Tuesday, January 17, 2017

Kisah Preman, Tetangga, Mangga, dan Rambutan di Kampungku


     Saat ini di tempat saya lagi musim buah rambutan sementara mangga sudah ada 1 bulan lalu habis. Masalahnya adalah buah rambutan ini yang menjadi persoalan sekarang. Bisa dibilang para tetangga jarang yang mau menanam rambutan. Jadi populasi rambutan di sini tidak banyak. Kalau mangga hampir setiap rumah memiliki pohonnya. Mungkin para tetangga malas menanam rambutan karena secara ekonomis kurang menguntungkan. Rambutan kalau lagi panen raya harganya bisa jatuh sampai hanya Rp 500/kg. itu sudah harga konsumen akhir. Bahkan saya pernah mendengar seorang kenalan di Panti pernah bilang bahkan di sana gratis kalau mau ambil sendiri. Memang di sana di sepanjang pinggir jalan berjajar tanaman rambutan dan hampir setiap warganya memiliki tanamannya. Memang iklim di Jember utara sangat cocok buat rambutan karena lebih basah dibandingkan lokasi saya yang kering. Di tempat saya bunga rambutan sering rontok karena kemarau terlalu panjang dan kering. saat panen raya satu pohon mangga bisa ditebas dengan harga ratusan ribu tergantung banyak buahnya tetapi kalau rambutan saya tidak pernah melihat tengkulaknya berkeliling. Mangga memang bisa diolah menjadi minuman seperti jus instan atau bahan bubur bayi tetapi kalau rambutan entahlah saya belum pernah melihat olahannya selain dikalengkan dalam sirup.
Beberapa hari lalu ada anak tetangga minta buah rambutan yang lagi ranum kepada ibu saya. Beliau tidak memperbolehkannya. Sebenarnya bukannya ibu saya pelit tetapi anak ini tahun lalu pernah dikasih ijin memetik buah jambu biji di pekarangan. Nah saat memetik itu dia membawa semua teman sekelasnya. Jadilah buah jambu ludes dalam sekejap mata dan yang jadi masalah pohonnya jadi rusak dipanjat oleh anak-anak itu. itulah yang kemudian membuat ibu saya tidak lagi percaya kepada anak tetangga itu. coba kalau waktu itu anak tetangga itu hanya memetik sendirian dan tidak merusak pohonnya tentu ibu saya pasti akan mengijinkan. Kasihan juga sih anak tetangga itu saya tahu memang sama sekali tidak memiliki pohon buah-buahan di pekarangannya. Saya lihat dia selalu kebingungan jika musim buah-buahan tiba karena melihat buah-buahan tetangganya sedang berbuah lebat. Sesungguhnya saya melihat orang tua mereka memang kurang peduli dengan kebutuhan si anak akan buah-buahan. Kalau mau mereka bisa menanam pohon di pekarangan mereka tapi rupanya mereka lebih suka mem-paving pekarangannya. Jadi salah siapa sekarang kalau kemudian anaknya jadi seperti itu? Maaf-maaf saja paling-paling mereka cuma bisa memvonis para tetangganya pelit atau tidak pedulian.

     Saya juga memiliki seorang tetangga yang sebenarnya termasuk kategori orang kaya tetapi masih saja suka mencuri buah-buahan tetangganya. Orang tua saya sendiri pernah melihat dia mencuri tetangga di pekarangan kami. Padahal sebenarnya harga bibit mangga sangat murah. dengan rp 10 ribu perak sudah dapat sebatang. Kalau pengen gratis bisa mencangkok punya tetangga lain. Akan tetapi mungkin budaya malas itulah yang membuat orang tidak mau berusaha. Maunya cuma menikmati hasilnya doang. Sama kayak orang korupsi, cuma mau menggarong uang rakyat tanpa rasa malu dan tidak mau bekerja keras untuk memperoleh rejeki yang halal. Kok jadi kemana-mana sih? Hehehe... Beberapa waktu lalu juga ada anak tetangga yang saya lihat sendiri mencuri mangga saya. Saya tidak langsung memarahinya meski sudah ketahuan oleh saya tetapi dia udah duluan ngacir melihat kedatangan saya. Saya langsung masuk ke rumah mengambil beberapa buah mangga langsung saya masukkan ember dan saya bawa ke rumahnya. Saya kasihkan semua mangga dalam ember kepada orang tuanya. Saya tahu mereka sama dengan warga lainnya yang malas menanam pohon buah-buahan dan tidak pernah berpikir kalau anak kecil melihat pohon sedang berbuah sudah pasti gatal tangan mereka untuk mengambilnya. Orang dewasa saja masih banyak kok yang sering gatal. Yang pasti kalau urusan mencuri buah-buahan saya tidak mau ambil pusing. Toh mereka mencuri paling juga dimakan, tidak mungkin dijual. Saya pikir akan memalukan sekali kalau ribut dengan tetangga hanya karena gara-gara masalah pencurian buah-buahan.


     Dulu beberapa tahun lampau saya ingat ada kasus rambutan yang sangat menghebohkan. Sebut saja pak S memiliki sejumlah pohon rambutan besar yang buahnya sangat lebat. Rupanya itu mengundang para preman kampung untuk “mencicipi” buah rambutan mereka. Akhirnya suatu malam mereka menggasak buah-buahan rambutan itu sampai ludes tanpa seijin pak S. Kulit buah rambutan mereka buang di bawahnya sehingga menimbulkan kesan kotor. Tentu pak S marah besar. Keesokan harinya para preman datang mengamuk di rumah pak S. Mereka menebang semua pohon rambutan pak S dan pak S yang ketakutan langsung melarikan diri beserta keluarganya dan tidak pernah kembali lagi. Sepertinya para preman ingin balas dendam kepada pak S ini jika kembali. Ke Jawa. Terakhir saya mendengar mereka sudah berdomisili di luar Jawa memulai hidup baru. rumah dan pekarangan yang mereka miliki di Jawa itu kemudian dijual. Setahu saya kasus ini tidak pernah sampai ke ranah hukum. Entah kenapa. Biasanya sih kalau ada warga yang berususan dengan preman mereka lebih memilih mengalah karena para preman ini merupakan ancaman keselamatan yang serius bagi warga yang berani melaporkan mereka kepada polisi. Syukurlah kasus-kasus seperti ini sudah tidak adalagi sekarang.


Update:
     Ternyata tanaman rambutan ini memang terus menimbulkan persoalan. Penolakan ibu saya terhadap anak tetangga rupa-rupanya menjadi buah bibir sekampung. Walau sebagian buahnya sudah dibagi-bagikan kepada para tetangga tetapi para tetangga tak habis-habisnya terus menggunjing kasus penolakan ibu saya itu. Memang tidak semua tetangga di kampung mendapat jatah buah karena jumlahnya jelas takkan mencukupi (wong hanya sebatang) jadi hanya tetangga-tetangga yang dekat rumah. Suatu pagi kemarin saya melihat ada daun dan kulit rambutan berserakan di depan salah satu rumah tetangga yang agak jauh. Saya hanya menduga mungkin pas malam-malam si tetangga ini telah in action mencuri buah rambutan di pekarangan saya. Saat memetik buahnya pun terpaksa saya harus kucing-kucingan menunggu suasana sepi dulu dan itupun saya harus melakukannya secepat mungkin. Tidak enak jika ketahuan ada tetangga yang sedang lewat dan mereka tidak dikasih padahal kalau dikasih juga tidak begitu banyak buahnya. Ntar kalaupun si tetangga dikasih cuma sedikit, di belakang pasti mengomel "kasih kok cuma sedikit?".  Akhirnya yah tebal kuping saja sekarang...

No comments:

Post a Comment