Monday, October 30, 2017

Pengalaman Mengikuti Lomba Jalan Sehat


   
  Awalnya saya tidak begitu tertarik ketika ada spanduk bertuliskan akan ada acara lomba jalan sehat yang diselenggarakan di kota Ambulu (Jember). Maaf bukannya saya sombong tetapi saya merasa acara seperti itu kurang menarik bagi saya. Saya sudah terbiasa joging > 10 km/hari jadi kalau cuma acara jalan sehat yang paling-paling hanya menempuh 2-3 km maaf sekali kurang menantang. Akan tetapi berhubung si istri ingin sekali ikut ya sudahlah tak apalah kami sekeluarga ikutan juga termasuk juga si kecil. Toh kalau cuma jalan 2-3 km dan seandainya si kecil kecapekan dan harus menggendongnya maka saya tidak perlu risau.
      Jadilah istri saya mendaftar langsung di kantor Telkomsel di pojok perempatan besar Ambulu. Ada 2 pilihan biaya pendaftaran yaitu Rp 10 ribu pulsa reguler tanpa kaos tetapi diwajibkan nanti saat acara harus mengenakan kaos berwarna merah  dan Rp 50 ribu data (dapat 2 GB) dengan kaos. Masing-masing mendapat 1 buah kupon. Berhubung kaos tidak beli sendiri saya khawatir nanti ukurannya tidak cocok, entah kekecilan atau kebesaran. Jadilah kami ber-3 mendapat 3 buah kupon. Saya hanya heran saja mengapa  cara pendaftarannya terkesan masih agak purba? Kenapa hanya tersedia cara pendaftaran offline? Bukankah ini era digital dan Telkomsel sebagai sebuah perusahaan IT kenapa kok tidak mengesankan sama sekali ke-IT-annya? Kalau pendaftarannya bisa lewat online akan lebih mudah dan sebenarnya peluang pasar juga buat Telkomsel karena pembayaran bisa dilakukan dengan TCASH yang merupakan salah satu produk mereka. Mungkin alasannya tidak setiap peserta melek internet. Kalau memang ini alasannya kan bisa menggunakan SMS? Jadi tidak perlu kupon fisik yang mudah rusak atau hilang tetapi cukup data peserta yang tersimpan di server web atau server SMS.
     Akhirnya tibalah hari yang dinanti. Tanggal 28 Oktober tibalah kami bersama-sama rekan yang lain di lapangan Ambulu sekitar pukul 6 pagi. Di sana para ibu-ibu terlihat sedang asyik bersenam ria. Lapangan Ambulu seperti lautan merah. Sampai kemudian si MC meminta semua peserta berbarik di belakang garis start. Saya bingung garis startnya dimana sih? Rupanya garis start berada di timur lapangan. Pantas saja karena saya datang dari barat maka saya tidak melihat garis start itu. Selama berkumpul di garis start semua peserta harus mendengarkan aneka sambutan-sambutan dari panitia. Udara sudah memanas karena matahari sudah meninggi. Sebagian orang sudah mulai ngedumel karena mereka sudah tidak tahan dengan hawa panasnya. Si kecil juga sudah mulai rewel terkena panas matahari. Sampai akhirnya start pun dimulai dan kami berjalan merayap karena jumlah pesertanya yang banyak sekali (mungkin ribuan). Sebelum berangkat si MC berpesan supaya di tengah jalan nanti menemui petugas stempel agar kupon disetempel karena jika tidak distempel akan dinyatakan tidak sah.
     Kira-kira baru 15 menit berjalan di dekat lapangan glori sudah ada 1 pos stempel. Saya lihat yang mau melakukan stempel berjubel banget. Akhirnya saya mencoba pos yang lokasinya agak ke utaranya sedikit. Ternyata sama saja. Di situ juga berjubel banget. Saya heran kok lagi-lagi kelihatan ketidakprofesional panitia dan cara-cara purba. Jumlah lokasi stempel cuma 2 buah dan pesertanya ada ribuan. Pakai logika saja berarti jika 1 orang memegang 1 kupon saja maka berapa waktu yang dibutuhkan petugas stempel? Padahal ada satu peserta yang memegang sampai puluhan kupon. Sehari saja belum tentu selesai. Semua orang di sekeliling saya ngedumel marah dengan aturan ini. Semuanya berdesakan di tengah udara panas. Padahal tidak semua peserta adalah anak-anak muda. Ada juga lansia dan anak-anak kecil.
antrian di pos stempel 2
Bagaimana mereka bisa bertahan kalau begini caranya? Sebelum sampai di pos stempel saya cuma membayangkan saya akan menemui banyak petugas yang akan melakukan stempel. Atau kalau mau lebih canggih sedikit kenapa tidak menggunakan handphone? Maksudnya? Di dalam kupon kasih barcode atau QR. Saya melihat kru panitia cukup banyak dan saya yakin semua pasti punya handphone. Coba suruh mereka berjajar lalu menggunakan handphone itu untuk menscan kode barcode atau QR peserta. Sinyal 4G Telkomsel kan sudah cepat, apakah tidak cukup pede untuk menghandling upload gambar scan dari para panitia di pos stempel ke server undian? Entahlah. Upload hasil scan ke server di lapangan Ambulu dan gunakan nanti untuk mengacak nomor undian. Saya melihat ada 1 mobil pickup terperangkap tidak bisa keluar dari kerumunan peserta. Saya juga melihat 1 pengendara matic terjebak di tengah jalan tidak bisa maju mundur atau belok kanan kiri. Yang lebih mengerikan menurut salah seorang rekan,
Terperangkap
ada satu peserta yang menangis kehilangan hape dan dompet di tempat itu akibat berjubelan. Sungguh cara yang sangat purba! Sampai kemudian mungkin karena melihat situasi yang semakin tidak terkendali, panitia di pos stempel memperbolehkan peserta bebas tidak distempel kuponnya dan tetap dianggap sah. 
Kami pun melanjutkan langkah kaki hingga ke garis finish di dekat lapangan Ambulu sambil menyerahkan kupon.
     Begitu masuk lapangan dimulailah acara pengundian dan lagi-lagi cara pengundiannya maaf masih purba menurut saya pakai dikocok-kocok segala. Kenapa tidak menggunakan sofware undian yang bisa mengacak dengan lebih baik? Karena setahu saya software semacam itu memiliki algoritma randomisasi  yang  lebih handal dan lebih baik dibandingkan dikocok-kocok manual. Ah sudahlah semakin pening saya memikirkannya. Akhirnya  kami cuma duduk-duduk sambil mendengarkan pengumuman hasil undian hingga hampir tengah hari. Suara musik yang berdentum-dentum keras, suara MC ngalor ngidul gak jelas, hawa panas, dan pedagang yang berseliweran benar-benar membuat saya tidak betah dan pengen cepat-cepat pulang tetapi istri masih ngotot mau bertahan hingga undian terakhir. Saya sih sudah masa bodoh dengan hadiah yang paling juga tidak akan saya dapatkan (dan memang zonk :D ).
Sebuah acara yang bagus sebenarnya cuma sebagai perusahaan IT seharusnya Telkomsel lebih memperlihatkan ke-IT-annya dan bukan malah masih tetap terpaku pada cara-cara purba yang seharusnya sudah ditinggalkan. Terkesan sekali acara yang amatiran. Semoga ke depan jika masih ada acara yang sama bisa lebih profesional lagi (walau saya sudah pasti takkan mau ikut lagi … ).
#JJS4GAmbulu

No comments:

Post a Comment