Thursday, January 5, 2017

Ribut-ribut Harga Cabai Rp 100 ribu


     Beberapa hari ini dimana-mana orang meributkan harga cabai merah besar yang sudah mencapai Rp 100 ribu. Hmmm.. sepertinya bukan kali ini aja harga cabai melambung setinggi langit jadi bagi saya bukanlah hal yang mengagetkan. Lagipula saya tidak suka pedas jadi tidak masalah mau harga cabai Rp 1 juta/kg. mungkin banyak yang berpikir enak dong petani cabainya sekarang? Hehe petani cabai yang mana? Setahu saya semua lahan cabai di tempat saya sudah musnah diterjang banjir kemarin. Semua lahan pertanian sekarang sudah berubah menjadi tanaman padi. Musim yang semakin tidak menentu membuat budidaya cabai semakin sulit. Saat ini tidak jelas apakah ini musim kemarau atau penghujan. Dibilang musim penghujan kok debu dimana-mana? Untuk mengairi padi di sawah saja banyak yang menggunakan pompa karena air irigasi tidak mencukupi. Dibilang kemarau kok hujan masih saja turun meski hanya berupa gerimis. Pada kondisi seperti ini sangat sulit membudidayakan tanaman apapun dengan baik. Contoh saja jagung yang bisa dikatakan sebagai tanaman bandel akhir tahun 2016 hancur lebur semuanya karena diterjang banjir. Jagung yang masih bertahan dan selamat dari banjir kemudian dihajar angin kencang hampir seminggu yang membuatnya roboh. Padahal budidaya cabai jauh lebih rewel dibandingkan jagung. Contoh untuk varietas cabai ada 2 macam, khusus untuk musim penghujan atau kemarau saja. Memang ada varietas yang bisa keduanya tetapi hasilnya tidak sebagus yang hanya untuk satu musim saja. Kalau musimnya enggak jelas begini petani cabai mau menanam varietas yang mana? Bingung kan? Bentar panas bentar hujan. Selain itu dengan tingkat stress yang tinggi akan membuat cabai rentan terserang penyakit terutama pathek. Penyakit ini sangat cepat menyerang. Dalam semalam buah cabai bisa busuk dan membuatnya nyaris tidak berharga. Itulah sebabnya budidaya cabai selalu menelan ongkos yang besar untuk pestisida. Bisa dibilang hampir 40% pengeluaran budidaya digunakan untuk membeli pestisida. Itulah sebabnya mengkonsumi cabai itu sebenarnya sama dengan mengkonsumsi pestisida. Sudah lazim kalau pagi disemprot sore dipetik. Wajar cabai kita sering tidak lolos ekspor karena kandungan pestisida selangit. Itulah sebabnya kalau membeli cabai segar saya sering merasa ngeri karena saya tahu kalau bahan makanan yang saya beli itu sarat dengan pestisida yang sudah sangat jelas merusak kesehatan. Tetapi kita mau bilang apa? Kenyataan di lapangan cabai memang sangat rentan terserang hama dan penyakit. Belum lagi perilaku petani yang banyak tidak mempedulikan aturan penggunaan pestisida. Makin pekat makin baik. Saya pernah mendengar ada petani mengeluh tanaman cabainya mati. Mereka pikir itu karena terserang penyakit. Setelah dianalisis lebih dalam baru ketahuan kalau penyebabnya adalah karena terlalu banyak terkena pestisida.




     Kalau saya pengen masak yang pedas-pedas yah pakai cabai kering saja seperti B*ncab*. Toh rasanya sama pedesnya. Kalau di negara-negara lain warganya tidak terlalu mafhum dengan cabai segar sehingga kalau tidak ada cabai segar mereka sudah biasa menggunakan cabai bubuk. Kalau masyarakat kita sepertinya masih belum terbiasa menggunakan cabai bubuk. Cabai sebenarnya relatif mudah dibudidayakan. Memang beberapa varietas rentan penyakit (biasanya varietas hibrida atau introduksi). Kalau pengen menghemat pengeluaran untuk cabai bisa menanam sendiri di dalam pot. Cukup beli cabai cabai merah atau rawit lalu kupas dan jemur bijinya. Semaikan lalu tanam di dalam pot. Sirami dengan teratur dan kalau di dalam pot jangan menggunakan pupuk kimia karena akan membuat medianya cepat mengeras. Gunakan saja pupuk kompos atau pupuk kandang. Kalau ada hama misal aphids ambil saja secara manual. Anda tidak ingin meracuni makanan sendiri dengan pestisida kan? Selamat membudidayakan cabai di rumah!

No comments:

Post a Comment