Monday, February 29, 2016

Kendala Budidaya Nata De Coco


Sekitar tahun 2013 saya sempat memproduksi nata de coco. Adapun kendala-kendala yang saya rasakan:
1.       Suplai bahan baku air kelapa yang tidak kontinyu. Terutama pada musim kemarau saat buah kelapa langka dan parahnya di tempat saya kemarau minimal berlangsung 6 bulan/tahun sehingga terpaksa harus mencari pasokan dari tempat lain yang jauh yang otomatis menambah biaya produksi. Selain itu pedagang kelapa juga banyak yang jual mahal air kelapanya. Bahkan ada yang lebih suka membuang air kelapanya ke got ketimbang dibeli. Capede... Ditambah lagi sekarang keberadaan kebun kelapa semakin berkurang karena menanam kelapa memang sudah tidak begitu menguntungkan lagi beda dengan jaman dulu dimana minyak sawit masih belum meraja. 
2.       Rendemen rendah. Saya tidak ingat ingat pasti rendemen yang saya dapatkan (karena sudah lama sekali) tetapi rendemen rendah memang menjadi masalah. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi rendemen termasuk formulasi media, kualitas bahan baku, dll. Jika kualitas bahan baku tidak konsisten maka rendemen nata juga fluktuatif.
3.       Serangan jamur. Ternyata tidak hanya budidaya jamur yang mendapat serangan jamur liar namun budidaya nata de coco ini juga sama. Salah satu tandanya lembaran nata berlubang-lubang. Dampak lain serangan jamur ini rendemen rendah. Sanitasi memegang peranan penting tapi sayang kadang sulit mendisiplinkan tenaga kerja.
4.       Limbah. Limbah cair dari proses budidaya nata de coco ini berbau tajam karena masih mengandung asam asetat. Sebenarnya masih bisa diolah menjadi cuka atau diberi kapur untuk menetralkan keasamannya tetapi jelas akan menambah biaya.
5.    Peralatan yang harganya cukup mahal. Tergantung skala usaha tapi bagi orang seperti saya yang kemampuan ekonomi pas-pasan cukup berat untuk membeli peralatan nata de coco (kecuali kalau mau hutang bank) semisal pemotong lembaran nata. Saya pernah tanya kesana kemari harga paling murah 10 jutaan. Bisa dipotong-potong manual tapi butuh tenaga kerja lumayan banyak dan ukuran potongan sering tidak seragam.

     Akhirnya jelang kebangkrutan usaha saya itu, saya ajak anak-anak di sekitar saya untuk mengolah nata de coco. Saya ajarkan mereka membuat aneka minuman dari nata de coco. Semua bahan bakunya saya kasih. Hasil produk olahan mereka saya suruh mereka menjualnya sendiri kemudian uangnya saya bagi hasil dengan mereka. Selain mengajarkan mereka ketrampilan baru, paling tidak mereka mendapatkan uang saku tambahan. Sayangnya ini pun juga tidak bisa berjalan lama. 

No comments:

Post a Comment