Saat ini di
tempat saya lagi musim buah rambutan sementara mangga sudah ada 1 bulan lalu
habis. Masalahnya adalah buah rambutan ini yang menjadi persoalan sekarang.
Bisa dibilang para tetangga jarang yang mau menanam rambutan. Jadi populasi
rambutan di sini tidak banyak. Kalau mangga hampir setiap rumah memiliki
pohonnya. Mungkin para tetangga malas menanam rambutan karena secara ekonomis
kurang menguntungkan. Rambutan kalau lagi panen raya harganya bisa jatuh sampai
hanya Rp 500/kg. itu sudah harga konsumen akhir. Bahkan saya pernah mendengar
seorang kenalan di Panti pernah bilang bahkan di sana gratis kalau mau ambil
sendiri. Memang di sana di sepanjang pinggir jalan berjajar tanaman rambutan
dan hampir setiap warganya memiliki tanamannya. Memang iklim di Jember utara sangat
cocok buat rambutan karena lebih basah dibandingkan lokasi saya yang kering. Di
tempat saya bunga rambutan sering rontok karena kemarau terlalu panjang dan
kering. saat panen raya satu pohon mangga bisa ditebas dengan harga ratusan
ribu tergantung banyak buahnya tetapi kalau rambutan saya tidak pernah melihat
tengkulaknya berkeliling. Mangga memang bisa diolah menjadi minuman seperti jus
instan atau bahan bubur bayi tetapi kalau rambutan entahlah saya belum pernah
melihat olahannya selain dikalengkan dalam sirup.
Beberapa hari
lalu ada anak tetangga minta buah rambutan yang lagi ranum kepada ibu saya. Beliau
tidak memperbolehkannya. Sebenarnya bukannya ibu saya pelit tetapi anak ini
tahun lalu pernah dikasih ijin memetik buah jambu biji di pekarangan. Nah saat
memetik itu dia membawa semua teman sekelasnya. Jadilah buah jambu ludes dalam
sekejap mata dan yang jadi masalah pohonnya jadi rusak dipanjat oleh anak-anak
itu. itulah yang kemudian membuat ibu saya tidak lagi percaya kepada anak
tetangga itu. coba kalau waktu itu anak tetangga itu hanya memetik sendirian
dan tidak merusak pohonnya tentu ibu saya pasti akan mengijinkan. Kasihan juga
sih anak tetangga itu saya tahu memang sama sekali tidak memiliki pohon
buah-buahan di pekarangannya. Saya lihat dia selalu kebingungan jika musim
buah-buahan tiba karena melihat buah-buahan tetangganya sedang berbuah lebat. Sesungguhnya
saya melihat orang tua mereka memang kurang peduli dengan kebutuhan si anak
akan buah-buahan. Kalau mau mereka bisa menanam pohon di pekarangan mereka tapi
rupanya mereka lebih suka mem-paving pekarangannya. Jadi salah siapa sekarang
kalau kemudian anaknya jadi seperti itu? Maaf-maaf saja paling-paling mereka
cuma bisa memvonis para tetangganya pelit atau tidak pedulian.
Saya juga memiliki seorang tetangga yang sebenarnya termasuk kategori orang
kaya tetapi masih saja suka mencuri buah-buahan tetangganya. Orang tua saya
sendiri pernah melihat dia mencuri tetangga di pekarangan kami. Padahal sebenarnya
harga bibit mangga sangat murah. dengan rp 10 ribu perak sudah dapat sebatang. Kalau
pengen gratis bisa mencangkok punya tetangga lain. Akan tetapi mungkin budaya
malas itulah yang membuat orang tidak mau berusaha. Maunya cuma menikmati
hasilnya doang. Sama kayak orang korupsi, cuma mau menggarong uang rakyat tanpa
rasa malu dan tidak mau bekerja keras untuk memperoleh rejeki yang halal. Kok jadi
kemana-mana sih? Hehehe... Beberapa waktu lalu juga ada anak tetangga yang saya
lihat sendiri mencuri mangga saya. Saya tidak langsung memarahinya meski sudah ketahuan
oleh saya tetapi dia udah duluan ngacir melihat kedatangan saya. Saya langsung
masuk ke rumah mengambil beberapa buah mangga langsung saya masukkan ember dan
saya bawa ke rumahnya. Saya kasihkan semua mangga dalam ember kepada orang
tuanya. Saya tahu mereka sama dengan warga lainnya yang malas menanam pohon buah-buahan
dan tidak pernah berpikir kalau anak kecil melihat pohon sedang berbuah sudah
pasti gatal tangan mereka untuk mengambilnya. Orang dewasa saja masih banyak
kok yang sering gatal. Yang pasti kalau urusan mencuri buah-buahan saya tidak
mau ambil pusing. Toh mereka mencuri paling juga dimakan, tidak mungkin dijual.
Saya pikir akan memalukan sekali kalau ribut dengan tetangga hanya karena gara-gara
masalah pencurian buah-buahan.
Dulu beberapa tahun lampau saya ingat ada kasus rambutan yang sangat menghebohkan. Sebut saja pak S memiliki sejumlah pohon rambutan besar yang buahnya sangat lebat. Rupanya itu mengundang para preman kampung untuk “mencicipi” buah rambutan mereka. Akhirnya suatu malam mereka menggasak buah-buahan rambutan itu sampai ludes tanpa seijin pak S. Kulit buah rambutan mereka buang di bawahnya sehingga menimbulkan kesan kotor. Tentu pak S marah besar. Keesokan harinya para preman datang mengamuk di rumah pak S. Mereka menebang semua pohon rambutan pak S dan pak S yang ketakutan langsung melarikan diri beserta keluarganya dan tidak pernah kembali lagi. Sepertinya para preman ingin balas dendam kepada pak S ini jika kembali. Ke Jawa. Terakhir saya mendengar mereka sudah berdomisili di luar Jawa memulai hidup baru. rumah dan pekarangan yang mereka miliki di Jawa itu kemudian dijual. Setahu saya kasus ini tidak pernah sampai ke ranah hukum. Entah kenapa. Biasanya sih kalau ada warga yang berususan dengan preman mereka lebih memilih mengalah karena para preman ini merupakan ancaman keselamatan yang serius bagi warga yang berani melaporkan mereka kepada polisi. Syukurlah kasus-kasus seperti ini sudah tidak adalagi sekarang.
Update:
Ternyata tanaman rambutan ini memang terus menimbulkan persoalan. Penolakan ibu saya terhadap anak tetangga rupa-rupanya menjadi buah bibir sekampung. Walau sebagian buahnya sudah dibagi-bagikan kepada para tetangga tetapi para tetangga tak habis-habisnya terus menggunjing kasus penolakan ibu saya itu. Memang tidak semua tetangga di kampung mendapat jatah buah karena jumlahnya jelas takkan mencukupi (wong hanya sebatang) jadi hanya tetangga-tetangga yang dekat rumah. Suatu pagi kemarin saya melihat ada daun dan kulit rambutan berserakan di depan salah satu rumah tetangga yang agak jauh. Saya hanya menduga mungkin pas malam-malam si tetangga ini telah in action mencuri buah rambutan di pekarangan saya. Saat memetik buahnya pun terpaksa saya harus kucing-kucingan menunggu suasana sepi dulu dan itupun saya harus melakukannya secepat mungkin. Tidak enak jika ketahuan ada tetangga yang sedang lewat dan mereka tidak dikasih padahal kalau dikasih juga tidak begitu banyak buahnya. Ntar kalaupun si tetangga dikasih cuma sedikit, di belakang pasti mengomel "kasih kok cuma sedikit?". Akhirnya yah tebal kuping saja sekarang...
No comments:
Post a Comment