Saturday, June 6, 2020

Menemukan Pengganti Tri (I)


     Setelah nyaman selama 3 tahun bersama Tri akhirnya dengan terpaksa kini tiba waktunya untuk berpisah juga. Penyebabnya sudah jelas, “dihapuskannya” paket legend 2,5 GB 24 jam all network per hari Rp 2000. Tri telah mengganti paket ini dengan paket baru yang sama-sama mendapatkan 2,5 GB tetapi dengan pembagian waktu dimana 2 GB hanya bisa digunakan pada pukul 1-9 sedangkan 0,5 GB bisa 24 jam. Bukan cuma itu tetapi juga menaikkan harganya menjadi Rp 3000. Spontan aksi blunder Tri ini menuai banyak protes dari banyak pelanggannya. Kalau dilihat dari jumlah user yang protes di akun medsos Tri, saya hanya tidak menyangka jika pengguna paket legend bisa sebanyak itu. Setahu saya memang tidak ada operator lain yang berani mengeluarkan paket sebaik ini. Baru Smartfren yang berani mengeluarkan kuota 1 GB/hari dengan harga yang relatif sama (yang otomatis orang akan lebih memilih Tri yang lebih banyak kuotanya 2,5 GB). Sejujurnya memang banyak orang memilih paket legend ini bukanlah karena jaringan Tri yang hebat tetapi lebih karena murah saja. Memang sih terasa ada penurunan kecepatan internet Tri belakangan ini jadi hanya mentok 3 mbps saja buat browsing yang setara dengan HSDPA (walaupun sinyal LTE).  

     Menurut saya paket legend ini adalah paket internet termurah yang pernah saya gunakan. Berkat paket ini kebutuhan berinternet orang serumah bisa tercukupi. Walaupun terkadang kurang tetapi tak parah. Pokoknya mantap banget sampai segitu nyamannya saya jadi takut kalau Tri akan menghapus paket ini tetapi saya sadar nothing lasts forever. Makanya ketika Tri kemudian benar-benar menghapus paket ini saya tidak begitu kaget. Yang mengesalkan hanyalah mengapa pemberitahuannya sangat mendadak sekali hanya beberapa jam sebelum diberlakukan.
Paket baru pengganti paket legend
     Seharusnya paling tidak sepekan sebelumnya saya sebagai pelanggan diberi tahu sehingga cukup waktu untuk memilih paket lain atau pindah opsel. Akibatnya pekerjaan dan komunikasi saya menjadi terganggu dan sempat down selama 2 hari sehingga sangat merugikan. Dengan 500 MB per hari dan 2 GB yang “tak bisa digunakan” tidak banyak yang bisa saya lakukan. Pukul 11 siang kuota sudah habis. Saya pun kelimpungan setengah mati. Akhirnya dengan pulsa yang masih tersisa saya paketkan 32 GB untuk sebulan dimana setiap hari akan mendapatkan jatah 1 GB (LTE only). Lumayanlah sekedar untuk bertahan sembari menemukan opsel pengganti. Protes terus menerus lewat medsosnya pun sepertinya percuma karena Tri seolah sudah fix menghapuskan paket legend ini. Alasan Tri adalah untuk memprioritaskan layanan streaming pukul 8-9 pagi. Saya tak tahu pasti layanan streaming macam apa itu sampai Tri rela-relanya membumihanguskan sebagian besar pelanggannya. Lagipula jam segitu seharusnya traffic internet tidak banyak, beda dengan pukul 8-9 malam jadi semestinya layanana streaming yang diprioritaskan Tri itu takkan terganggu. Saya tak tahu persis apakah itu hanya alibi atau memang realitas sebenarnya. Yang jelas Tri sudah dan akan kehilangan sebagian besar pelanggannya. Sungguh sayang sekali! Saya yakin bakalan banyak BTS Tri yang mangkrak hanya menghabiskan listrik karena tidak ada yang pakai. Semestinya Tri bisa memberikan win win solution semisal menaikkan harga paket legend menjadi Rp 3000 tetapi kuota tetap dan tanpa pembagian waktu atau dengan harga tetap Rp 2000 tetapi membaginya menjadi 500 MB pada pukul 1-9 dan 2 GB 24 jam. Dengan win win solution ini saya yakin pasti banyak user paket legend akan tetap bertahan. Sekarang dengan kuota “cuma” 500 MB per hari kita bisa melakukan apa? Rp 3000 untuk kuota 500 MB itu juga terlalu mahal di era kini. Yang aneh paket legend lainnya Rp 1500 2 GB/hari tidak dibumihanguskan. Sayangnya saya dulu tak pernah bisa mendapatkan paket yang satu itu. Dugaan saya karena pengguna paket yang satu ini tak sebanyak yang paket legend 2.5 GB jadi kemungkinan akan tetap dipertahankan oleh Tri. 
Terlihat kenaikan harga dari Rp 2000  menjadi Rp 3000.

     Yang jelas sudah pasti saya akan berpisah dengan Tri usai paket 32 GB ini habis. Soal kandidat saya belum memiliki gambaran sama sekali. Telkomsel soal jaringan memang nomor wahid tetapi sayang tarifnya masih terlampau mahal bagi orang seperti saya. Indosat dan XL saya masih belum berani balik karena keduanya suka kutil pulsa seperti dulu yang pernah saya alami. Smartfren sih OK cuma belum ada paketnya yang bikin sreg. Yang tersisa akhirnya cuma Indihome tetapi ini juga ruwet. Saya coba lihat-lihat paketnya jadi bikin pusing sendiri. Semisal ada Indihome lite yang lumayan murah di bawah 200 ribu tetapi layanan ini harus untuk 2 rumah dengan kuota hanya 150 GB. Berarti serumah cuma dapat 75 GB (kalau 150 GB untuk 1 rumah sih OK). Persoalannya adalah kesulitan mengatur kuota penggunaannya secara adil, gimana kalau tetangga menghabiskan lebih banyak? Bisa pakai Mikrotik juga tapi saya tak mau pusing. Lalu ada Indihome learning from home yang khusus buat pelajar tetapi sayang kuota cuma 50 GB dan biaya per bulannya Rp 170 rb-an. Masih terlampau mahal. Konon ada paket single play yang “unlimited” Rp 270 rb/bulan tetapi paket ini aneh (gelagat tak beres) karena waktu saya tanya salah satu sales Indihome mereka bilang jika paket itu sudah tak ada tetapi ketika saya tanya ke twitter telkom
dikatakan jika paket ini masih ada. Saya juga agak was-was dengan billing Telkom yang juga suka ngacau karena banyak pelanggan yang tagihannya melonjak tidak sesuai kesepakatan apalagi Indihome ini kan pasca bayar. Pengalaman pakai yang pasca bayar cuma bikin susah kalau ada masalah seperti saat masih pakai kartu Halo dulu. Selain itu ada kesan (maaf) Telkom merasa agak kurang butuh pelanggan (tipikal BUMN), takutnya nanti setelah pasang akan memberikan layanan seenaknya yang mengecewakan.
     Pilihan terakhir ISP “Indihome kampung”. kini di desaku hampir tiap rumah sudah memasang “Indihome kampung” ini. Ini sebenarnya adalah internet Indihome asli yang diresell lagi. Tarif termurahnya sekitar Rp 100 ribu unlimited. Selama ini kan belum ada operator internet yang murah dan unlimited. Contoh operator seluler macam Telkomsel, Indosat, dll tarif memang lumayan terjangkau tetapi setahu saya masih belum bisa memberikan layanan unlimited. Sebaliknya Indihome jelas sudah mampu memberikan paket-paket unlimited cuma tarifnya muahal abis. Siapa orang desa yang mau mengeluarkan Rp 300 ribu/bulan atau sejuta hanya buat internet? Mending mereka berangkat ke warung kopi yang kasih free wifi, pesan kopi Rp 2000 dan bisa internetan seharian sesukanya. Nah paket internet yang unlimited dan murah inilah yang tengah dibidik oleh “ISP-ISP kampung” macam begini. Sebenarnya saya sudah kepikiran mau ikutan juga berlangganan seperti mereka tetapi dari beberapa kali melakukan speedtest di rumah pelanggan layanan ini, saya tak puas karena lelet. Contoh download file 4GB saja menghabiskan waktu 4 jam sendiri padahal kalau pakai Tri cukup 1 jam. Mungkin bagi warga desa kecepatan internet itu tak penting. Ya maklumlah kalau yang dibuka cuma medsos doang. Selain itu kalau PLN padam maka internet akan padam juga. Kalau padamnya sejam atau 2 jam OKlah tetapi kalau seharian? Waduh petaka nih padahal kalau pakai Tri sekarang masih bisa OL walaupun sinyalnya menurun. Masalah lainnya biaya pasangnya yang super mahal Rp 500 ribu padahal Indihome asli hanya Rp 75 ribu. Uang Rp 500 ribu bisa buat langganan single play hampir 2 bulan. Beberapa tetangga mengakali mahalnya Indihome dengan berbagi jadi mereka cukup pasang di salah satu rumah lalu membagi-bagi sinyalnya kepada para tetangga dengan syarat berdekatan rumahnya. Hanya mampu berharap saya sudah menemukan pengganti Tri sebelum paket 32 GB ini habis. 
     Sebenarnya sejak beberapa bulan ini sudah terlihat banyak gejala tak beres pada Tri. Diawali dengan banyaknya pembagian waktu pada paket-paketnya contohnya paket 112 GB per bulan dulu seingat saya tak ada pembagian waktu tetapi sekarang sudah dibagi-bagi berdasar waktu. Diikuti dengan Bonstri yang memiliki masa aktif padahal sebelumnya tidak. Begitu pula saat isi ulang pulsa biasanya diberikan bonus kuota tetapi sekarang tidak lagi. Begitu kerasnya Tri mencoba menghanguskan pelanggan setianya dengan segala cara. Inilah yang memunculkan sebuah pertanyaan besar? Bagaimana sebuah perusahaan yang berorientasi profit justru mengharapkan pelanggannya banyak yang hengkang?! Aneh sekali. Hanya bisa bilang, SELAMAT JALAN TRI! 

No comments:

Post a Comment