Tuesday, March 14, 2017

Bensin Premium Makin Dicinta dan Makin Diburu


Sejak kenaikan harga Pertamax dan Pertalite beberapa waktu lalu kini bensin Premium kembali menjadi idola. Padahal sebelum kenaikan harga bisa dibilang orang-orang mulai banyak yang mulai beralih menggunakan Pertamax dan Pertalite. Sebenarnya kenaikan harga Pertamax dan Pertalite tidaklah seberapa banyak tetapi seperti yang selalu terjadi bahwa dampak psikologis kenaikan harga BBM jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak ekonomisnya. Coba naik Rp 1000 perak saja sudah luar biasa dampaknya sementara tarif kuota internet naik Rp 10 ribu per bulan aya aya wae... Jadilah sekarang di SPBU besar dispenser untuk premium selalu dipenuhi oleh para pembeli. Dah kayak antri sembako saja. Bahkan jauh sebelum SPBU buka pada jam 5 pagi, yang antri sudah mengular. Sementara itu dispenser untuk Pertalite dan Pertamax makin hari makin sepi. Saya sering melihat petugasnya sekarang lebih sering duduk-duduk saja.

Beberapa waktu lalu pas pinjem motor tiba-tiba di tengah jalan kehabisan bensin. Seperti biasa saya tengok kanan kiri cari pengecer yang jual Pertalite atau Pertamax. Saya memang tidak pernah mengisi Premium 2 tahun ini karena saya pikir toh dengan selisih harga sedikit dengan Premium sudah bisa mendapatkan Pertalite atau Pertamax yang lebih bagus. Dapat pengecer eh gak jual kedua macam bensin itu. yang tersedia cuma Premium. Cari lagi pengecer lain eh sama juga. Ya sudah daripada capek-capek mendorong motor kesana kemari akhirnya saya isi Premium. Harga per botol Rp 8000 yang sama dengan harga Pertamax di SPBU. Gak tahu deh sebotol itu benar-benar seliter atau enggak. Sembari si bapak mengisi Premium ke tangki saya mendengar perbincangan si bapak dengan temannya. Kesimpulannya sekarang Premium semakin dicari sehingga si bapak hanya mau menyediakan Premium. Dulu saya pernah ngobrol dengan tetangga yang menjual bensin eceran kalau botol bensin meskipun bentuknya persis sama tetapi katanya ada yang sedikit lebih kecil. Akhirnya setelah motor menyala saya coba sambil jalan pasang mata lebih teliti kepada para pengecer BBM di pinggir jalan dan memang hampir semuanya hanya menyediakan Premium padahal sebelum kenaikan harga Pertalite dan Pertamax lalu kedua jenis bensin itu mudah sekali ditemui. Kalau dihitung-hitung laba jualan Premium memang lebih besar. Dengan harga beli Rp 6500 mereka jual Rp 8000 sementara seliter Pertalite dengan harga Rp 7500 juga dijual Rp 8000 sekarang. Mungkin saja kalau ada yang mengecer Pertalite agak dikurangi volumenya sedikit.

Ya masyarakat emang sudah terlalu jatuh cinta dengan Premium. Saya coba membuat beberapa alasan mengapa masyarakat kita sedemikian cinta matinya dengan Premium:
1.       Tidak ada edukasi dari pihak pemerintah tentang perbedaan mutu bensin yang sedang beredar di pasaran. Bagi masyarakat desa seperti di tempat saya beda bensin ya cuma harganya. Kalau Premium itu murah, Pertalite agak mahal, dan Pertamax yang paling mahal. Itu saja! Masyarakat tidak tahu kalau yang membedakan sebenarnya adalah kandungan oktannya. Makin tinggi kadar oktan ya semakin mahal. Setahu saya kandungan oktan semakin tinggi akan semakin bagus buat mesin karena bisa menekan gejala knocking. Knocking ini dalam jangka panjang bisa merusak mesin. Apalagi mesin-mesin kendaraan jaman sekarang dibuat dengan kompresi tinggi yang menuntut penggunaan bensin dengan oktan tinggi pula. Dulu waktu SMA saya masih ingat betul jika bensin adalah campuran Heptana dan Oktana dimana Heptana itu murah sementara Oktana itu mahal. Wajar kalau oktan makin tinggi semakin mahal pula harganya. Mungkin pemerintah berpikir masyarakat sudah tahu perbedaannya tanpa edukasi, atau mungkin toh lama-lama masyarakat akan tahu sendiri juga. Seharusnya kalau memang pemerintah menginginkan masyarakat lebih banyak menggunakan Pertalite atau Pertamax ya mesti diedukasi secara gencar dong. Coba buat event misal ada motor yang dinyalakan terus menerus selama beberapa hari dengan yang satu diisi Pertamax/Pertalite sementara yang satu Premium lalu bongkar ruang bakarnya gimana hasilnya. Mana yang lebih bersih? Atau coba pakai alat ukur knocking mana yang lebih “parah” knockingnya. Pokoknya buat masyarakat yakin dan mengerti kalau semakin tinggi oktan akan semakin bagus buat mesin kendaraan. Kalau masyarakat mengerti saja tidak gimana mau pakai? Ungkapan tak kenal maka tak sayang kayaknya kurang pemerintah pahami. Atau ada “sesuatu” yang lain saya tidak tahu pasti maklum Premium ini katanya masih disubsidi dan kalau sudah ada kata ini berarti ada sesuatu yang bisa  “dimainkan”. Entahlah!
2.       Di sisi konsumen selama puluhan tahun tahunya cuma Premium. Bensin ya Premium! Contoh Pertalite di tempat saya baru nongol 1 tahun ini kalau Pertamax sudah 2 tahunan. Kalau di kota besar kehadiran Pertamax memang sudah lama sekali.
3.       Ini yang parah, Pertamax dan Pertalite HANYA untuk motor atau mobil baru sedangkan Premium untuk kendaraan bermotor lama titik! Akhirnya saya pernah lihat ada orang dengan motor lamanya mau mengisi Premium di SPBU namun ternyata kehabisan sehingga kemudian membatalkan pengisian BBM-nya padahal Pertalite dan Pertamax masih tersedia di situ. Lebih parah lagi ada yang berpendapat jika Pertamax dan Pertalite malah merusak mesin dan lebih bagus Premium. Sebegitu besarnya ya cinta masyarakat kita kepada Premium.

     Lalu siapa yang terkena dampaknya dengan hal ini? Tentu saja para pemilik SPBU mini resmi. Sudah 3 bulan ini keberadaan SPBU mini mulai menjamur di tempat saya. Mereka hanya menyediakan Pertamax dan Pertalite. Saya lihat kendaraan yang mengisi di SPBU mini ini masih sangat sepi. Gimana mau ramai kalau di sekelilingnya mereka dikepung oleh para pengecer Premium?  Dengan uang Rp 8000 orang lebih suka memilih sebotol Premium di pengecer tak resmi daripada seliter Pertamax di SPBU mini resmi. Selama ini saya melihat stok Premium di SPBU besar sebagian besar hanya dihabiskan oleh pengecer. Jadi siapa yang sebenarnya menikmati subsidi BBM ini??

Mungkin ada yang bilang kan pembelian Premium dengan dirigen sudah dibatasi? Benar! Tetapi bukan orang Indonesia kalau tidak bisa mengakali peraturan. Beberapa waktu lalu pengisian Premium di tangki, wadah, atau dirigen modifikasi diperbolehkan tetapi sekarang sepertinya sudah dilarang sehingga hanya tangki bawaan motor yang diperbolehkan untuk diisi. Akan tetapi saya melihat para pengecer mulai banyak menggunakan motor sport untuk mengisi Premium. Kapasitas tangkinya jauh lebih banyak daripada motor bebek atau matik. Adalagi yang mengakali dengan menggunakan mobil. Ini malah lebih ganas lagi karena sekali isi bisa puluhan liter. Pantas saja mulai banyak pengecer Premium yang memiliki mobkas di rumahnya padahal saya melihat mobkasnya seperti mobkas yang hanya bisa jalan saja dan bukan digunakan untuk alat transportasi. Apalagi mobkas sekarang sudah murah-murah jadi makin mudah buat memilikinya. Kalau pakai mobil cukup antri 3-4x sudah dapat puluhan liter sementara kalau motor tentu harus antri berkali-kali untuk mendapatkan jatah Premium yang sama.

Hanya bisa mengharap supaya pemerintah sebaiknya mulai melakukan edukasi serius tentang produk-produknya terutama bensin ini. Jangan dikira masyarakat akan tahu sendiri tanpa edukasi. Selanjutnya pemerintah bisa mulai mengurangi dan selanjutnya menghentikan pasokan Premium ke SPBU besar. Kasihanilah para operator SPBU mini itu. mereka sudah berinvestasi banyak tetapi di lapangan mereka menghadapi perlakuan tak adil dengan harus bersaing dengan para pengecer tak resmi. Mereka adalah mitra-mitra Pertamina yang seharusnya dijaga dan dibantu terus supaya lebih maju ke depannya. Merekalah yang mendekatkan produk Pertamina kepada para konsumennya. Konsumen tak perlu jauh-jauh ke SPBU besar dan antri lama hanya sekedar untuk mengisi bensin. Kalau di kota dalam 1 km ada beberapa SPBU besar tetapi di luar kota? 30 km belum tentu menemukan 1 SPBU.

Update: Juli 2017
Sejak awal Juni semua SPBU di dekat rumah sudah tidak menyediakan lagi premium. Jadi yang tersisa hanya Pertalite dan Pertamax. Para pengecer tak resmi pun juga hanya menyediakan ke-2 produk Pertamina itu meskipun kadang saya masih juga menjumpai Premium entah didapat darimana. 

No comments:

Post a Comment