Tuesday, June 16, 2020

REMAS, Nasibmu Nanti


     Beberapa malam lalu usai shalat Isya di masjid saya disodori sebuah undangan oleh salah satu tetangga. Baca-baca sebentar ternyata undangan untuk menghadiri rapat pembentukan REMAJA MASJID (REMAS). Yahh tak masalah-lah kalau cuma menghadiri rapat doang sembari menunjukkan kepedulian kepada masjid dekat rumah. Asal saya tak ditunjuk sebagai salah satu pengurusnya. Akhirnya hari itupun tiba. Malam itu usai shalat Isya' kami berkumpul. Awalnya saya pikir mungkin hanya 10 orang yang bakal hadir ternyata hampir 30 orang. Bahkan katanya jumlah undangan yang disebar ada 50 orang. Saya hanya berpikir semakin banyak yang hadir maka diskusi akan semakin tidak efisien dan benar demikianlah adanya.
     Pihak yang hadir terdiri dari kaum muda dan beberapa sesepuh dari pihak takmir. Saya melihat semangat kaum muda yang luar biasa. Intinya baik REMAS atau takmir akan berusaha agar masjid lebih meriah lagi dengan menyelanggarakan sejumlah kegiatan rutin. Akan tetapi satu hal yang membuat saya ganjil adalah kelihatan sekali jika REMAS dianggap sebagai organisasi terpisah dari takmir. Hubungan takmir dan REMAS cuma sebatas koordinasi! Kasarnya (moga-moga dugaan saya salah), pihak takmir mengharap REMAS memakmurkan masjid tetapi jangan sampai mengambil uang kas masjid. Whatss??!! Spontan saya berontak. Langsung saya sampaikan kepada teman-teman REMAS jika semestinya REMAS juga seharusnya memiliki akses keuangan uang kas masjid. Sekarang apa gunanya uang kas masjid puluhan juta rupiah cuma ditumpuk-tumpuk doang terus menerus? Malah ada teman-teman REMAS yang bilang mereka akan mencari sponsor dan swadaya. Gila!! Memang mencari sponsor itu mudah? Kalaupun dapat juga tak banyak nominal uangnya. Apalagi swadaya wah makin speechless deh. 
     Apa yang saya duga jauh-jauh sebelumnya memang  menjadi sebuah kenyataan. Dari dulu saya tahu bagaimana orang-orang yang duduk di dalam takmir masjid. Mereka adalah orang-orang tua yang masih bertahan dengan pola pikir lama dalam mengelola masjid. Itulah yang membuat saya tak mau terlalu dekat dengan mereka. Bagi mereka masjid itu seperti pesawat terbang, tinggal tekan tombol autopilot maka pesawat akan melaju dengan sempurna sendirinya sementara mereka tinggal rebahan di atas kasur. Whatsss??!! Sejak kapan pula ada masjid dilengkapi autopilot? Kalau enggak mau keluar duit buat menyelanggarakan kegiatan ya jangan harap masjid akan ramai. Amplifier berkali-kali rusak ya cuma diperbaiki melulu bukannya diganti dengan yang lebih bagus. Pintu kamar mandi tak bisa ditutup juga sudah bertahun-tahun dibiarkan saja. Marbot masjid setahu saya juga tak ada. Kegiatan di masjid cuma shalat 5 waktu doang. Saya menganggap teman-teman REMAS seperti sedang bermimpi di siang bolong malah bukan tak mungkin REMAS baru ini akan mati suri seperti periode kepengurusan sebelumnya. Bagaimana bisa sebuah organisasi akan berjalan tanpa ada dana yang mendukung sama sekali? 

UPDATE Oktober 2020:
      Kini sudah sekitar 3 bulan usia REMAS dan seperti yang sudah saya duga, mati perlahan pada akhirnya. Satu per satu anggotanya mulai "bertumbangan". Saat kegiatan baca Alquran bersama yang datang paling banyak cuma 5 orang. Sebagian sudah keluar dari grup di WA. Sebuah realitas pahit. 

No comments:

Post a Comment