Tuesday, March 7, 2017

Rumah Tangga Yang Serapuh Istana Pasir


     Waktu masih bujangan dulu saya selalu berpikir kalau saya sudah menemukan orang yang tepat daan menjadi orang yang tepat maka segala sesuatunya pasti akan berjalan dengan lanncar. Begitu memasuki kehidupan rumah tangga yang sebenarnya saya hanya bisa terhenyak. Keyakinan saya salah total. Tidak ada jaminan jika saya sudah menjadi orang yang tepat dan sudah menemukan calon pasangan yang menurut saya tepat lantas rumah tangga akan berjalan dengan autopilot. Kawan, ternyata autopilot itu memang hanya ada di dalam pesawat doang. Manusia dan keadaan ternyata bisa mengubah segalanya. Sebelum menikah dulu mungkin calon istri kita adalah laksana bidadari tanpa cacat. Cantik, penurut, selalu ceria, dan pokoknya tidak ada sesuatu pun yang tampaknya tidak bakalan tidak kita sukai. Namun usai menikah mendadak dia tak lebih dari nenek sihir cerewet yang kerjaannya hanya shopping menghabiskan uang. Mungkin kita sendiri juga demikian. Dulu mungkin kita adalah orang yang penuh perhatian dan humoris namun karena tekanan pekerjaan yang terus menerus tiada henti akhirnya membuat kita menjadi orang yang pemarah. Ada ungkapan yang bilang bukalah matamu lebar-lebar sebelum menikah dan tutuplah matamu sebelah jika sudah menikah. Kalau saya sekarang lebih suka mengganti ungkapan itu menjadi bukalah lebar-lebar matamu sebelum menikah dan tutuplah semuanya setelah menikah.
     Sebagai contoh saya dan istri memiliki sangat banyak perbedaan. Saya orangnya lebih suka berdiam di rumah jika hari libur tetapi istri suka sekali berjalan-jalan. Sehari saja dia tidak keluar rumah sudah seperti pecandu narkoba yang lagi sakaw. Mungkin kalau bisa istri saya pasti bakal bahagia sekali bisa hidup ala kaum nomaden. Mengendarai karavan keliling dunia berpindah-pindah terus setiap hari. Awalnya sempat kaget juga dengan perilaku istri itu tetapi lama kelamaan saya bisa mentoleransinya. Jadi kalau dia minta jalan-jalan keluar ya saya cukup mengantarkannya entah saya senang atau tidak. Semakin lama saya jadi semakin terbiasa. 

     Yup mengemudikan biduk rumah tangga ternyata bukan perkara enteng. Maaf saja bahkan orang tua yang sudah sepuh pun hampir setiap hari bertengkar tidak jelas. Dua orang manusia yang berbeda jenis kelamin, budaya, latar belakang pendidikan, usia, ekonomi, dll disatukan dalam sebuah ikatan. Ya logikanya jika tidak ada komitmen yang teguh dari keduanya maka akan mudah sekali ikatan yang bernama rumah tangga akan hancur dalam waktu sekejap. Ada data statistik jika satu dari 3 pernikahan akan berakhir dengan perceraian. Sisanya mungkin masih langgeng tetapi kalau disurvey benar-benar mungkin akan masih banyak orang yang sesungguhnya lebih suka berpisah. Mungkin karena ketergantungan finansial dan anak yang membuat sebagian besar pasangan lebih memilih bertahan. Mereka masih hidup bersama dalam 1 rumah tetapi tentu hanya sekedar “bersama” saja.

     Kalau dalam kehidupan nyata saya sudah terlalu sering melihat orang bercerai. Sepupu saya F sudah 2x bercerai. Waktu itu orang tuanya yang mengurus semua dokumen perceraiannya dan ketika tiba di kantor KUA kabupaten dia terkejut ternyata banyak juga ya orang-orang yang antri untuk mengurus surat cerai. Kecenderungan orang jaman sekarang semakin easy come easy go, kalau merasa sudah tidak ada kecocokan ya bubaran saja. Persis seperti kelakuan para artis dan selebritis yang tayang setiap hari di infotainment yang kebanyakan suka kawin cerai kawin cerai. Waktu berpacaran aduhai seolah dunia hanya milik mereka berdua. Begitu sudah muncul anak, salah satu pasangan mulai ketahuan belangnya selingkuh yang tak lama kemudian berujung dengan perceraian nan tragis. Beberapa bulan kemudian ada kabar salah satu sudah menikah dengan selingkuhannya dst dst. Padahal kalau dipikir-pikir mereka itu kurang apa coba? Yang laki-laki sudah pasti ganteng, yang perempuan cantik. Mereka terkenal + banyak fansnya. Kalau kemana-mana selalu dikerubuti para fansnya. Uang mengalir bak air bah tetapi nyatanya rumah tangga mereka pun kandas dalam waktu singkat.

     Rumah tangga bukanlah terbuat dari beton. Rumah tangga itu laksana istana pasir di tepi pantai dimana ombaknya selalu berdebur. Setiap menit ombak itu entah besar atau kecil akan menerjang istana pasir itu. Akan selalu ada bagian istana yang rusak akibat terkena ombak. Kitalah yang kemudian harus memperbaikinya segera agar bangunan itu tetap utuh. Begitu bangunan itu utuh kembali maka ombak yang lain sudah pasti akan datang dan merusakkan bagian lain istana. Begitu seterusnya sepanjang masa sepanjang jaman. Ya kedengarannya seperti sebuah kerja keras? Memang begitulah. Rumah tangga adalah sebuah kerja keras. Tidak cukup hanya modal dengan paras yang ganteng atau cantik, uang yang banyak, karir yang moncer, atau rumah yang megah. Namun komitmen yang super teguh dari masing-masing pasangan untuk selalu kompak dan tetap setia sampai akhir hayat akan membuat bangunan rumah tangga itu utuh selamanya tidak peduli ombak sebesar apapun yang akan menerjangnya. Selama masing-masing pasangan lebih suka  mengedepankan egoisme untuk menyelesaikan segala persoalan yang mereka hadapi maka jangan harap bangunan itu tidak peduli sebesar apapun akan runtuh dalam waktu singkat.
     Yang menarik adalah ketika membaca sebuah artikel di internet belum lama ini. Judulnya "Menikah Bukan Untuk Bahagia". Dan begitulah kenyataannya. Orang yang mencari kebahagiaan di dalam lembaga pernikahan seperti musafir yang melihat fatamorgana di tengah padang pasir nan luas. Pernikahan adalah sebuah tanggung jawab besar. Ada yang bilang "istriku mengambil semuanya kecuali kesalahanku". Sebuah kenyataan pahit namun tetap harus dijalani oleh sebagian besar orang. Jujur saya sering melihat orang-orang yang hidupnya kelihatan jauh lebih baik saat masih sebelum menikah.  

No comments:

Post a Comment