Tuesday, July 30, 2019

Review Lima Tahun Pemerintahan Jokowi (2014-2019)


     PILPRES 2019 akhirnya berakhir sudah setelah MK menetapkan Jokowi yang akan memimpin negeri ini untuk 5 tahun ke depan. Bagi saya ini bukanlah sesuatu yang mengagetkan karena dari awal tampak jelas jika PILPRES 2019 ini tak lebih dari El-Classico PILPRES 2014. Perjalanan ceritanya persis sama dari awal hingga akhir. Oleh karena itu saya akna mencoba membuat sedikit review tentang pemerintahan Jokowi selama 5 tahun belakangan ini. Semua yang akan saya tuliskan adalah murni pendapat pribadi subyektif sehingga ada boleh setuju boleh juga tidak.
     Yang pertama kemajuan yang telah dibuat oleh Jokowi adalah pembangunan infrastruktur yang bagus. Jauh lebih bagus dibandingkan semua pemerintahan sebelumnya. Contohnya yang cukup terasa adalah Jalan-jalan diaspal hingga ke pelosok desa. Jalan-jalan aspal yang rusak juga cukup cepat diperbaiki. Kalau dulu boro-boro deh jalan rusak bisa bertahun-tahun akan tetap rusak atau malah semakin rusak. Jembatan-jembatan baru juga banyak dibangun. Cuma konon katanya untuk pembangunan infrastruktur ini Jokowi lebih banyak mengandalkan utang luar negeri. Saya tak punya data yang pasti. Takutnya jika mengandalkan data dari internet itu cuma hoax. Saya akan mencoba menganalisis dari sisi Jokowi. Kalau saya andaikan apa yang sudah dilakukan Jokowi ini mirip dengan apa yang umum dilakukan oleh masyarakat kita dalam membangun rumah tangganya. Kalau pengen rumah ya ambil KPR, pengen motor atau mobil ya ambil leasing, pengen perabot ya ambil fintech, dll atau dengan kata lain berhutang. Bisa saja sih menunggu gaji terkumpul dulu baru beli motor, mobil, atau bangun rumah tetapi kan kelamaan? Resikonya memang ada beban bunga. Nah sama saja dengan membangun infrastruktur negara ini bisa saja dengan mengandalkan pajak atau pendapatan negara non pajak tetapi mau sampai kapan? Padahal infrastruktur kita sudah sangat ketinggalan jika dibandingkan negara negara lain. Hutang tak selalu buruk asal dikelola dengan baik. Moga-moga saja negara dan bangsa ini tidak terbenam hutang nanti.
Nah sekarang kekurangannya:
1. Penegakan hukum yang masih sangat lemah. Jokowi memang bukan penegak hukum tetapi para penegak hukum bagaimanapun adalah orang-orang yang berada di bawah suatu pemerintahan yaitu pemerintahan Jokowi. Mereka sebagian juga diangkat dan digaji oleh Jokowi. Memang sudah ada sedikit kemajuan tetapi tetap saja secara umum masih kurang bagus di sektor ini. Akan tetapi sebenarnya penegakan hukum bukan hanya persoalan besar pemimpin ini tetapi juga pemerintahan-pemerintahan sebelumnya dan saya yakin semua pemerintahan yang akan datang. Padahal tak ada negara maju yang hukumnya tidak tegak dan sebaliknya.
2. Korupsi yang masih jalan terus. Banyaknya kasus korupsi di era Jokowi ini membuktikan bahwa para pelakunya tidak takut dengan hukuman yang ada. Nah lagi-lagi biangnya adalah nomor satu di atas. Selama penegakan hukum belum jalan maka selama itu pulalah korupsi juga akan tetap tumbuh subur. Memang sudah ada beberapa pelaku yang ditangkap tetapi saya melihat itu hanyalah seperti puncak gunung es. Hanya beberapa koruptor kelas kakap yang tertangkap padahal ribuan atau mungkin jutaan koruptor kelas “teri” masih bergentayangan bebas lepas beraksi setiap hari. Memang mereka hanyalah koruptor kelas “teri” tetapi dikumpulkan maka jumlahnya tak ada bedanya dengan koruptor kelas kakap. Apalagi KPK hanya mau menangani kasus-kasus korupsi kelas kakap. Kemungkinan besar pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin terus berjalan mundur. 
3. Pembangunan angkutan umum yang sama sekali tidak ada kemajuan (bahkan terus mundur). Mungkin ada yang bilang MRT. Benar tetapi itu kan baru di Jakarta? Indonesia bukan cuma Jakarta doang? Angkutan umum di daerah saya sudah lama mati walaupun sekarang sudah ada OJOL tetapi saya menganggapnya tetap bukan sebagai angkutan umum. Akhirnya jalan raya semakin hari semakin padat karena semua orang pada akhirnya menggunakan kendaraan pribadi. Untuk menempuh jarak yang sama semakin hari semakin lama. Kemacetan merajalela dan kecelakaan lalu lintas semakin sering terlihat. Penggunaan BBM semakin boros pula. Polusi udara meningkat dan perubahan musim terjadi semakin cepat contohnya Jakarta konon sekarang sudah menjadi kota dengan polusi terparah di dunia. Menyetir di jalan raya sekarang bisa bikin gila beneran. Saya sangat berharap di pemerintahan II ini Jokowi memprioritaskan kembali pembangunan angkutan umum. Keadaannya sudah sangat urgen. Saya yakin jika tersedia angkutan umum yang murah, nyaman, dan aman serta tersedia luas maka rakyat pasti akan lebih banyak yang akan memakai angkutan umum. 
Is this what you expect?!

4. Pendataan GAKIN yang tak jelas kriterianya. Ada GAKIN yang kepala keluarganya setiap hari bisa membeli rokok tetapi mengapa bisa dimasukkan sebagai GAKIN? Sungguh aneh. Padahal pengeluaran untuk rokok juga tak sedikit. Jika sehari seorang kepala keluarga GAKIN menghabiskan 1 bungkus (misal Rp 10 ribu) maka sebulan total sudah Rp 300 ribu sendiri. Pendataan GAKIN masih sarat KKN dan lambat (tidak uptodate). Semestinya begitu seseorang sudah meningkat taraf hidupnya maka segera dicabut segala fasilitasnya dan bukannya malah diteruskan supaya GAKIN lainnya yang belum tersentuh bisa segera menerima bantuan.  
5. Distribusi BBM bersubsidi yang masih tidak berubah sama sekali. Contohnya Premium atau solar bersubsidi 99% masih dihabiskan oleh pengecer tak resmi (termasuk juga penimbun). Jadi kelihatan tidak jelas sebenarnya subsidi BBM itu untuk siapa? Apakah mensubsidi pengecer dan penimbun? Kalau di dalam UU-nya memang demikian saya kira tak tepat. Mengapa pengecer dan penimbun harus mendapatkan subsidi? Apakah tidak lebih baik subsidi dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih bermanfaat daripada mensubsidi pengecer dan penimbun?
6. Pengurusan administrasi kependudukan yang semakin rumit dan lama. Contoh jika seseorang kehilangan KTP maka untuk mendapatkan KTP baru harus menunggu hampir 1 tahun. Seharusnya dengan penggunaan IT proses pengurusan administrasi kependudukan semakin cepat dan mudah. 
7. Semi otoriter. Walaupun tidak separah era Suharto tetapi agak mirip. Orang-orang yang vokal terhadap pemerintahannya banyak yang telah ditangkap + pembatasan akses medsos beberapa waktu lalu adalah buktinya. Tujuannya mungkin kurang lebih sama dengan era Suharto yaitu untuk menciptakan stabilitas di bidang politik dan "mematikan" rival-rival politiknya.  
8. Gas melon yang semakin sulit. Dulu semasa era SBY kami semua diiming-imingi untuk beralih menggunakan BBM dari  minyak tanah menjadi gas LPG dengan alasan lebih hemat, lebih bersih, lebih panas, dll. Kami diberikan kompor dan tabung gas 3 kg gratis. Awal-awalnya pasokan gas melon 3 kg ini berjalan tanpa masalah tetapi lama kelamaan di era Jokowi ini sering tersendat. Yang unik barang tidak ada sama sekali tetapi anehnya harga melambung.  Kalau sudah begini kami bisa menghabiskan waktu seharian hanya sekedar berburu gas ini hingga jauh ke tempat-tempat yang kira-kira masih ada pasokan. Kalau gagal terpaksa kami balik menggunakan kayu bakar (karena minyak tanah sudah tak ada). Untungnya sebagai orang desa kami selalu mengamankan pasokan "BBM" dapur entah bagaimana caranya. Saya tidak tahu dengan warga desa lain yang tidak memiliki pepohonan sebagai sumber kayu bakar. Mungkin mereka membeli makanan jadi siap santap atau entah bagaimana. Mungkin ada yang bilang, kan sekarang sudah ada Bright gas? Benar tapi dimana memperolehnya? Kalau di desa kami jelas tidak ada. Di minimarket cuma sesekali terlihat ada.  Lagian siapa yang mau repot mencari barang yang tidak jelas keberadaannya ada dimana. 
9. Kisruh kenaikan tarif BPJS/JKN. Hampir setiap tahun konon BPJS selalu mengalami defisit dan seolah kebakaran jenggot. Padahal angkanya jauh lebih kecil dari biaya pindah ibukota yang mencapai hampir 500 T. Sungguh aneh pindah ibukota dengan biaya segitu besar saja aya aya wae tetapi mengapa defisit BPJS yang angkanya jauh lebih kecil pemerintah selalu menjadikannya seolah-olah sebuah masalah besar?!

No comments:

Post a Comment