Monday, April 22, 2019

Ketika Kampungku Menjadi Kampung "Indihome"


     Sekitar setahun belakangan ini ramai para tetangga, kerabat, dan kenalan di kampung memasang "Indihome". Awalnya ada salah satu kenalan yang mengajak saya untuk ikut pasang. Saya heran setahu saya kampungku belum tercover Indihome lantas bagaimana bisa mendapatkan layanan Indihome? Menurut sang kenalan ini dia punya koneksi "orang dalam" Telkom. Ah saya tidak mau ambil resiko. Untuk menyakinkan saya apakah kampungku sudah tercover maka saya tanya lewat twitter di @telkomcare dan dijelaskan jika kampungku memang belum tercover. Akhirnya beneran si kenalan ini pasang Indihome di rumahnya. Dia mengulur kabel sendiri yang lumayan jauh. Entah pakai uang sendiri atau dari TELKOM saya tak tahu. 
     Rupa-rupanya bukan cuma itu saja tetapi pada akhirnya koneksi Indihome ini kemudian dishare ala RT RW NET jaman dulu alias jasa tembak lewat sinyal wifi. Mudahnya dia mendirikan bisnis mini ISP. Jadilah kampung yang selama ini sunyi sinyal wifi mendadak jika disearch maka akan muncul banyak SSID. Satu sisi sih bagus buat pemerataan koneksi internet cuma satu yang bikin saya khawatir dengan semakin banyaknya sinyal wifi yang lalu lalang yaitu overlapping channel. Overlapping channel biasanya terjadi di daerah yang sudah padat sinyal wifi. Wifi itu ibarat sinyal radio jadi bagaimana rasanya jika dalam 1 channel radio yang sama ada beberapa stasiun yang sedang beroperasi? Pasti suara yang keluar akan bercampur aduk tidak jelas. Dulu mifi saya yang anteng di channel 5 sekarang kerap berubah-ubah terus channelnya karena tetangga depan belakang kanan kiri sudah memancarkan sinyal wifi semuanya. Sepertinya beberapa tahun lagi frekuensi wifi 2,5 GHz bakalan sudah tidak bisa dipakai lagi karena penuh. Terpaksa mungkin harus migrasi ke 5 GHz. Walaupun dua frekuensi itu adalah frekuensi publik semestinya pemerintah membuat regulasi agar pemancar sinyal wifi yang berdaya besar dengan jangkauan jauh segera ditertibkan supaya tidak mengganggu pengguna wifi lainnya. 
     Nah sampai kemudian munculah jasa pemasangan "Indihome" yang sudah tidak menggunakan tembak tembakan lagi tetapi langsung pakai kabel. Yang membuat saya merasa aneh adalah
1. Petugas TELKOM nya tidak berseragam. Padahal setahu saya petugas pemasangan Indihome akan menggunakan seragam.
2. Kabel dicantolkan di pohon-pohon/tiang listrik dan bukan di tiang telefon. Ini membuat saya merasa semakin aneh. Masak iya perusahaan sekelas TELKOM tidak bisa membuat tiang sendiri? Ini membuat pemandangan kabel di kampung jadi semakin semrawut. Sekarang bukan cuma kabel listrik saja tetapi ada pula kabel TV dan kabel "Indihome" ini.
    Berhubung semakin penasaran akhirnya saya kemudian menghubungi Telkomcare dan benar memang jika "Indihome" yang dipasang oleh warga kampung adalah Indihome abal-abal yang artinya bukan resmi dari TELKOM langsung tetapi RESELLING baik dengan "menembak" (lewat wifi) ataupun kabel. Hmm... sebenarnya ini juga bukan barang baru (istilahnya dulu RT RW net). Akan tetapi masalahnya para tetangga yang pasang "Indihome" ini kemudian masih menjual lagi koneksinya lewat wifi kepada anak-anak dan remaja di sekitarnya. Jadi internet yang sudah shared masih di share dan dishare lagi. Entahlah apakah tidak membuat internetnya jadi lemot? Karena menurut logika sederhana saya semakin banyak sebuah koneksi internet dishare maka otomatis kecepatannya akan merosot. Akan tetapi toh kenyataannya tetap saja anak-anak itu nyaman-nyaman saja menggunakan internet yang sudah dishare berkali-kali itu. Hmmm...
     Tarif internet seluler memang hitungannya per GB semakin lama semakin murah tetapi berhubung bagi pelanggan tuntutan konsumsi badwidthnya juga semakin banyak maka total biaya yang harus dikeluarkan jadi makin besar. Inilah yang membuat orang akhirnya tertarik menggunakan layanan "Indihome" ini. Walaupun menurut saya ada sebuah kelemahan mendasar yaitu jika koneksi ini tidak bisa dipakai di luar rumah. Ketika sedang berada di luar rumah maka orang terpaksa harus membeli paketan seluler lagi. Pengeluaran jadi dobel. Yang pasti bisnis ini adalah ancaman serius buat operator TV kabel karena dengan tarif yang tak terlalu jauh orang sudah bisa berinternetan unlimited sekaligus menonton IPTV. Bandingkan dengan operator TV kabel yang masih tetap bertahan dengan sinyal analog hingga hari ini. Namun ini juga ancaman yang tak bisa diremehkan buat TELKOM sendiri karena orang pasti akan lebih memilih membeli jasa ISP mini yang super murah meriah + unlimited ini dibandingkan dengan harus membeli resmi dari TELKOM yang tentu saja dengan harga jauh lebih mahal. Telkom memang sudah menerapkan FUP tetapi menurut saya itu juga tidak efektif dalam mencegah atau mengurangi maraknya reselling ini karena toh di lapangan bisnis ini tumbuh semakin subur. Seperti yang sudah-sudah mungkin TELKOM merasa terlalu "jumawa" takkan ada yang bisa meruntuhkan kedigdayaannya. Maklumlah perusahaan monopoli.
     Ternyata mini ISP "Indihome" ini menjual layanan atau paket seperti layaknya operator besar. Jadi ada paket yang hanya Rp 50 ribu/bulan, Rp 100 ribu/bulan, dan Rp 150 ribu/bulan. Ini saya upload screenshot Speedtest saat mencoba paket yang harganya Rp 150 ribu/bulan milik salah seorang sanak saudara
Terlihat kecepatan donlod dicekik sementara upload dibiarkan lepas bebas. Dari uji kecepatan ini juga tampak jika si mini ISP ini kemungkinan besar berlangganan paket Indihome asli yang termurah dengan kecepatan 10 mbps (mungkin dibagi dengan 3-4 pelanggan).  Dengan biaya langganan resmi dari Telkom hanya Rp 300ribu maka jika dishare kepada 4 orang pelanggan masing-masing dengan biaya langganan Rp 150 ribu/bulan maka masih bisa mendulang laba kotor sekitar Rp 300 ribuan/bulan. Sebuah bisnis yang lumayan prospektif mengingat kebutuhan koneksi internet semakin meningkat. Saya melihat anak-anak menggunakannya lebih banyak untuk bermain game OL. Jika dulu saya melihat anak-anak lebih banyak bermain bola di lapangan maka kini mereka hanya duduk seharian di beranda rumah main game bersama sahabat-sahabatnya.
     Kalau cuma sebatas untuk browsing itu bukan masalah tetapi jika digunakan untuk download baru terasa leletnya. Ini saya coba mendownload file ukuran 100 MB saja langsung gagal. Oya sekarang ada kenaikan tarif yang termurah Rp 50 rb sudah dinaikkan menjadi Rp 100 rb.
 

No comments:

Post a Comment