Sebelum internet dengan mudahnya bisa diakses seperti sekarang ini bisa
dibilang saya memiliki perjuangan sangat panjang untuk mendapatkan akses internet. Internet
sudah saya kenal sejak tahun 1996 di kampus saya dulu. Waktu itu hanya para
dosen yang memiliki akses internet. Jadi kalau pengen akses internet harus ke
rumah para dosen dulu. Merepotkan sudah pasti karena para dosen adalah
orang-orang yang super sibuk jadi kalau mau pakai internet mereka harus menunggu waktu luang mereka yang cuma sedikit. Waktu itu saya lihat para dosen mendapatkan akses
internet dengan berlangganan melalui dialup PSTN. Jadi mereka langganan ISP
semacam Radnet atau Centrin sedangkan untuk jaringannya menggunakan PSTN
Telkom. Jadi biaya yang dibayarkan dobel, ada langganan ISP dan pulsa lokal
Telkom. Tak lama kemudian perpustakaan kampus saya mendapatkan akses internet. Akan
tetapi ya begitulah jumlah komputer tidak sebanding dengan jumlah mahasiswanya.
Awalnya untuk ujicoba dikasih gratis tapi kemudian lama-kelamaan harus bayar
per jam. Saya lupa biaya per jamnya, mungkin Rp 500. Itupun mesti rebutan
booking dulu pagi-pagi di buku booking yang sudah disediakan. Yang menyebalkan
adalah internetnya sering down. Akhirnya saya berinisiatif berlangganan
internet sendiri di kontrakan. Untuk ISP awalnya saya menggunakan Globalnet
(entah sekarang masih ada atau tidak ISP ini) sementara untuk jaringannya
menggunakan kabel Telkom (pulsa lokal). Dengan modem Rockwell internal 56 kbps
(masih analog berarti) saya mendapatkan speed rata-rata 30 kbps. Maklum waktu
itu juga sebagian besar web masih didominasi teks. Saya belum melihat animasi
kerlap-kerlip atau gambar-gambar HD. Warnet belum ada sama sekali. Berhubung saya harus
membayar 2 tagihan, satu ke ISP dan satunya lagi ke Telkom saya merasa ribet dan berat.
Sampai akhirnya ada promo Telkomnet Instant dengan 1 nomor sudah include biaya
pulsa dan ISP. Tarifnya memang tidak murah. Seingat saya Rp 350/menit. Speed
paling banter 50 kbps. Saya akali pakai konek diskonek. Jadi kalau halaman web
sudah bisa dibaca cukup baik langsung saya save halamannya dan saya diskonek. Nanti
saya baca-baca offline.
Beberapa tahun kemudian saya pulang kampung. Di desa tidak ada internet. Warnet
adanya pun di pusat kota yang jauh sekali puluhan kilometer. Jadi terpaksa
kalau butuh internet pagi-pagi saya berangkat ke warnet di pusat kota dengan membawa puluhan disket (floppy disk) buat save data terus dibaca di rumah. Kenapa
pagi-pagi karena jika siang sedikit warnet sudah berjubel usernya sehingga
lambat sekali. Begitulah rutinitas saya selama hampir 3 tahun. Tak lama
kemudian sinyal Telkomsel hadir di desa saya sekitar tahun 2001. Meski sinyalnya masih lemah tetapi
lumayan bisa buat telepon dan SMS. Untuk akses internet hanya tersedia opsi CSD
di hape saya. CSD adalah layanan sebelum GPRS. Saya tidak tahu bagaimana
menggunakan CSD ini untuk akses internet karena tiap kali saya on kan opsi ini
tetap saja tidak
Kartu Halo dan IM2-ku |
bisa digunakan untuk browsing di hape saya. Entah operatornya
yang tidak support atau memang hapenya yang tidak bisa atau saya yang blo'on, saya tidak tahu pasti. Sampai kemudian
munculah sinyal GPRS di hape saya setelah saya menggunakan hape yang tersedia
opsi GPRS. Lemot sudah pasti tapi lumayanlah daripada ke warnet. Saya akses
menggunakan hape Siemens M55 saya. Tak lama kemudian Telkomsel menawarkan kartu
Halo dengan paket intenet Basic 3 GB/bulan unlimited dengan tarif Rp 125 ribu.
Wah murahnya (kala itu!).. dan akhirnya saya pun berlangganan. Meski dengan embel-embel unlimited tetapi unlimited bodong artinya jika penggunaan data sudah melewati FUP (3GB) maka speed akan diturunkan menjadi 64 kbps. Saya pakai layanan Telkomsel ini
hanya 2 bulanan. Bulan pertama hanya bisa akses di jam pocong (<6 pagi).
Lewat jam 6 mampet deh alias tidak bisa digunakan untuk apapun. Oya untuk
modemnya saya menggunakan Huawei E220 dan sinyal masih EDGE. Begitulah yang terjadi setiap hari
yang lama-lama bikin saya frustrasi sehingga kuota 3 GB hanya bisa terpakai
sekitar separuhnya dalam 1 bulan. Saya coba melanjutkan langganan ke bulan
ke-2. Hasilnya malah total internet tidak bisa digunakan sama sekali. Kuota 3 GB nyaris
utuh tidak terpakai karena memang tidak bisa dipakai. Saya sudah komplen lewat
CS Telkomsel berkali-kali tetapi tidak banyak menolong. Akhirnya saya langsung datangi Grapari dengan tujuan minta berhenti berlangganan. Yang mengherankan saya berhenti berlangganan kok tidak
boleh? Saya
Form pembatalan layanan internet Halo |
cuma diperbolehkan menonaktifkan layanan internet basic saya tetapi
langganan kartu Halo saya harus lanjut terus. Saya kesal sekali. Akhirnya tagihan tidak saya bayarkan . Saya tidak peduli di blacklist. Anehnya hingga bulan
ke-5 tagihan datang terus ke alamat saya padahal seharusnya menurut aturannya
jika pelanggan tidak membayar 2x berturut-turut maka otomatis akan
dinonaktifkan. Saya sungguh sangat kecewa.
Agar saya tetap bisa mengakses internet saya beralih ke IM2 Indosat. Hasilnya
11 12 dengan Telkomsel. Lemot bukan main. Saya cuma bertahan 1 bulan.
Berikutnya saya pakai XL Unlimited paket 2 GB/bulan (lagi-lagi unlimited bodong hehehe...).
XL internet |
Sebenarnya sinyal sudah saya coba perbaiki dengan banyak cara mulai wajanbolic
sampai USB cable extender tetapi tetap saja tidak ada yang memuaskan.
Wajanbolic sinyal cuma nambah sedikit belum lagi rumah kelihatan jadi
berantakan kalau ada wajan nampang depan rumah. Gara-gara itu pula modem saya
Huawei E400 dicuri seorang anak dari luar. USB cable extender pertama saya coba buat
sendiri hasilnya modem sering dc (mungkin karena terlalu panjang) lalu saya coba pendekkan hingga 2 meter namun masih tetap saja dc.
Kemudian saya coba membeli USB extender yang tinggal pakai di internet (di J*knot kalau tidak salah) tetapi hasilnya sama saja alias sering dc. Saya menyerah dan terpaksa
menggunakan sinyal seadanya.
Lelah dengan GSM saya coba CDMA. Pertama saya menggunakan Mobi dari Mobile 8.
Waktu itu saya membeli modem Mobi Pantech PX-500 (belum RUIM/masih inject) saat sedang promo. Sinyal bagus meski masih 1x (belum EVDO) dan speed stabil cuma
agak mahal tarif internetnya menurut saya (saya lupa tarifnya). Akhirnya
datanglah si Smart (belum Smartfren) dengan sinyal masih 1x dan saya pun membeli modem Venus (lupa seri
berapa tetapi sudah EVDO) dan hampir 1 tahun saya menggunakan paket reguler Rp 49 ribu/bulan.
Awalnya OK tapi lama kelamaan makin lemot sehingga saya tidak betah. Saya
sempat beralih ke Flexi 1x tetapi hanya memakai paket harian. Terpaksa kemudian
saya balik lagi ke GSM menggunakan IM3 time based. Memang masih GPRS tetapi
lumayanlah sejam cuma Rp 2000 pakai pulsa khusus beli di konter.
Waktu terus berjalan hingga kemudian sinyal operator GSM sudah HSDPA dan CDMA
berganti EVDO. Sekarang tidak perlu pakai antena yagi atau USB cable extender
semua sinyal operator sudah bagus dari 2-5 bar. Cuma kalau sinyal 4G belum tahu sudah ada atau belum karena tidak punya ponsel atau modem yang bisa mendeteksi sinyal 4G. Saya kemudian tidak
fanatik pada 1 operator hingga sekarang. Kalau ada paket yang lebih murah saya
akan beli dan paket lama saya tinggalkan. Dibandingkan beberapa tahun lalu tarif internet sekarang relatif sudah lebih murah. 1 GB bisa dijual di bawah Rp 20 ribu. Kalau beli yang kuotanya lebih besar sudah pasti perhitungan harga per GB-nya jauh lebih murah lagi. Semoga ke depan tarif internet bisa semakin murah.
Update: 19 September 2018.
Saat ini semua sinyal operator sudah LTE di kampung full bar kecuali Tri masih bertahan di HSPA+ entah sampai kapan.
Update: 19 September 2018.
Saat ini semua sinyal operator sudah LTE di kampung full bar kecuali Tri masih bertahan di HSPA+ entah sampai kapan.
No comments:
Post a Comment