Sunday, October 22, 2017

e-KTP Yang Tidak Secanggih Namanya

     Kemarin sore ketika melihat salah satu pos harian Kompas di Instagram harian Kompas ada sesuatu yang menarik. Sebuah foto yang menunjukkan gambar orang-orang yang sedang mengantri panjang untuk mendaftar e-KTP di tengah guyuran hujan deras. Ya sejak awal kehadirannya e-KTP memang sudah menimbulkan sejumlah persoalan. Sebenarnya tujuan diadakannya e-KTP merupakan sebuah langkah maju agar Indonesia memiliki data kependudukan lebih baik. Sebelum saya memegang dan melihat sendiri e-KTP, yang tergambar di benak saya adalah sebuah e-KTP modern nan canggih. Saya menggambarkan dengan e-KTP itu saya bisa mendapatkan layanan yang benar-benar modern dan mudah tetapi ketika kartu e-KTP sudah berada di tangan dan ketika saya sudah menggunakannya sendiri maka ternyata jauh panggang dari api. Kelebihan e-KTP ini cuma satu bila dibandingkan KTP lawas sebelumnya yaitu lebih awet karena terbuat dari plastik. Kalau KTP sebelumnya dari kertas yang dilaminating yang mudah lecek dan rusak. Selanjutnya hal-hal lainnya sama saja dengan KTP lama. Sebelumnya saya membayangkan jika saya ingin mengurus surat menyurat di kantor pemerintah maka saya cukup menggesekkan e-KTP di mesin reader  tetapi eh kenyataannya saya masih saja harus memfotocopy e-KTP yang jumlahnya tak jarang seabrek-abrek. Malah katanya sih e-KTP ini akan cepat rusak data di dalamnya jika terlalu sering difotocpy entah benar atau tidak.
     Proses mendapatkan e-KTP ini juga tidak mudah. Dulu sewaktu masih ramai-ramainya pendaftaran kolektif pendataan e-KTP dikonsentrasikan di kantor kecamatan. Walhasil kalau tidak salah lebih sebulan lamanya kantor kecamatan nyaris kayak pasar 24 jam. Tidak peduli mau pagi, siang, sore, malam, atau dini hari ramai terus dengan para warga yang datang untuk melakukan potret dan pendataan. Pernah saya mencoba datang pukul 1 dini hari dengan harapan bisa mendapatkan antrian yang lebih pendek dan tak tahunya jam segitu kantor kecamatan ramainya sama saja dengan siang hari. Gila benar. Dari cerita-cerita para tetangga, ada yang datang pukul 12 malam dan baru dipotret pukul 4 pagi. Akhirnya saya merasa putus asa karena saya yakin kapan pun saya datang pasti antriannya bikin sakit kepala. Jadilah saya bersikap masa bodoh kalau memang tidak bisa memiliki e-KTP ya sudahlah. Toh program yang bikin pemerintah tetapi kenapa yang harus kerepotan kok malah saya sendiri. Akhirnya jelang akhir masa pendataan saya baru mendapat panggilan dan untunglah saya mendapat jadwal pagi hari. Saya datang pukul 7 dan dipotret sekitar pukul 9. Lumayan cepatlah.
     Masalah belum usai di situ. Ternyata e-KTP ini harus diaktivasi. Jadilah acara antri mengantri dimulai lagi di kantor kecamatan tetapi untuk ini saya ogah segera datang tetapi menunggu panggilan dan benar kemudian ada jadwal panggilan dan akhirnya aktivasi di kantor kecamatan. Prosesnya lebih cepat dibandingkan saat foto dulu karena cuma scan sidik jari aja. Kalau dipikir-pikir proses pendataan e-KTP kala itu adalah sebuah kemunduran. Di jaman Suharto proses pendataan KTP sangat mudah karena petugas langsung datang ke tiap-tiap RW sehingga tidak berjubel parah. Mungkin ada yang bilang kan harus scan sidik jari dan retina? Apakah alat-alat itu tidak portabel? Setahu saya alat itu bisa dibawa kemana-mana. Butuh koneksi internet? Koneksi internet wireless sudah lama ada dimana-mana sejak lama. Untungnya e-KTP berlaku seumur hidup. Coba bayangkan kalau harus update foto tiap 5 tahun sekali. Rasanya pasti seperti mimpi buruk.
     Yang menyebalkan dari e-KTP ini adalah datanya yang tidak bisa diubah. Dulu saya membayangkan pastilah salah satu keunggulan e-KTP ini perubahan data bisa dilakukan cepat tetapi kenyataannya waktu terjadi pemekaran wilayah di tempat saya beberapa tahun lalu saya pun berniat mengubah RT dan RW di e-KTP saya tetapi apa kata petugas di kantor kecamatan? TIDAK BISA DIUBAH! Lho kok bisa? Aneh sekali? Saya pun akhirnya membiarkan kesalahan data di e-KTP saya itu sampai sekarang. Lha memang tidak bisa diubah lantas mau diapain lagi? Apakah saya tetap mau ngotot minta diubah? Yang lebih sial lagi adalah bagi yang mau mengurus e-KTP baru seperti saudara ipar saya. Ternyata jadinya lama sekali. Sudah berbulan-bulan masih juga belum jadi. Malah jadinya jauh lebih cepat KTP lama jaman dulu yang cukup beberapa menit saja jika daftar langsung. Heran, mengapa dengan elektonisasi justru membikin semakin lambat dan rumit? E-KTP yang aneh! Dan malangnya program ini ternyata sarat korupsi yang telah dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa di republik ini. Yang semakin lebih aneh lagi proses penanganan hukumnya pun masih berlarut-larut sampai sekarang.
     
Data kependudukan adalah hal yang sangat vital bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan. Dengan data itu pemerintah tahu benar bagaimana kondisi rakyatnya. Data itu harus mencerminkan kondisi kependudukan dinamis rakyatnya seakurat mungkin. Semakin akurat maka akan semakin bagus yang berarti data itu harus fleksibel supaya bisa mengikuti perubahan yang terjadi di dalam kehidupan rakyat. Sekarang kalau datanya kayak batu yang tidak bisa diubah sedikit pun bagaimana data itu akan memberikan akurasi yang baik? Wajar kalau kemudian pembangunan jadi banyak tidak tepat sasaran. Ada orang miskin yang seharusnya membutuhkan bantuan tetapi malah tidak mendapatkanya hanya karena dia tidak dekat aparat desa sementara ada orang yang sama sekali tidak layak mendapatkan bantuan tetapi malah mendapatkan semua bantuan yang bukan haknya karena memang dekat dengan aparat. Seharusnya e-KTP bukan cuma sekedar ID tiap WNI di dalam negeri tetapi memiliki fungsi yang lebih banyak misal sebagai kartu jaminan kesehatan, kecelakaan, JHT, bantuan pendidikan misalnya, dll. Satu kartu untuk semua. Sekarang dompet rakyat Indonesia kebanyakan menjadi tebal cuma karena kebanyakan uang tetapi kebanyakan kartu plastik yang tebal-tebal itu. 

No comments:

Post a Comment