
memiliki 2 anak laki-laki, yang satu masih sekolah SD sementara satunya sudah
SMU. Pertama kali yang terkena demam berdarah adalah si bungsu dan langsung
dibawa ke klinik terdekat untuk dirawat. Syukurlah dalam 1 minggu si bungsu
sudah sembuh. Beberapa hari setelah si bungsu demam si sulung ikutan demam
juga. Rupanya nyamuk ini cenderung menularkan virus pada orang-orang dalam satu
rumah. Awalnya si sulung dirawat di klinik tempat si bungsu juga dirawat tetapi
rupanya keadaan si sulung ini semakin lama semakin memburuk karena mulai keluar mimisan. Dokter klinik pun merujuk ke RS. Di RS si sulung mendapat transfusi
trombosit 2 kantong. Hampir 1 minggu si sulung dirawat di sana. Saya mendengar
biaya perawatan di RS-nya saja mencapai Rp 16 juta. Terpaksa si ayah hutang kesana kemari.
Yang terakhir terjadi beberapa bulan lalu. Ketika itu salah seorang anak
tetangga usia 11 tahun menderita demam dan langsung dibawa ke bidan. Oleh bidan
diberi Paracetamol dan Thyamphenicol. Saya melihatnya dari obat-obatan yang
diberikan si bidan menganggap anak itu terserang demam tifoid. Begitu obat habis
demam memang sudah turun tetapi saya melihat ada satu yang aneh yaitu anak itu
seperti lemas dan banyak merancau (seperti setengah tidak sadar). Saya hanya
berpikir jangan-jangan ini demam berdarah karena berdasarkan pengalaman saya
sendiri jika demam sudah turun akan diikuti oleh rasa lemas dan berkurangnya
kesadaran. Saya sarankan kepada si ibu untuk dibawa ke Puskesmas saja. Ternyata
oleh dokter Puskesmas didiagnose terkena demam berdarah tetapi berhubung
kondisinya sudah masuk fase kritis maka langsung dirujuk ke RS. Benar memang kadar
trombositnya sempat jatuh di bawah 10 ribu. Seminggu dirawat si anak ini
akhirnya bisa pulang.
Berdasarkan
aneka macam kasus demam berdarah saya pikir sudah saatnya kita semua untuk
lebih mewaspadai penyakit ini. Saran saya:
1. Waspadai demam tinggi selama 3 hari
berturut-turut. Biasanya suhu tubuh penderita saat demam cukup tinggi secara
terus menerus siang dan malam. Kalau demam tifoid demamnya membentuk siklus diurnal siang malam. Kalau jelang malam suhu tubuh akan naik tetapi pada pagi hari
turun kembali, begitu seterusnya setiap hari. Waspadai demam yang tak kunjung
turun suhunya meski sudah diberi obat penurun demam.
2. Demam turun bukan berarti sembuh. Justru
inilah fase kritis karena kadar trombosit akan terus turun hingga di bawah
normal. Jika mencurigai adanya serangan demam berdarah cobalah memeriksakan
kadar trombosit ke lab terdekat pada hari ke-3. Jangan
memeriksakan pada hari ke-1 karena biasanya kadar trombosit masih normal.
3. Rehidrasi dan kompres air hangat. Berikan air minum sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin supaya tubuh tidak mengalami dehidrasi.
Saat mengompres gunakan air hangat dan jangan menggunakan air dingin karena
akan membuat anak malah menggigil.
4. Waspadai gejala shock. Jika ada
tanda-tanda penderita mulai kehilangan kesadaran atau napas menjadi pendek dan cepat segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Jangan ditunda lagi.
Yang tak kalah pentingnya adalah pencegahan
agar serangan nyamuk ini tidak meluas terutama insiden terbesar biasanya
terjadi saat jelang musim hujan. Program 3M (menguras, mengubur, dan menutup
tempat-tempat penampungan air) sebenarnya sangat efektif dalam mengurangi
populasi nyamuk jika dilakukan dengan sungguh-sungguh hanya sayangnya masih
banyak orang yang belum memiliki kesadaran itu. Khusus untuk keluarga, selain melakukan 3M, sebaiknya juga dibarengi dengan cara-cara berikut:
1. Mengurangi jumlah baju yang
digantung supaya tidak terlalu banyak. Baju yang digantung merupakan tempat persembunyian favorit nyamuk. Meskipun sudah disemprot pestisida aerosol nyamuk mampu bertahan di balik lipatan baju.
2. Menggunakan obat nyamuk semprot atau bakar. Cara ini paling banyak digunakan karena murah dan mudah. Sebelum menggunakan cara ini sebaiknya dibaca dengan teliti aturan pakainya karena jika tidak digunakan dengan bijak malah akan membuat masalah baru seperti sesak napas atau ISPA. Kelemahan obat nyamuk bakar adalah baunya yang sangat menyengat yang menempel di tirai, selimut, atau seprei. Belum lagi resiko kebakaran jika tidak berhati-hati saat memakainya.
3. Mengoleskan lotion nyamuk. Cara ini kadang efektif kadang juga tidak. Kadang nyamuk masih saja masih menempel di kulit meskipun sudah dioleskan lotion. Ada isu jika lotion ini mengandung bahan karsinogenik jika sering dipakai. Saya pribadi kurang menyukai menggunakan lotion ini karena kadang kalau mengenai barang yang dipelitur atau berbahan plastik akan membuat bahan tersebut luntur warnanya. Saya juga kurang menyukai sensasinya yang seperti lengket di kulit sehingga malah membuat gerah.
4. Menyemprotkan pestisida aerosol. Sebaiknya disemprotkan minimal 1 jam sebelum tidur pada ruangan tertutup. Tidak peduli entah seberapa aman klaim produsen pestisida aerosol ini saya rasa tetap harus berhati-hati saat menggunakannya. Beberapa produsen mengklaim sudah menggunakan bahan yang lebih ramah terhadap manusia dan biasanya itu dari bahan sintetik piretroid. Memang jenis bahan ini relatif lebih "aman" tetapi tetap tidak sepenuhnya aman. Bahan ini tetap berbahaya buat lebah, ikan, dan hewan peliharaan (coba lihat peringatan di dalam kemasannya). Gunakan seminimal mungkin. Sintetik piretroid adalah salah jenis pestisida yang sudah biasa digunakan oleh para petani saat memberantas hama di lahan pertanian. Coba lihat label kemasan pestisida ini pasti ada peirngatan untuk berhati-hati saat menggunakannya misalnya dengan mencuci tangan sehabis menyemprot atau menjauhkan dari jangkauan anak-anak.
Bagaimana pun mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Apalagi sekarang biaya
perawatan di fasilitas kesehatan semakin hari semakin mahal saja. Ayo semua cegah penyebaran nyamuk demam berdarah mulai detik ini juga.
No comments:
Post a Comment