Tuesday, April 5, 2016

Perjuangan Mendapatkan Akses Internet di Desa

     Sebelum internet dengan mudahnya bisa diakses seperti sekarang ini bisa dibilang saya memiliki perjuangan sangat panjang untuk mendapatkan akses internet. Internet sudah saya kenal sejak tahun 1996 di kampus saya dulu. Waktu itu hanya para dosen yang memiliki akses internet. Jadi kalau pengen akses internet harus ke rumah para dosen dulu. Merepotkan sudah pasti karena para dosen adalah orang-orang yang super sibuk jadi kalau mau pakai internet mereka harus menunggu waktu luang mereka yang cuma sedikit. Waktu itu saya lihat para dosen mendapatkan akses internet dengan berlangganan melalui dialup PSTN. Jadi mereka langganan ISP semacam Radnet atau Centrin sedangkan untuk jaringannya menggunakan PSTN Telkom. Jadi biaya yang dibayarkan dobel, ada langganan ISP dan pulsa lokal Telkom. Tak lama kemudian perpustakaan kampus saya mendapatkan akses internet. Akan tetapi ya begitulah jumlah komputer tidak sebanding dengan jumlah mahasiswanya. Awalnya untuk ujicoba dikasih gratis tapi kemudian lama-kelamaan harus bayar per jam. Saya lupa biaya per jamnya, mungkin Rp 500. Itupun mesti rebutan booking dulu pagi-pagi di buku booking yang sudah disediakan. Yang menyebalkan adalah internetnya sering down. Akhirnya saya berinisiatif berlangganan internet sendiri di kontrakan. Untuk ISP awalnya saya menggunakan Globalnet (entah sekarang masih ada atau tidak ISP ini) sementara untuk jaringannya menggunakan kabel Telkom (pulsa lokal). Dengan modem Rockwell internal 56 kbps (masih analog berarti) saya mendapatkan speed rata-rata 30 kbps. Maklum waktu itu juga sebagian besar web masih didominasi teks. Saya belum melihat animasi kerlap-kerlip atau gambar-gambar HD. Warnet belum ada sama sekali. Berhubung saya harus membayar 2 tagihan, satu ke ISP dan satunya lagi ke Telkom saya merasa ribet dan berat. Sampai akhirnya ada promo Telkomnet Instant dengan 1 nomor sudah include biaya pulsa dan ISP. Tarifnya memang tidak murah. Seingat saya Rp 350/menit. Speed paling banter 50 kbps. Saya akali pakai konek diskonek. Jadi kalau halaman web sudah bisa dibaca cukup baik langsung saya save halamannya dan saya diskonek. Nanti saya baca-baca offline. 



     Beberapa tahun kemudian saya pulang kampung. Di desa tidak ada internet. Warnet adanya pun di pusat kota yang jauh sekali puluhan kilometer. Jadi terpaksa kalau butuh internet pagi-pagi saya berangkat ke warnet di pusat kota dengan membawa puluhan disket (floppy disk) buat save data terus dibaca di rumah. Kenapa pagi-pagi karena jika siang sedikit warnet sudah berjubel usernya sehingga lambat sekali. Begitulah rutinitas saya selama hampir 3 tahun. Tak lama kemudian sinyal Telkomsel hadir di desa saya sekitar tahun 2001. Meski sinyalnya masih lemah tetapi lumayan bisa buat telepon dan SMS. Untuk akses internet hanya tersedia opsi CSD di hape saya. CSD adalah layanan sebelum GPRS. Saya tidak tahu bagaimana menggunakan CSD ini untuk akses internet karena tiap kali saya on kan opsi ini tetap saja tidak
Kartu Halo dan IM2-ku
bisa digunakan untuk browsing di hape saya. Entah operatornya yang tidak support atau memang hapenya yang tidak bisa atau saya yang blo'on, saya tidak tahu pasti. Sampai kemudian munculah sinyal GPRS di hape saya setelah saya menggunakan hape yang tersedia opsi GPRS. Lemot sudah pasti tapi lumayanlah daripada ke warnet. Saya akses menggunakan hape Siemens M55 saya. Tak lama kemudian Telkomsel menawarkan kartu Halo dengan paket intenet Basic 3 GB/bulan unlimited dengan tarif Rp 125 ribu. Wah murahnya (kala itu!).. dan akhirnya saya pun berlangganan. Meski dengan embel-embel unlimited tetapi unlimited bodong artinya jika penggunaan data sudah melewati FUP (3GB) maka speed akan diturunkan menjadi 64 kbps. Saya pakai layanan Telkomsel ini hanya 2 bulanan. Bulan pertama hanya bisa akses di jam pocong (<6 pagi). Lewat jam 6 mampet deh alias tidak bisa digunakan untuk apapun. Oya untuk modemnya saya menggunakan Huawei E220 dan sinyal masih EDGE. Begitulah yang terjadi setiap hari yang lama-lama bikin saya frustrasi sehingga kuota 3 GB hanya bisa terpakai sekitar separuhnya dalam 1 bulan. Saya coba melanjutkan langganan ke bulan ke-2. Hasilnya malah total internet tidak bisa digunakan sama sekali. Kuota 3 GB nyaris utuh tidak terpakai karena memang tidak bisa dipakai. Saya sudah komplen lewat CS Telkomsel berkali-kali tetapi tidak banyak menolong. Akhirnya saya langsung datangi Grapari dengan tujuan minta berhenti berlangganan. Yang mengherankan saya berhenti berlangganan kok tidak boleh? Saya
Form pembatalan layanan internet Halo
cuma diperbolehkan menonaktifkan layanan internet basic saya tetapi langganan kartu Halo saya harus lanjut terus. Saya kesal sekali. Akhirnya tagihan tidak saya bayarkan . Saya tidak peduli di blacklist. Anehnya hingga bulan ke-5 tagihan datang terus ke alamat saya padahal seharusnya menurut aturannya jika pelanggan tidak membayar 2x berturut-turut maka otomatis akan dinonaktifkan. Saya sungguh sangat kecewa.


Agar saya tetap bisa mengakses internet saya beralih ke IM2 Indosat. Hasilnya 11 12 dengan Telkomsel. Lemot bukan main. Saya cuma bertahan 1 bulan. Berikutnya saya pakai XL Unlimited paket 2 GB/bulan (lagi-lagi unlimited bodong hehehe...).
XL internet
     Hasilnya lumayanlah tidak separah 2 operator yang saya sebut sebelumnya meski sinyal cuma dapat GPRS (belum EDGE). Saya pakai hampir 1 tahun. Bukan karena speednya yang joss (GPRS masak mau joss? haha) tetapi lebih karena stabil saja. Bayangkan speed mentok 60 kbps (GPRS) hingga kemudian saya terpaksa berhenti pakai XL. Penyebabnya karena mulai muncul sinyal XL EDGE. Jika sinyal EDGE ini muncul maka internet langsung diskonek (dc). Sampai akhirnya ada tawaran lebih menarik dari Tri. Meski masih EDGE internetnya paling kencang dibandingkan yang lain (jika sama-sama EDGE). Bisa tembus hingga 200 kbps tetapi juga tidak bertahan lama. Entah kenapa kemudian sinyal Tri sering timbul tenggelam padahal tadinya stabil. Saya sudah protes ke operatornya dan ditanggapi dengan baik. Bahkan sampai-sampai rombongan petugasnya datang ke rumah saya buat mengecek sinyal Tri langsung. Petugasnya berjanji nantinya sinyal akan diperbaiki tetapi janji tinggal janji. Sinyal Tri tetap buruk setelah itu.

     Sebenarnya sinyal sudah saya coba perbaiki dengan banyak cara mulai wajanbolic sampai USB cable extender tetapi tetap saja tidak ada yang memuaskan. Wajanbolic sinyal cuma nambah sedikit belum lagi rumah kelihatan jadi berantakan kalau ada wajan nampang depan rumah. Gara-gara itu pula modem saya Huawei E400 dicuri seorang anak dari luar. USB cable extender pertama saya coba buat sendiri hasilnya modem sering dc (mungkin karena terlalu panjang) lalu saya coba pendekkan hingga 2 meter namun masih tetap saja dc. Kemudian saya coba membeli USB extender yang tinggal pakai di internet (di J*knot kalau tidak salah) tetapi hasilnya sama saja alias sering dc. Saya menyerah dan terpaksa menggunakan sinyal seadanya.

     Lelah dengan GSM saya coba CDMA. Pertama saya menggunakan Mobi dari Mobile 8. Waktu itu saya membeli modem Mobi Pantech PX-500 (belum RUIM/masih inject) saat sedang promo. Sinyal bagus meski masih 1x (belum EVDO) dan speed stabil cuma agak mahal tarif internetnya menurut saya (saya lupa tarifnya). Akhirnya datanglah si Smart (belum Smartfren) dengan sinyal masih 1x dan saya pun membeli modem Venus (lupa seri berapa tetapi sudah EVDO) dan hampir 1 tahun saya menggunakan paket reguler Rp 49 ribu/bulan. Awalnya OK tapi lama kelamaan makin lemot sehingga saya tidak betah. Saya sempat beralih ke Flexi 1x tetapi hanya memakai paket harian. Terpaksa kemudian saya balik lagi ke GSM menggunakan IM3 time based. Memang masih GPRS tetapi lumayanlah sejam cuma Rp 2000 pakai pulsa khusus beli di konter.

     Waktu terus berjalan hingga kemudian sinyal operator GSM sudah HSDPA dan CDMA berganti EVDO. Sekarang tidak perlu pakai antena yagi atau USB cable extender semua sinyal operator sudah bagus dari 2-5 bar. Cuma kalau sinyal 4G belum tahu sudah ada atau belum karena tidak punya ponsel atau modem yang bisa mendeteksi sinyal 4G. Saya kemudian tidak fanatik pada 1 operator hingga sekarang. Kalau ada paket yang lebih murah saya akan beli dan paket lama saya tinggalkan. Dibandingkan beberapa tahun lalu tarif internet sekarang relatif sudah lebih murah. 1 GB bisa dijual di bawah Rp 20 ribu. Kalau beli yang kuotanya lebih besar sudah pasti perhitungan harga per GB-nya jauh lebih murah lagi. Semoga ke depan tarif internet bisa semakin murah.

Update: 19 September 2018.
Saat ini semua sinyal operator sudah LTE di kampung full bar kecuali Tri masih bertahan di HSPA+ entah sampai kapan. 

No comments:

Post a Comment